Kamis, 26 Februari 2015

WISATA BENCANA


Dari sekian destinasi yang dikunjungi tim, kami menyempatkan singgah di wisata lumpur lapindo di Kota Sidoarjo. Wisata Duka dengan sajian utama pemandangan lautan lumpur yang masih terus bertambah volumenya. Penambahan volume disebabkan semburan lumpur dari pusat semburan itu belum berhenti. Meski di foto semua Nampak tersenyum, situasinya menjadi berbeda setelah berinteraksi dengan warga korban lumpur lapindo yang belum menerima ganti rugi secara tuntas dari PT. Minarak Lapindo.

Daratan seluas kurang lebih 1.500 Hektar kini telah menjadi gundukan lumpur yang dibatasi oleh tanggul tinggi. Butuh tenaga dan kehati-hatian saat menaiki tanggul ini agar bisa mendapatkan pemandangan lumpur dan kepulan asap berbau khas gas alam. Daerah yang dulu merupakan rumah para penduduk kini telah berganti dengan genangan lumpur. Oh, mengerikan sekali bila membayangkan ada korban yang meninggal karena tidak bisa lari menghindari terjangan lumpur yang keluar dengan cepat dari lubang semburan.

Tukang ojek yang membawa saya berkata, "di sini rumah saya pak Haji", sambil jari tangannya menunjuk ketengah-tengah lumpur. "Di sebelah sini pesantren, dan itu makan pak Yayi" (maksdunya Kiayi). Si tukang ojek antusias sekali bercerita, yah mungkin juga itu cara agar saya yang menyewa jasa ojeknya gak bosen. Karena yang dilihat selama keliling dengan Honda nya si mas cuma ngeliat lumpur. Tukang ojek ini pun menyampaikan sedikit keluh kesah, tentang pekerjaannya yang hilang, keluarga yang harus pindah-pindah kontrakan, ganti rugi yang belum selesai, dan tentu saja masa depan anak-anaknya yang terancam suram karena tak punya tempat tinggal tetap. Betul-betul mengenaskan.

Di Sini, di Aceh, memang pernah ada bencana dahsyat, Tsunami. Tahun 2004 bencana itu datang. Tapi, bencana Tsunami itu telah berakhir. Malah Kota Banda Aceh sekarang sudah kembali memiliki gedung-gedung megah dan penghuni yang juga makin padat. Tsunami di Aceh seolah telah hilang jejaknya. Hal berbeda dengan keadaan di Lapindo. Lumpur yang bercampur gas masih terus keluar dari lubang utama. Volumenya pun tak kunjung berkurang. Ada kemungkinan tanggul penahan ini pun akan dilampaui oleh tingginya volume lumpur yang ada. Ngeri, apa yang akan terjadi bila tumpukan lumpur menjadi 2 kali, atau 3kali, atau bahkan lebih dari 3 kali banyaknya menimbun tanggul.

Di Aceh juga pernah ada  konflik. Namun Alhamdulillah, sekarang sudah berakhir dengan kedamaian. Berbeda dengan kehidupan di sekitar tanggul. Mereka harus berperang dengan lapar, dengan penghasilan yang tak menentu. Hidup bergantung dari uluran tangan orang-orang yang datang berkunjung ke wisata duka ini. Makin hari, para pengunjung yang datang juga makin sedikit, sedangkan kebutuhan hidup mereka justru makin tinggi. Petaka mengintai mereka tanpa ada kejelasan kapan akan berakhir.

Di tengah-tengah genangan lumpur ini, delegasi linterasi IGI Aceh Timur berbagi dengan para korban. Menaiki ojek berkeliling lokasi lumpur. Semoga kunjungan ke tempat penuh cerita duka ini menjadikan para guru memiliki hati yang tulus dan welas asih terhada sesama. Benar-benar menjadi guru professional yang selalu berbagi untuk kebaikan semua insan.

Salam literasi

1 komentar: