Jumat, 17 Oktober 2014

MENEMANI GURU-GURU SMAN 1 MADAT




Hari masih pagi,sobat saya Pak Fauzan, S.Pd. sudah ngebel saya. Dia menanyakan apakah saya sudah bisa berangkat menuju SMAN 1 Madat. Hari itu adalah Sabtu, 11 Oktober 2014, saya memang ada kesepakatan dengan SMAN 1 Madat. Jadwal yang sempat tertunda selama 1 bulan. Kegiatannya tidak terlalu besar. Saya diminta menemani guru-guru SMAN 1 Madat menyempurnakan perangkat pembelajaran yang telah disusun para guru.

Menjelang pukul 08 pagi kami berangkat dari kota Peureulak. Pake angkutan umum kelas jumbo. Gak seperti kepala sekolah lain, pak Fauzan, S.Pd. yang sudah hampir 1 priode di SMAN 1 Madat belum mau membeli mobil pribadi. Alasannya karena belum ada tempat untuk nyimpan mobilnya...hehehe. Dengan mobil umum pun lebih santai, tinggal bayar dan bisa nyantai sampai tujuan. Kalau beruntung dapat bonus tidur di kursi.

Udara pagi yang masih segar menemani perjalanan.Tidak ada halangan berarti. Hanya saja harus transit, ganti pesawat kalo di Kuala Namu, tapi karena ini kejadiannya di Kota Julok, maka cuma ganti mobil aja. Biasalah, sampai Julok sewanya tinggal kami bertiga. Tidak mungkin sang supir melanjutkan sampai ke Madat. Alhamdulillah, jumbo pengganti pun kencang lajunya. Sebentar saja sudah tiba di Desa Paya Demam. Desa ini adalah salah satu persimpangan terdekat menuju SMAN 1 Madat.

Musim panen, persimpangan paya demam sepi, tak ada RBT/OJEK. Kami pun terpaksa memanggil ojek pribadi, 2 orang guru laki-laki ditelpon oleh pak Kepsek Madat untuk jemput kami. Tak terasa perut pun keroncongan, sambil nunggu 2 orang sahabat tiba, saya makan lontong dan minum teh hangat. Pengen tau gimana sih rasanya lontong di Paya Demam ini. Ternyata benar dugaan saya, ini lontong enak banget dikunyahnya, dan rasanya juga khas. Gak lama bersih tuh piring ane embat isinya. Teh hangat pun melengkapi kenikmatan lontong sayur. 

Penjemput telah tiba. Pak Nawi dan Pak Kamar menjemput dengan 2 buah sepeda motor tua. Kedua penjemput ini pun kami ajak rehat dan minum kopi terlebih dahulu. Menunggu kedua sahabat ini minum, saya mendengar pembicaraan mereka dengan sang pelayan. Ternyata yang melayani saya tadi adalah alumni SMAN 1 Madat. Alumni ini punya sejarah hidup yang bikin saya sedikit terkejut, ternyata dia seorang mualaf bersama ibunya. Ya Allah, di daerah yang rawan saat konflik aceh dulu ternyata ada mualaf. 

Tak banyak info tentang sang pelayan yang mualaf bisa saya dapat. Kami segera meluncur ke SMAN 1 Madat. Sampai di depan sekolah saya langsung disambut senyuman para guru. Alhamdulillah, kali kedua saya bisa ke sekolah ini. Kegiatan bersama para guru ini sesungguhnya bukanlah pelatihan dari IN kepada dampingan, ini lebih tepat disebut sebagai kegiatan berbagi pengetahuan. Para guru sudah mengikuti diklat kurikulum 2013, MGMP, maupun bentuk kegiatan kolektif lain. Saya hanya menemani para guru untuk menyempurnakan apa yang sedang mereka kerjakan.

Pak Fauzan, S.Pd. membuka pertemuan di aula. Saya senang sekali bisa berada dalam kegiatan ini. Bisa diskusi tentang tugas profesi guru dengan para pelaku utama pendidikan. Fokus disksui pun mengarah pada hal yang paling ngetop di Indonesia saat ini "Kurikulum 2013". Serunya diskusi hingga harus memindahkan lokasi pertemuan. Lokasi pertama terasa kurang nyaman sehingga diusulkan pindah ke ruang guru. 

Meski sekolah ini berada di paling Barat Aceh Timur, namun saya salut dengan semangat berdiskusi guru-guru di sekolah ini. Dua sekolah yang telah mengundang saya untuk berdiskusi ini memang berada jauh dari Ibu Kota. Karena jauh dari pusat kota ini membuat mereka jarang dikunjungi pejabat teras. Jadi tidaklah salah bila saya coba menemani para guru. Semoga ada manfaat dari pertemuan singkat ini buat pribadi guru, saya, dan juga warga sekolah lainnya. Selamat menjalankan tugas profesi buat para guru SMAN 1 Madat. Dan spesial buat pak kepsek, semoga semua rencananya bisa direalisasikan.

Kamis, 16 Oktober 2014

“HOME SCHOOLING ALA AKTIVIS PENDIDIKAN”



Lebih dari 3 jam saya menunggu pertemuan ini. Sang tuan rumah tidak semudah saya dalam membagi waktu bahkan untuk sebuah pertemuan di kantornya sendiri. Galeri Balitaku dan kantor Majalah Potret adalah tempat tinggal sekaligus kantor bagi sahabat saya yang sudah saya kenal sejak tahun 1998 lalu. Perkenalan yang terjadi akibat adanya berbagai kegiatan Lembaga Swadaya Masyarakat Aceh.

Bang Tabrani, saya memanggilnya begitu, adalah seorang guru Bahasa Inggris yang aktif berkiprah dalam pengembangan pendidikan formal di sekolah dan nonformal melalui lembaga swadaya yang dipimpinnya yaitu CCDE. Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama sejak 10 tahun terakhir bahkan lebih. Jadi wajar kalau penantian tiga jam itu tidak berarti apa-apa dibandingkan kerinduan untuk mendapatkan diskusi dan pencerahan dari sosok aktivis senior ini.

Para staf di kantor Majalah Potret mengatakan Bang Tabrani sedang ada sesi. Dan memang benar, kami dapat telpon dari beliau langsung bahwa saat itu sedang mengisi sebuah Pelatihan di Hotel Mekkah Banda Aceh. Untuk memanfaatkan masa-masa menunggu itu, saya mengisinya dengan kegiatan mengunjungi toko buku Zikra di Kota Banda Aceh. Maklumlah, di tempat saya tinggal, di Kota Peureulak, belum ada toko buku selengkap Zikra Banda Aceh.

Dari toko buku kami kembali lagi ke Kantor Majalah Potret, dan tak lama kemudian Bang Tabrani pun datang. Kami saling sapa dan bertanya kabar, Alhamdulillah beliau tidak jauh berubah, bahkan tidak tampak wajah kesusahan yang tergores sedikitpun di wajahnya meski seluruh keluarga, anak-anak dan isterinya telah “merdeka” bersama musibah tsunami tahun 2004 lalu.

Satu hal yang masih saya dapati dari beliau dan tidak hilang sama sekali adalah bagaimana beliau mendidikk anak-anaknya dalam berbahasa. 2 orang anak beliau yang belum genap 8 tahun pun dan seorang yang masih belum bersekolah telah dilatih berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris. Komunikasi menggunakan bahasa Inggris ini saya tahu persis telah beliau lakukan sejak dahulu. Bagi beliau pembiasaan pengunaan Bahasa Inggris di rumah memiliki banyak keuntungan, antara lain:


  1. 1.       Menghemat biaya les Bahasa Inggris yang memang tidak murah lagi di Banda Aceh. Bayangkan kalau sejak kelas 5 Sekolah Dasar anak sudah harus les Bahasa Inggris, tentu tidak sedikit biaya yang dikeluarkan. Apalagi kalau sebuah keluarga punya banyak anak, lebih banyak lagi biaya yang harus dikeluarkan.
  2. 2.     KSetiap Saat. Kapan saja kita mau didik selalu ada kesempatan di rumah. Tidak harus menunggu jadwal les, pagi dan siang, sore ataupun malam selalu ada kesempatan berlatih. Bukankah semakin sering berlatih akan semakin membuat anak kita mahir.
  3. .       Pembelajaran kontekstual. Tidak perlu mengikuti jadwal les berdasarkan tema. Pada pagi hari pembelajaran bisa saja tentang bangun tidur. Di siang hari anak bisa dilatih komunikasi tentang makanan atau jajanan ringan, malam hari bisa tentang bulan purnama, dan lain-lain. Anak belajar berkomunikasi sesuai dengan suasana yang sedang dialami, langsung tanpa ada rekayasa tema. Pembelajaran yang sesuai dengan kondisi nyata dan langsung tentu akan lebih memudahkan proses pembelajaran dan memberikan ingatan yang lama dalam memory otaknya.
  4. 4.       Semua benda yang ada di dalam rumah dan di sekitar rumah adalah media pembelajaran gratis. Tidak perlu belanja media, kita tinggal memanfaatkan apa yang ada.
Tentu masih banyak keunggulan lain yang saya lihat dari proses pembelajaran komunikasi Bahasa Inggris di rumah. Dan saya tahu kalau sobat saya ini konsisten dengan gerakan pembelajaran bahasa inggris bagi darah dagingnya. Konsisten menjadi salah satu kunci keberhasilan pendidikan di rumah. Kalau dicermati lagi, apa yang telah dilakukan Bang Tabrani Yunis terhadap anak-anaknya mirip dengan kegiatan Home schooling. Meski tidak mirip 100%, tetapi bisa saja ini dikatakan home schooling ala aktivis pendidikan.
Ngobrol dengan Bang Tabrani ternyata terasa singkat. Tak terasa waktu beliau sudah habis untuk saya karena beliau harus kembali mengisi pelatihan lagi. Di saat-saat akhir diskusi, beliau menyatakan tentang keinginan meningkatkan kemampuan guru dalam kompetensi menulis. Namun kemampuan menulis ini juga harus dimbangi dengan kemampuan membaca. Dari dua kompetensi ini, membaca dan menulis ternyata yang harus didahulukan adalah kompetensi membaca. Sebagaimana ummat Islam diperintahkan dengan perintah Membaca (Iqra). Oleh karena itu misi selanjutnya adalah gerakan Sekolah Literasi atau sekolah Iqra di Aceh. Akankah ini menjadi gerakan seumpama home schooling di keluarga sahabat saya, mari kita jadikan sekolah literasi di Aceh ini gerakan pembelajaran seperti prinsip-prinsip home schooling ala aktivis. Selamat datang para agen literasi Aceh.
Garuda Plaza Hotel,

16 Oktober 2014 

IN ON IN KURIKULUM 13 "GURU TAMBAH PINTAR MURID JADI BODOH"


Mengawali kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk Kepala Sekolah SMP/MTs adalah perjalanan 4 jam dari Langsa menjuju hotel Garudaplaza di Medan. Ada 7 orang penumpang, 3 pengawas dan 4 orang lagi adalah Kepsek binaan yang akan menjadi peserta utama pelatihan PKB dari ProDEP-Ausaid. Dengan mobil Inova keluara tahun 2012 kami meluncur meninggalkan kota Langsa pukul 8.30 WIB. Duduk di Bangku sewa depan, di samping pak supir adalah sahabat saya Pak Abdul Rahim, S.Pd. M.Pd. Beliau sudah membekali diri dengan koleksi lagu-lagu yang akan diputar agar perjalanan menuju medan tidak sepi.

Di barisan tengah ada Pak Ikhsan, kepala SMPN 1 Peureulak Timur, di tengah ada Pak Sinarta Purba Kepala SMPN 4 Birem Bayeun, dan di Pinggir paling kanan ada saya sendiri yang sengaja memilih duduk di bagian paling pinggir kanan supaya gak terganggu penumpang lain yang mau masuk ke belakang. 
Di  bagian belakang juga terisi penuh oleh 3 orang penumpang. Penumpang paling kiri adalah Pak Supiono, S.Pd. M.Pd. Korwas yang merupakan penumpang  paling terakhir naik ke mobil. Di samping beliau ada pak Nasir Birem Bayeun I serta di sudut diisi oleh Pak Jasman, Kepsek SMPN 1 Rantau Seulamat.

Perjalanan ini kami lewati dengan selingan diskusi-diskusi kecil pengalaman kami selama menjalankan tugas sehiari-hari. Candaan namun bisa juga dijadikan pelajaran saat dengan lepas dan santai saya coba lepaskan isu-isu yang ada di sekolah. Misalnya, "gimana dampak kegiatan pelatihan yang berhubungan dengan K-13 dilakukan menggunakan pola In-On-In?" Pak Ikhsan santai menjawab bahwa dengan kegiatan pelatihan yang  begitu intens, guru-guru mendapatkan porsi pelatihan yang sangat maksimal malah di atas maksmimal lagi, jelaslah guru-guru sekarang akan bertambah pintar, namun siswa-siswa di kelas bertambah bodoh. "Kok bisa?" tanya saya. Pak Kepsek Petir itu bilang karena di kelas sering tidak ada guru. Hehehe, mungkin guru penggantinya pun  tidak ada karena sedang mengikuti pelatihan juga.

Begitulah, pemerintah sangat fokus menyediakan anggaran yang besar untuk Diklat guru agar mahir "berselancar" dengan K-13. Tetapi pelaksanaan Diklat untuk seluruh guru, khususnya di Aceh dalam tempo 2 bulan secara masif jelas akan mengganggu sekolah. Dalam sehari bisa 3 guru absen. Kelas kosong bisa seharian penuh. Guru piket tidak bisa masuk, sebab anak-anak sudah bosan dikasih tugas dan catatan. "Kan bisa masuk kepala sekolahnya?" kata saya.
Kepala sekolah ada yang menjawab "tidak bisa pak".
"Kenapa pak tidak berani masuk?" tanya saya sambil sedikit terkejut
Pak kepsek sambil tersenyum jawab "takut gurunya marah, saya saja tidak masuk kenapa bapak masuk".

Hehehe, begitulah situasi imajiner dalam diskusi dengan pak kepsek. Betapa upaya yang dianggap baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui diklat guru sebagai keniscayaan perubahan kurikulum secara sadar atau tidak telah menyebabkan siswa kehilangan haknya mendapatkan pengalaman belajar. Pola pendidikan guru mestinya didesain agar tidak atau minimal mengurangi adanya penghilangan hak-hak siswa mendapatkan pembelajaran di kelas. semoga ke ada perubahan di bawah kabinet baru 20 Oktober 2014.

Sabtu, 11 Oktober 2014

BERBAGI DENGAN TEMAN GURU SMAN 1 PEUNARON



Sebuah kehormatan bagi saya saat kepala SMA Negeri 1 Peunaron Kabupaten Aceh Timur meminta kehadiran saya di sana. "Pak Nurdin, bisa gak bantu kami di SMA Negeri Peunaron untuk fasilitasi guru-guru menerapkan kurikulum 2013", ajak pak Husin, S.Pd. sang kepsek yang sudah bertugas di daerah Peunaron dan sekitarnya sejak belasan tahun lalu. Saya pun segera mengecek jadwal pengawasan saya, dan Alhamdulillah disepakati jadwal kegiatan bisa dilaksanakan pada 1 Oktober 2014. "Oke pak, tanggal 1 saya bisa ke sekolah bapak," jawab saya singkat.

Rabu, 1 Oktober 2014 pukul 09.00 WIB pak Husin sudah menunggu saya  di simpang Kampung Beusa, ini adalah simpang bagi warga Aceh yang akan menuju Peunaron sampai ke perbatasan Kabupaten Gayo Luwes. Sebentar istirahat di simpang kampung beusa, sambil menikmati segelas teh hangat yang nikmat di warung langganan pak Husin itu.Setelah teh habis saya reguk, perjalanan pun dilanjutkan menuju Kampung Peunaron.

Perjalanan menuju peunaron menempuh jarak kurang lebih 60 Km, dan biasanya ditempuh dalam waktu paling lama 90 menit. Jarak dan waktu tempuh yang tidak seimbang. Masa cuma 60 Km sampai bisa makan waktu selama itu. Ya, ini bukan disebabkan oleh kendaraan yang kami gunakan, penyebab utamanya adalah jalan yang kami lalui tidak semulus jalan di kota-kota di Indonesia. Jalan ke Peunaron dihiasai oleh banyak lubang. Malah terasa janggal kalau mulus tanpa lubang, hahaha, bisa bikin kita ragu sedang menuju Peunaron atau hendak ke kota Langsa.

Mobil Fortuner yang kami tunggangi melaju dengan nyaman. Memang mobil mahal menentukan kenyamanan. Namun begitu, kami tetap tidak bisa memacu kendaraan ternama ini di atas kecepatan rata-rata. Perjalanan sesekali harus kembali ke nol Km/jam karena masih ada badan jalan yang putus tiba-tiba dan harus berhenti total. Mobil juga terpaksa harus berhenti bukan karena lubang atau jalan buruk, setiap tempat ada saja teman pak Husin yang menyapa dan harus dijawab dengan terlebih dahulu memberhentikan mobil. Banyak betul kawan pak Kepsek ini, kalau diturutin semua sapaan itu dengan terlebih dahulu menghentikan mobil, jam berapa bisa sampai di Peunaron. Sesekali cukup say hallo saja lah pak kepsek.

Menjelang pukul 10.30 WIB kami tiba di SMA Negeri 1 Peunaron. Disambut tawa renyah para guru bikin saya deg-degan juga, "mereka sudah menunggu dan nampak sudah sangat siap berbagi, apakah bisa saya memberikan yang terbaik untuk teman-teman guru di sekolah ini", bisik hati kecil saya. Tidak ada perbuatan baik yang Allah SWT tidak meridhainya, apalagi kegiatan ini saya niatkan bagi perbaikan pembelajaran di kelas sehingga siswa SMAN 1 Peunaron bisa mendapatkan pembelajaran yang lebih baik. Itu harapan saya. Harapan ini makin membesar tat kala berjumpa dengan para guru dengan wajah-wajah penuh harap setelah menanti selama 1 minggu untuk kegiatan ini.

Suasana pembukaan yang singkat menunjukkan pak Kepsek ingin waktu yang ada digunakan semaksimal mungkin untuk diskusi dengan para guru. Perubahan kurikulum yang menuntut guru melakukan perubahan mulai dari perencanaan sampai penilaian pembelajaran telah meresahkan para guru. Mana yang benar, begitu banyak format-format perencanaan yang beredar tanpa tahu substansi dan sumbernya. Frekuensi pelatihan maupun kunjungan pengawas pembina ke SMAN 1 Peunaron masih rendah. Jadi wajar bila para guru banyak mengajukan pertanyaan-pertanyaan selama diskusi.

Kegiatan diskusi diselingi praktek membuat perencanaan model Kurikulum 2013 berakhir pukul 5 sore. Hasilnya seluruh peserta telah memiliki kesefahaman dalam membuat prencanaan pembelajaran. Namun ada satu materi yang tidak terbahas yaitu tentang penilaian proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan lanjutan ini masih belum menemukan jadwal yang pas, karena ternyata kegiatan saya sampai tanggal 17 nanti tidak ada yang kosong. 

Tunggu aku di kota mu yang damai....
Peureulak, 2 Oktober 2014

Nurdin (pengawassekolahaceh.blogspot.com)