Senin, 24 April 2017

NGOMONGIN RPP




Saya belum pernah secara khusus melihat Rencana Pelaksanaan Pembelajaranm milik negara-negara yang telah maju pendidikannya. Katakanlah misalnya RPP guru dari Finlandia, New Zealand, Australia, Jepang, Korea, atau Inggris. Sehingga saya belum bisa memastikan apakah RPP di negara-negara maju tersebut mirip atau berbeda dengan RPP yang dibuat oleh guru-guru di sekolah yang saya pimpin. RPP yang dibuat oleh guru-guru yang baru saja pulang pelatihan dengan tutor atau fasilitator handal binaan Kemendikbud RI.

Riset tentang kemiripan RPP ini ingin saya lakukan kalau ada kesempatan dan ada yang bantu, terutama bantuin duitnya..hehehe. Karena hampir sering saya temui di berbagai kegiatan guru, misalnya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), didominasi oleh materi pembuatan RPP. Kenapa ya Perencanaan  pembelajaran kok gak selesai-selesai dibuat guru! Kalau persoalan kualitas RPP yang jadi masalah, tentunya para ahli di Kemnedikbud dapat menyelesasikannya gak pake lama. Kalau memang masalah utama dunia pendidikan adalah buruknya RPP, saya rasa dengan kecanggihan teknologi saat ini kita bisa dapat RPP dari banyak sumber. Kalaupun gak bisa langsung dipakai, paling modifikasi sedikit sudah oke digunakan guru. Jadi, kalau memang kita berpedoman perencanaan pembelajaran menentukan kualitas hasil belajar, berarti negara negara maju tadi punya perencanaan pembelajaran yang mantap. Perlu diteliti, mana tahu justru RPP yang dihasilkan guru kita jauh lebih baik, karena dibuat dalam forum forum kegiatan guru yang profesional seperti MGMP dan KKG.

Salah seorang kepala dinas pendidikan pernah menyampaikan bahwa RPP kita sudah sangat tebal, tetapi kenapa mutu pendidikan kita tidak setebal RPP nya. Benar gak ya kualitas pendiidkan kita disebabkan oleh RPP yang tebal itu namun gak bisa diterapkan. Kalau kita mau jujur, berapa persen guru yang mengajar sesuai dengan RPP yang telah disusunnya? Berapa persenkah RPP itu mampu disajikan oleh para guru sekaliber IN, IP, atau IK? Pertanyaan yang gampang-gampang susah jawabnya. Gak perrcaya, cobalah diriset.

Miris jadinya apabila pemerintah ngasih biaya, kadang biaya itu adalah hasil ngutang dari luar negeri duitnya, terus dipake untuk kegiatan penyusunan RPP. Lah, setelah RPP selesai disusun, bukan diterapkan di kelas tetapi disimpan dilemari kaca. RPP ini akan keluar saat guru yang bersangkutan disupervisi oleh pengawas atau kepala sekolahnya. Tahun depan, RPP itu akan dibongkar oleh pemiliknya. Nama kepala sekolah, tahun pelajaran disesuaikan agar saat diperiksa tetap dianggap up-todate. Terus ngajarnya gimana? Anda bisa jawab sendiri ya pembaca semua, guru lebih nyaman ngikutin materi buku paket yang ada padanya, plus LKPD yang juga disediakan oleh penerbit. Biasanya LKPD nya sepaket dengan buku teksnya.

Saya pernah ditantang untuk menyederhanakan RPP di suatu sekolah pada  tahun 2008. Saat itu saya masih seorang guru yang semangat bikin administrasi guru (bukan sombong). Sampai sekarang tantangan itu masih terngiang di benak saya. Ingin saya buat RPP ini jadi 1 lembar saja. Selembar tapi benar-benar bisa jadi pedoman guru dalam melaksanakan Pembelajaran di kelas. Persoalan sering muncul saat kita melakukan kreatifitas dalam bentuk penyederhanan perencanaan pembelajaran ini. Bila tak sesuai standar akan dianggap salah, menyimpang dan tidak standar nasional. Orang tidak mau atau jarang melihat keterpakaiannya. Tidak standar tapi kalau bisa dimanfaatkan dan justru dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, kenaapa tidak kita coba. Hayo yang sudah dipanggil bimtek menulis, siapa yang bisa bantuin saya menyederhanakan RPP.

Haruskah kita menghabiskan waktu sampai seminggu untuk menyusun RPP, padahal itu hanya digunakan untuk waktu yang lebih singkat, 90 menit. Jadi wajar kalau guru mengeluh gak sempat belajar karena waktunya habis digunakan untuk bikin RPP. Saatnya memangkas waktu dan menyederhanakan perencanaan terapi hasilnya bisa mengimbangi kualitas pendidikan di Finland sana. Mungkinkah?

Ngomongin RPP akan menghasilkan suatu telaah positif bagi perbaikan dan penyederhanaan RPP. Kalau bisa, perencanaan pembelajaran bisa dimasukan ke saku baju para guru dan bisa dibuka saat akan digunakan. Ringan namun memuat rangakain kegiatan terstruktur dalam pembelajaran. Perenanaan seperti ini bisa selesai dibuat dalam waktu 15 menit tapi dapat digunakan untuk durasi pembelajaran 180 menit. Inovasi kurikulum yang berubah setiap 10 tahun mestinya makin menyederhanakan tugas guru dalam membuat RPP, bukan sebaliknya.


Kita menunggu ada guru yang berani membuat perencanaan pembelajaran sendiri yang sederhana tapi efektif dalam meningkatkan kualitas hasil belajar para siswanya. Selamat mencoba.

SMK...BISA!!!

Sabtu, 22 April 2017

UANG DAN SEKOLAH






Banyak organisasi yang dibentuk untuk kepentingan profit. Organisasi bisnis adalah salah satu contoh nyata bahwa pembentukannya memang untuk mencari keuntungan. Segala keuntungan yang bisa lebih mudahnya diganti dengan sebutan uang. Ya, hanya uang yang dikumpulkan dan uang juga yang dijadikan sebagai alat berjalannya organisasi profit. Bila uang sudah tidak bisa didapat lagi berarti organisasi teresbut dikatakan bangkrut dan akan "gulung tikar" segera mungkin.

Lalu bagaimanakah dengan sekolah, Apakah sekolah termasuk organisasi profit?

Sejarah panjang sekolah tentu bisa kita dapat dari berbagai referensi. Tetapi yang paling sederhana sekolah adalah organisasi atau institusi negara yang dibentuk untuk memberi pelayanan kepada warga negara di bidang pendidikan. Pelayanan ini tentu tidak didasari mencari keuntungan secara finansial berupa uang. Tidak ada sekolah yang dibentuk untuk mencari uang. Jika ada sekolah yang dibentuk oleh siapapun dan ditujukan untuk mendapatkan keuntungan berupa uang tanpa mempertimbangkan aspek-aspek pelayanan publik, maka sesungguhnya yang sedang dibangun itu bukan sekolah, melainkan pabrik pendidikan.

Sekolah sebagai sebuah institusi negara tentu dibentuk oleh negara. Negara punya kuasa untuk membangun sekolah di setiap tempat dimana warga negara membutuhkan pelayanan publik di bidang pendidikan. Masyarakat boleh membantu membangun di tempat-tempat yang belum ada sekolah karena keterbatasan pemerintah. Tetapi ini juga mestinya tidak boleh terjadi. Bila masyarakat yang membangun sekolah, biasanya visi misi sekolah akan disesuaikan dengan keinginan pendiri sekolah, tidak murni lagi untuk memberikan pelayanan publik di bidang pendidikan.

Sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah diberi gelar sekolah negeri. Semua fasilitas disediakan oleh negara. Inilah yang sekarang masih menjadi persoalan dasar, betapa pemerintah belum bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan dasar yang harus ada di seklah, misalnya; guru, sarana, dan pembiyaan yang memadai. SEringkali kita temui sekolah yang baru dibangun dengan cepat akan punya gedung, dilengkapi dengan satu orang kepala sekolah. TEtapi sekolah baru tersebut akan lama sekali memiliki guru yang lengkap, sarana yang memadai, dan pembiayaan yang cukup.  Dengan berbagai kekurangan itulah sekolah-sekolah negeri memulai operasionalnya, serba keterbatasan dalam jangka waktu yang tidak terbatas juga, bisa lama namun bisa juga hanya beberapa tahun.

Hal yang berbeda terjadi ketika sekolah dibangun oleh pihak swasta yang punya banyak uang. Gedung sekolahnya belum rampung tetapi mereka sudah memiliki kepala sekolah, guru, dan stat tata usaha hasil seleksi. Tak tanggung-tanggung malah, seleksinya bisa terjadi secara nasional. Tetapi sekolah seperti ini biasanya juga banyak diisi oleh para siswa dari kalangan tertentu terutama yang memiliki uang banyak, keluarga pejabat, atau keluarga para elit di negeri ini.

Sekolah-sekolah negeri yang tidak punya guru cukup, tentu harus menerima guru honor atau guru bakti. para guru non PNS ini melakukan pekerjaan sama seperti PNS tetapi mendapatkan penghasilan yang lebih rendah dari upah pekerja kasar. ADa daerah yang hanya membayar 5 ribu rupiah bagi guru yang telah melaksanakan tugas mengajar 4 x 45 menit. Itupun dibayarnya per triwulan. KEnapa tiap 3 bulan? Itu disebabkan sumber honorarium mereka berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah.

Juknis Penggunaan dana BOS pun selalu berubah. Hampir setiap tahun ada perubahan. Syukur kalau perubahannya itu makin membuat sejahtera sekolah. Beberapa tahun yang lalu para kepala sekolah sempat dibuat pusing oleh dana BOS ini. Masalahnya adalah dalam juknis BOS dilarang membayar honor guru non PNS. TErus dari mana honor para guru non PNS ini! Minta uang dari masyarakat gak boleh, katanya itu pungli. sedangkan di sekolah jumlah guru honor melebihi guru PNS. Tidaklah mungkin tugas negara ini dilakukan secara kerja bakti oleh para guru honor yang jelas-jelas melaksanakan tugas negara dalam memberikan pelayanan pendidikan di negeri ini.

Uang atau pembiayaan memang telah diatur menjadi salah satu standar yang wajib dipenuhi. Siapakah yang wajib memenuhi standar pembiayaan ini? Kalau memang sekolah tidak boleh minta apapun lagi dari orang tua, maka negara secepatnya harus memenuhi kebutuhan biaya operasional sekolah dengan layak. Kalau biaya yang diberikan ala kadar saja, bagaimana mau nuntut mutu yang tinggi. Persoalan biaya, masalah kutip mengutip, kini masih menjadi isu yang sering muncul ke publik disamping berita yang terkait dengan pelaksanaan UJian Nasional (UN).

Ulah oknum sekolah juga bisa saja terjadi. Melakukan aksi-aksi untuk keuntungan pribadi. Selalu ada kemungkinan manipulasi penggunaan dana-dana yang ada di sekolah untuk kepentingan pribadi. Hal ini tentu menjadi tugas pemerintah untuk melakukan pengawasan dan pembinaan di setiap institusinya termasuk di sekolah. Kalau ada kepala sekolah atau pun guru yang "nyeleweng", itu berarti ada kesalahan negara juga dalam melakukan pengawasan dan pembinaan aparatnya di sekolah.

Uang bisa jadi penyelesaian, tetapi uang juga bisa menjadi sumber konflik. Perbedaan penghasilan sesama guru honor atau tenaga kependidikan honor di suatu sekolah bisa menimbulkan kecemburuan. Oleh karena itu, penting dimiliki oleh kita yang saat ini berkecimpung di dunia pendidikan, khususnya di sekolah, janganlah menjadi uang sebagai tujuan keberadaan kita di sekolah. Percayalah, bila kita menjadikan uang sebagai target dan tujuan, bukan sifat pendidik yang ada pada kita, melainkan sifat penjilat dan serakah yang menguasai rongga dada kita. Naudzubillah.

Salam literasi kawan.

Selasa, 18 April 2017

DUNIA SMK


Hari Senin tanggal 27 Maret 2017 merupakan hari penting. Pada hari itu, saya dan teman-teman kepala sekolah menengah atas juga kepala sekolah menengah kejuruan dikukuhkan kembali sebagai kepala sekolah. Hal ini merupakan konsekuensi dari berlakunya UU Nomor 23 Tahun 2014 dimana salah satu ketentuannya mengatur tentang penyerahan pengelolaan SMA dan SMK serta SLB dari pemerintah kabupaten/kota ke Provinsi.

Selain pengukuhan, ada juga yang pelantikan sebagai kepala sekolah baru. Dalam bahasa resminya bisa dikatakan promosi dari guru menjadi kepala sekolah. Memang tidak banyak yang promosi, tergantung dari jumlah unit sekolah baru yang memang belum ada kepala sekolah definitif nya.

Lalu bagaimana dengan saya? Saya datang bukan dikukuhkan, atau promosi, tetapi saya dilantik dalam rangka mutasi dari SMA ke SMK. Loh kok bisa nyebrang dari dunia SMA ke SMK? Saya pun tidak tahu, unik. Ada yang bilang katanya tidak sesuai jalurlah, macam-macam. Kenyataannya saya memang nyebrang "lapak". Semoga yang punya lapak gak marah terlalu lama.

Terkejut itu wajar. Saya sendiri tidak menyangka dimutasi dari kepala SMA menjadi kepala SMK. Dunia yang jauh berbeda meskipun sama-sama di level sekolah menengah atas. Inilah realita karir seorang ASN. Dimanapun ditempatkan harus siap, hehehe. Meskipun kadang ada ASN yang lempar handuk bila ditempatkan pada tempat tugas yang tidak dikehendakinya. Saya terima keputusan ini dan belajar untuk bisa menjalaninya dengan baik. Lagi pula, apasih perbedaannya? kalau dari sisi manajemen saya yakin tidak terlalu banayk beda antara SMA dengan SMK.

Pada tanggal 1 April 2017, saya resmi masuk ruang kepala SMK Negeri Taman Fajar. Sebuah SMK Favorit di Aceh Timur yang membuka jurusan Farmasi dan Analisis kesehatan sebagai jurusan andalannya. Sebuah sekolah yang tenang karena dikeliingi oleh persawahan di bagian depan, belakang dan sebelah kiri (utara). Angin persawahan masih bebas hilir mudik mengisi ruang-ruang kelas dan kantor sekolah ini. Senang rasanya, bisa menatap areal persawahan yang tentunya tidak mudah saya temukan lagi pemandangan sawah begini di desa asal saya di tanah Banten.

Minggu pertama ini saya langsung dihadapkan pada agenda nasional tahunan yaitu UNKP. Berlalu dengan baik, meskipun belum ada anggaran yang masuk ke rekening sekolah saat itu. Tentu saja ini terjadi karena tim di sekolah ini begitu kompak. Salut juga melihat kenyataan mereka dapat bertahan tanpa figur kepala sekolah selama hampir 3 bulan. Ya, kepala SMKN Taman Fajar meninggal dunia 3 bulan lalu. Semoga kekompakan dan keikhlasan yang mereka tunjukkan selama ini bisa tetap dipertahankan.

Kini, mimpi membangun sebuah SMK yang berlevel nasional mulai kami rintis. Perlahan namun pasti sebuah perencanaan bersama untuk jangka panjang, menengah, dan jangka pendek pun telah disusun draftnya. Besar  harapan kami bahwa Dunia SMK di Kabupaten Aceh Timur khususnya dapat tumbuh lebih baik dengan hadirnya saya sebagai orang baru dari Dunia SMA. Semoga semua upaya yang maksimal pada gilirannya akan memberikan hasil terbaik dan membuat keberadaan saya benar-benar diterima Dunia SMK.

Salam SMK...Bisa


Senin, 17 April 2017

SEJARAH SMAN UNGGUL


(BAGIAN #3)




Sabtu cerah ini, tepat tanggal 15 April 2017 saya menghadiri acara perpisahan Generasi 8 SMAN Unggul Aceh Timur. Acara yang perencanaannya saya desain, tapi saat pelaksanaannya saya datang sebagai tamu yang akan dilepas kepergiannya. Hari ini adalah minggu ketiga saya resmi tidak menjabat kepsek lagi di sekolah yang telah 9 tahun bersama saya, baik sebagai guru, pengawas, konsultan PBM dan terakhir sebagai Kepsek.

Agak telat saya dan rombongan dari SMKN Taman Fajar (tempat tugas saya yang baru) tiba di Unggul. Suasana cerah buah dari doa civa unggul agar acara bisa berjalan lancar. Di depan ruang lobi sekolah, saya berjumpa dengan orang yang sangat berpengaruh bukan hanya pada karir saya sebagai PNS, tetapi beliau adalah tokoh kunci “Hidupnya” SMAN Unggul Aceh Timur yang sempat terbengkalai selama 4 tahun, Dialah Bapak H. Agussalim, SH, MH. Merupakan salah satu tokoh kunci beroperasinya sekolah ini pada tahun 2008.

Sejak dibangun sarana fisiknya (gedung) pada tahun 2004 dan selesai pada tahun 2007, sekolah ini memiliki kepala sekolah pertama (K-1, sebutan di unggul) yang bernama Bapak Drs. M. Thaib M. Syah, M.Pd. Sejak dilantik awal Tahun Pelajaran 2007/2008, Pak Kepsek 1 Unggul tidak memiliki guru dan tidak memiliki murid. Aneh, kan! Inilah kenyataan pahit yang penuh tantangan betapa sebuah sekolah unggul tidak memiliki peminat. Tidak ada satupun wali murid dan murid tamatan sekolah menengah pertama yang mau masuk menjadi siswa SMAN Unggul Aceh Timur. Satu tahun beliau berstatus Kepala Sekolah “Jomblo” dan tunggal. Hehehehe.

Tahun 2008, Jabatan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Timur dipegang oleh Bapak H. Agussalim. Putera Peureulak yang sangat konsern pada peningkatan kualitas pendidikan di Aceh Timur. Betapa tidak, sejak Kota Langsa dan Aceh Tamiang menjadi daerah otonomi dan lepas dari Aceh Timur sebagai kabupaten induk, prestasi kabupaten Aceh Timur di bidang pendidikan sepertinya mengalami penurunan dan kalah bersaing dengan Kota Langsa dan Tamiang yang secara fasilitas pendidikan memang telah lebih baik. Dalam rapat pertama kepala sekolah di rumah beliau, seluruh kepala sekolah diminta untuk menyebutkan nama, nama sekolah, dan jumlah murid. Tiba giliran Kepsek 1 Unggul tersebutlah bahwa Jumlah Murid NOL. Spontan Bapak Kepala Dinas Terkejut mendengar ada sekolah unggul yang tidak punya murid.

Langkah cepat diambil pak Kadisdik Aceh Timur ini. Esoknya beliau meninjau langsung lokasi sekolah yang masih terisolir, belum punya jalan sendiri. Jalan menuju sekolah masih pinjam pakai jalan kampung. Kenapa terisolir, karena meskipun ditemani oleh Kabid Dikmen saat itu, Pak Bustami, Pak Kadis tersesat, salah jalan dan bukan menuju ke unggul tapi masuk ke dapur bata. Begitulah misteriusnya lokasi sekolah ini, sampai-sampai kepala dinas tersesat salah masuk.

Setelah mencari jalan yang benar, pak kadis pun berhasil masuk ke unggul dan melihat kondisi nyata sekolah yang sedikit mengerikan. Halaman tengah ditumbuhi semak yang tingginya di atas kepala kita. Tidak ada jaringan listrik, air, dan akses antar gedung juga putus. Selain gedung, maka sekeliling sekolah adalah tanah lumpur yang hanya bisa dipijak pada saat musim panas, ketika musim hujan datang, maka tanah yang ada kembali ke wujud aselinya sebagai tanah persawahan.

Pak kadis yang nekat ini lalu menerapkan strategi unik. Anggaran yang ada di Dinas pendidikan Kab. Aceh Timur diplot khusus untuk mengaktifkan SMAN Unggul Aceh Timur. Dilakukan seleksi guru dari sekolah-sekolah yang ada di Atim. Terpilihlah 17 guru pertama yang menjadi guru perintis unggul. Sejak seleksi penerimaan guru yang saat itu diadakan di SMAN 1 Rantau Seulamat, status Jomblo Pak Thaib pun hilang, sekarang Sang Kepala Sekolah ini sudah memiliki mitra kerja, yaitu para guru ditambah dengan staf tata usaha yang berjumlah 2 orang. Kalau tidak salah saya, nama Ka. TU adalah Pak Efri, dan Bendahara Sekolah adalah Bu Nazla Khairani. Tapi tetap saja sekolah ini aneh. Dibantu pak Kadis, sekolah sudah punya kepala sekolah, guru, TU, dan juga anggaran yang melimpah, tapi sayangnya belum punya siswa.

 H. Agussalim, Pak Kadis yang sangat lincah dalam mengambil kebijakan ini tidak kehabisan akal. Tahun Pelajaran 2008/2009 dibuatlah promosi penerimaan siswa baru sman unggul aceh timur. Selain itu, beliau menjemput para siswa dari SMA-SMA yang ada di Aceh Timur. Usaha ini berhasil. Unggul punya murid, 1 lokal kelas XI MIPA, dan 2 Lokal Kelas X. Kelas XI pertama ada 20 orang. Tetapi lama-lama siswanya gak betah dan balik lagi ke sekolah asal. Siswa yang bertahan hingga tamat dan menjadi alumni pertama berjumlah 10 orang. Kami menyebutnya laskar pelangi unggul jilid 1. Hehehehe, karena tahun berikutnya ada lokal yang jumlah siswanya juga 10 orang. Alumni pertama ini sekarang sudah banyak yang sukses. Alumni Generasi I ini sekarang memimpin ikatan Alumni, yaitu Bang T. Ighfar. Sekarang sudah bekerja di Bank BTN Aceh.

Sejak tahun 2008 inilah, pak Kepsek 1 memiliki status yang sempurna, punya guru, ada murid, tersedia anggaran, dan dukungan kuat dari Kadisdik Atim. Inilah geliat unggul yang berhasil dihidupkan oleh Kadisdik Aceh Timur yang begitu fenomenal. Kami para guru sangat hormat pada beliau.

Setelah memulai ajaran baru di tahun 2008, berbagai cobaan belum berhenti. Hujan lebat mngirimkan air bah laksana Tsunami dan merobohkan tembok belakang asrama putera. Kejadian tengah malam yang menengangkan. Unggul banjir dan mati lampu. Gelap gulita tak ada cahaya lampu sedikitpun. Beda dengan sekarang, bila mati lampu langsung nyala mesin genset sekolah. Tapi tantangan ini pun bisa diatasi dengan baik atas dukungan Sang Kadis yang “pasang badan” demi jalannya PBM di unggul.

Terakhir, sebelum kisah ini saya tutup. Ada satu hal yang para guru ingat tentang apa yang pak kadis lakukan untuk kami. Beliau kalau datang ke unggul masuk ke semua kelas dan melakukan supervisi PBM. Entah beliau mau belajar atau memang mau melakukan supervisi. Yang jelas, bila beliau datang kami para guru selalu meminta beliau untuk masuk ke kelas kami. Rasa bangga bila beliau masuk dan melihat kami belajar. Tidak seperti para pejabat lain, biasanya kalau ada pejabat yang masuk kelas maka PBM akan dihentikan. Kami tidak, kalau pak Kadis datang ke kelas, maka kami akan menunjukkan kegiatan pmbelajaran yang terbaik. Kalau perlu semua siswa bicara pake bahasa inggris…hehehehe.

Itulah, sekelumit kisah tentang peran salah seorang tokoh kunci “hidupnya” SMAN Unggul Aceh Timur. Dari kubang bui (tempat babi mandi lumpur) hingga menjadi menara ilmu. Dari tanah berlumpur, menjadi tempat yang nyaman untuk beraktivitas, dari tak diminati menjadi sekolah yang kebanjiran pelamar siswa baru tiap tahun. Untuk semua yang telah Bapak H. Agussalim, SH, MH, berikan, kami seluruh Civa Unggul Mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Teriring doa semoga bapak bisa tetap mempertahikan kami meskpun sekarang sudah bertugas di Kota Langsa.

Salam hangat kami untuk pak Kadisdik Aceh Timur yang luar biasa.

Aceh Timur, 17 April 2017
Babe Nurdin

Kepsek 2 Unggul

Rabu, 15 Februari 2017

MAU APA SETELAH UNBK?




Penting menentukan langkah yang benar setelah para siswa menyelesaikan Ujian Nasional dan ujian lain sampai dinyatakan lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Lulus SMA  bearti tamat pendidikan menengah, selanjutnya meniti pendidikan lain yang lebih tinggi levelnya yaitu di Perguruan Tinggi. Tidak semua alumni SMA bisa sampai di perguruan tinggi, ada yang terpaksa mengubur impian mengenyam pendidikan tinggi, misalnya karena faktor biaya, kemampuan akademik, dan lain sebagainya. Bagi yang punya keinginan serta ada kesempatan lanjut ke perguruan tinggi, tentu harus benar-benar menyiapkan langkah tepat, bila salah langkah bukan mustahil impian duduk di bangku kuliah hanya ada dalam angan-angan.

Dalam sebuah amanat pembina upacara, Senin 13 Februari 2017, pemimpin upacara saat di lapangan upacara bendera SMA Negeri Unggul Aceh Timur adalah Bu Poppy Elviani, menurut Bu Poppy, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh calon alumni SMAN Unggul Aceh Timur, antara lain :

  1. Perhatikan kecendrungan nilai di raport. Nilai di buku raport menunjukkan potensi yang ada pada siswa. Ini modal awal para siswa memperoleh informasi awal mau lanjut ke mana. Bagi siswa peminatan IPA misalnya, jangan lah memilih fakultas Ekonomi, tapi pilihlah sesuai dengan peminatan yang telah digeluti sejak 3 tahun lalu. Bukan tidak boleh masuk fakultas ekonomi dan menjadi ahli ekonomi, akan lebih maksimal jika pendidikan tinggi yang akan ditempuh sejalan dengan apa yang telah dipersiapkan di SMA. Begitupun sebaliknya. Tetapi ini hanya informasi awal.
  2. Lihat hobby. Apa yang menjadi hobby para siswa. Kalau hobby menolong orang yang sakit, suka membantu meringankan beban orang lain, senang dikehiupdan bermasyarakat, siswa bisa memilih fakultas kedokteran, atau mungkin Fakultas Kesehatan Masyarakat, atau jurusan lain yang nantinya banyak melakukan kegiatan kemasyarakatan. Begitupan kalau siswa hobby dengan hal-hal yang berhubungan dengan mesin, silahkan ambil teknik mesin, atau jurusan lain yang serumpun.
  3. Kemampuan ekonomi keluarga. Pilih jurusan, lokasi kampus, yang memang terjangkau secara ekonomi. lain halnya kalau siswa mendapat beasiswa, tentu bebas memilih dimana saja dan jurusan apa saja. Jangan sampai pendidikan di kampus berakhir di tengah jalan lantaran tidak cukup pembiayaannya.
Ada beberapa hal lagi yang disampaikan Bu Poppy selaku pembina upacara hari itu, tapi ada satu kata yang beliau sampaikan kepada peserta upacara yaitu siswa unggul jangan sampai SALJU. Apa itu SALJU? Salju adalah singktan dari Salah Jurusan. Hehehe, bisa aja Bu Poppy ini. Kalau sampai Salju, maka kalian akan sulit mencapai kesuksesan.

Oleh karena itu, supaya gak ada SALJU, maka harus persiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Para siswa pun senyum-senyum sambil menyusun rencana persiapan dalam hati. Maklum, 2 bulan terakhir ini persiapan akhir supaya gak kena SALJU akan digulirkan secara terjadwal dan simultan di SMA Negeri Unggul Aceh Timur.

Semoga semua civa unggul mencapai hasil yang gemilang. Amiiin

Minggu, 29 Januari 2017

BELAJAR ADALAH PERUBAHAN



Upacara pagi ini di SMA Negeri Unggul Aceh Timur berlangsung khidmat. Pelaksanaan tepat waktu meskipun ada beberapa siswa yang tidak sempat makan pagi. Kalau tidak makan pagi tentu ada saja siswa yang keluar dari barisan karena tidak cukup stamina. Namun secara umum semua berjalan lancar, tertib dan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Pembina upacara hari ini adalah Mrs. Harpilla Disky. Penugasa pembina di sini terjadwal dengan baik, semua guru, baik itu PNS maupun non PNS akan mendapatkan giliran menjadi pembina upacara dan jadwalnya pun disusun sampai semua guru mendapat kesempatan menjadi pembina. Kalau ada yang berhalangan di semester ini, maka bisa dipastikan semester depan akan melaksanakan tugas sebagai pembina.

Ada yang menarik saat penyampaian amanat pembina upacara hari ini. Mrs. Pilla mengurai tentang situasi kekinian yang terjadi diunggul. Mrs. Pilla mengingatkan pada siswa bahwa belajar adalah proses perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik menjadi baik, dari yang kurang menjadi lebih. Utamanya pada persoalan etika (moralitas). Siswa di SMA Negeri Unggul adalah orang-orang yang terpilih, manusia unggulan, maka harus memiliki etika yang sesuai dengan predikatnya itu. Tidak layak siswa di sekolah ini melakukan sesuatu yang tidak etis, tidak sesuai dengan standar moralitas negeri ini. Apalagi kalau dikaitkan dengan ahklaqur karimah, tentu lebih tidak sesuai lagi.

Pembina upara yang sangat bersemangat juga menyampaikan sebuah perumpaan cerdas tentang jati diri siswa unggulan. Umpama sebuah botol, akan dihargai sebagaimana isi di dalam botol. dengan kandungan isinya sebagai berikut:

  1. Bila botol kita isi air minum, mungkin harganya hanya Rp. 3000. 
  2. Bila botol diisi dengan jus, harganya bisa Rp. 10.000,
  3. Bila botol diisi dengan madu, mungkin saja harganya lebih dari Rp. 100.000,- dan
  4. Bila botol tersebut diisi dengan parfum (parfume) tentu harganya lebih mahal lagi.
Jadi, isi didalam botol menentukan penghargaan orang terhadap botol. Bila botol tersebut kita isi air comberan, tentu orang akan membuang botol itu dalam tong sampah. Begitulah diri kita. bila diri kita ini kita isi dengan etika yang jelek, bisa jadi orang-orang tidak akan menghargai kita dan akan mungkin saja akan memperlakukan kita seperti sampah. Apakah kalian mau diperlukan seperti itu?, tanya Mrs. Pilla dalam amatannya. Spontan para siswa menjawab "Tidak". 

Oleh karena itu, lanjut Mrs. Pilla, jika ingin dihargai orang lain, jika ingin berguna untuk orang lain, selalulah isi diri kita ini dengan yang baik-baik. Diisi dengan yang baik belum tentu kita berprilaku baik, apalagi kalau isi kepala dan hati ini yang jelek-jelek, tentu lebih rusak lagi.

Saya menedengar apa yang disampaikan oleh salah seorang guru di Sekolah ini. Amanat-amanat yang disampaikan begitu ril, mengena dengan apa yang terjadi di sekolah dan bermanfaat untuk mereka hidup di masa depan. Tinggal lagi apakah para siswa mau menerima semua nasehat para guru ini dengan sebaik-baiknya.

Di akhir amanatnya, Mrs. Pilla mengajar para siswa untuk tidak menyentuh barang yang bukan milik kita. Jagalah milik sendiri dan jangan ganggu kepunyaan orang lain. Kalau kita tidak mengambil milik orang lain, tentu sekolah akan aman. 

Saya senang hari ini, semua berjalan lancar. Cuma gangguan kecil adalah pada audio system, ini menjadi PR untuk senin yang akan datang. Terima kasih untuk guru-guru, para staf TU, siswa-siswa, serta seluruh warga SMA Negeri Unggul yang telah membantu saya mengelola sekolah ini menjadi sekolah yang terbaik.

Salam.

Jumat, 06 Januari 2017

JIKA PENGELOLAAN SMA/SMK KEMBALI KE PROPINSI, SIAPA YANG DIUNTUNGKAN?





(Kepala SMAN Unggul Aceh Timur dan Waketum IGI Pengembangan Regional Sumatera). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota. Pembagian daerah ini tentu juga diikuti dengan pembagian wewenang dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan.
Urusan pemerintahan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 terdiri atas urusan pemerintahan absolut, konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Sehubungan dengan judul tulisan ini, maka tulisan akan fokus pada urusan pemerintahan yang kedua saja, yaitu urusan pemerintahan konkuren saja.  Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan daerah kabupaten/kota. Berdasarkan urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah inilah yang menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
Salah satu Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) adalah menyangkut urusan pendidikan. Meskipun belum ada Peraturan Pemerintah yang menjelaskan tentang detail proses pengelolaan SMA / SMK ke Propinsi, nyatanya pelimpahan data P3D (Personil, Peralatan, Pembiayaan, dan Dokumen) terus berjalan. Artinya jika tidak ada perubahan terhadap proses verifikasi dan pelimpahan data P3D dari kabupaten/kota ke Propinsi, pada 1 Januar 2017 semua pengelolaan pendidikan menengah (SMA dan SMK) akan sepenuhnya menjadi wewenang propinsi.
Siapakah yang diuntungkan jika hal ini benar-benar terjadi?
Bicara untung rugi dalam pengelolaan pendidikan ini tentu tidak hanya tertuju pada aspek pengelolaan anggaran, ada hal-hal lain yang mengikuti proses pengalihan wewenang pengelolaan urusan pendidikan menengah ini. Pertama, bila kita tinjau dari sisi pengelolaan anggaran, tentu saja Pemerintah Propinsi akan menerima berkah. Betapa Tidak, anggaran yang selama ini tersebar di kabupaten/kota, akan dipusatkan pengelolaannya di propinsi. Berdasarkan data BPS Aceh, pada tahun 2014 jumlah SMA di Propinsi Aceh sebanyak 373 unit. Bila selama ini anggaran untuk sekolah tersebut dikelola oleh 23 Kabupaten/Kota, maka mulai tahun 2017 pengelolaannya ada di propinsi.
Kedua, dari sisi penjaminan mutu, khususnya pada Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), sekolah akan memiliki kualitas dengan standar yang sama antar kabupaten/kota. Hal ini karena perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi SPMI berlaku sama. Propinsi tentu akan memberikan dukungan yang sama kepada semua sekolah yang sejak 1 Januari 2017 nanti berada di bawah wewenangnya. Kualitas sumberdaya insan pendidikan menengah juga akan bisa ditingkatkan  secara menyeluruh oleh Pemerintah Aceh. Saat masih berada di bawah naungan pemerintah kabupaten/kota, terdapat kesenjangan peningkatan sumberdaya insan pendidikan yang tentu saja disebabkan perbedaan PAD tiap daerah, ke depan semua bisa diminimalisir karena sumber pembiyaan program-program peningkatan sumberdaya insan pendidikan berasal dari kas Pemprop Aceh.
Ketiga, distribusi guru lebih mudah dilakukan. Hal ini disebabkan perpindahan guru berada pada kebijakan gubernur. Guru-guru yang menumpuk di daerah perkotaan seperti Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa, dan kota-kota lainnya, bisa didistribusikan ke kabuapten/kota yang membutuhkan. Pendistribusian guru ini penting dilakukan, karena selain kurang dari sisi jumlah, ada daerah-daerah yang kekurangan dari segi kualifikasi jenis mata pelajaran yang diampu. Apalagi untuk sekolah-sekolah kejuruan yang baru dibangun. Mengapa bisa kekurangan guru? Karena selama ini, kabupaten/kota banyak mendapatkan bantuan Unit Sekolah Baru (USB) tetapi tidak diiringi dengan pengangkatan guru (PNS) baru di sekolah tersebut. Selain itu, sekolah-sekolah tertentu yang memiliki jumlah rombel besar, banyak yang mengalami kekurangan guru. Jika dikelola oleh propinsi, kita berharap bahwa Gubernur melalui Dinas Pendidikan Aceh dapat mengatasi kekurangan guru ini, minimal dengan mengeluarkan SK guru Kontrak Propinsi. Ini penting, karena guru-guru honor murni yang selama ini mengabdi di sekolah-sekolah di kabupaten/kota mendapatkan honor yang jauh dari besaran Upah Minimum. SK Guru Kontrak setidaknya bisa memberikan penghasilan para guru minimal sebesar UMP.
Tentu masih ada keuntungan-keuntungan lain yang bisa kita dapatkan dari proses pengalihan ini. Disamping keuntungan tersebut, ada beberapa hal yang mungkin bisa kita anggap sebagai kerugian. Pertama, kabupaten/kota yang selama ini telah melakukan investasi di SMA akan “kehilangan” asetnya. Artinya ada perpindahan kepemilikan aset dari kabupaten/kota ke propinsi.
Kedua, sekolah yang selama ini mendapatkan bantuan pembiayaan operasional pendamping dari kabuapten/kota – meskipun tidak semua daerah memberikan ini – tentu tidak akan mendapatkannya lagi. Hal ini tidak menjadi persoalan apabila Pemerintah propinsi mau menganggarkan bantuan operasional pendamping dana BOS Pusat. Bila tidak ada anggaran pengganti dari Propinsi, dampaknya adalah pelaksanaan program pendidikan di sekolah akan terganggu. Mudah-mudahan hal ini sudah diantisipasi oleh pemerintah Propinsi. Menjadi terganggu karena ini terjadi di semester genap, sementara semua perencanaan termasuk penggajian guru honorer selama ini dibiaya oleh dana bantuan operasional pendamping dari kabupaten/kota. Bila ini tidak ada, sumber anggaran untuk membayar guru honorer tidak ada. Sebagaimana kita ketahui, dana BOS pusat yang terbatas jumlahnya itu tidak bisa digunakan untuk membayar guru honor murni di sekolah menengah atas.
Ketiga,rantai adminstrasi menjadi panjang. Selama ini semua urusan selesai sampai ibu kota kabupaten/kota, malahan ada urusan yang cukup diselesaikan di tingkat kecamatan, yaitu di UPTD. Bila telah berada di bawah kendali propinsi, tentu semua administrasi sekolah berakhirnya di Ibukota Propinsi. Banyak yang berharap dihidupkan lagi Kantor perwakilan Dinas Pendidikan Propinsi di setiap kabupaten/kota. Wacana ini pernah mencuat saat rakor dengan Kepala Dinas Pendidikan di Banda Aceh, dimana nanti akan ada kantor bidang pendidikan menengah Dinas Pendidkan Aceh yang lokasinya ada di daerah kabupaten/kota. Bisa jadi satu kantor pewakilan itu melayani 2 atau 3 kabupaten/kota sebagaimana posisi PPMG saat ini.

Apapun yang terjadi, semua kita berharap agar pengalihan urusan pendidikan dari kabupaten/kota ke Propinsi dapat menguntungkan kita semua, khususnya insan sekolah di seluruh Aceh. Semoga.

(sudah dimuat di media Citra Aceh)

Kamis, 05 Januari 2017

PELAKSANAAN SEMINAR HASIL PENELITIAN TINDAKAN KELAS DI SEKOLAH




(Kepala Sekolah SMAN Unggul Aceh Timur, Wakil Ketua Ikatan Guru Indonesia/IGI Regional Sumatera). Jabatan dan Pangkat seorang guru idealnya berkorelasi dengan kompetensinya. Guru Pembina tentu akan memiliki kompetensi yang lebih baik dibandingkan dengan Guru Pertama, Guru Muda maupun Guru Madya. Perbedaan kompetensi guru antar jabatan/pangkatnya dimungkinkan antara lain disebabkan adanya perbedaan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang telah diikuti oleh guru.

Pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi guru, merupakan sebuah kewajiban sekaligus kebutuhan dalam rangka peningkatan kompetensinya. Pelaksanaan PKB ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara  Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permeneg PAN-RB) Nomor 16 Tahun 2009, tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa kenaikan jabatan / pangkat guru ditentukan oleh pencapaian angka kredit yang harus diperoleh guru. Perolehan angka kredit ini diperoleh dari pelaksanaan kegiatan dari unsur utama dan unsur penunjang. Unsur Utama dicapai melalui kegiatan pendidikan (melanjutkan studi untuk pemenuhan kualifikasi tertentu), pembelajaran/ pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah, dan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB).

Kegiatan PKB ditempuh melalui 3 sub unsur kegiatan yaitu: 1) melaksanakan pengembangan diri, 2) Melaksanakan publikasi ilmiah. Dan 3) Melaksanakan karya inovatif. Pada tulisan kali ini, penulis fokus pada pelaksanaan publikasi ilmiah. Salah satu kegiatan yang bisa dilakukan oleh guru dalam melaksanakan publikasi ilmiah adalah membuat karya tulis berupa laporan hasil penelitian pada bidang pendidikan di sekolahnya, diseminarkan di sekolahnya, disimpan di perpustakaan. Apabila seorang guru membuat laporan, misalnya laporan penelitian tindakan kelas dan diseminarkan serta disimpan di perpustakaan sekolah, maka guru tersebut memperoleh angka kredit untuk kegiatan PKB sebesar 4 (empat) kredit.

Ada guru yang bertanya “apakah boleh kalau laporan PTK yang dibuat oleh guru tidak diseminarkan?” Menurut Koordinator Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Timur, Bapak Supiono, M.Pd., apabila laporan PTK itu tidak diseminarkan maka angka kreditnya tidaklah 4 (empat), melainkan hanya diberikan kredit sebesar 2 (dua) saja. Artinya, tanpa diseminarkan laporan PTK guru akan berkurang sebesar 50% angka kreditnya. Hal ini tentu akan merugikan guru.

Melaksanakan seminar di sekolah sepintas memang mudah, para peserta bisa berasal dari guru di sekolah, menghadirkan tim penilai, dan ada minimal satu orang pemakalah (guru yang akan memaparkan hasil penelitiannya). Persoalan yang dihadapi adalah dari mana biaya pelaksanaan seminar ini? Persoalan dana memang sering mengemuka dan dijadikan salah satu alasan mengapa sangat sedikit sekolah yang menyelenggarakan kegiatan seminar untuk para gurunya.

Di SMA Negeri Unggul Aceh Timur, kegiatan PKB rutin dilaksanakan hampir setiap bulan. Kegiatan PKB – termasuk seminar PTK – dimasukkan sebagai bagian Gerakan Literasi Sekolah. Dengan masuknya agenda seminar dalam program Gerakan Literasi Sekolah, dapat menanggulangi persoalan biaya. Hal ini disebabkan biayanya bisa menggunakan dana-dana yang ada di sekolah. Kesadaran para guru juga penting untuk dibangun. Para guru telah menyadari betapa pentingnya kegiatan seminar hasil PTK sehingga secara suka rela mau memaparkan Laporan PTK nya dan guru-guru yang lainnya menjadi peserta seminar.


Mencermati begitu pentingnya pelaksanaan seminar dan kaitannya dengan kenaikan pangkat/jabatan guru, seluruh pihak berkepentingan diharapkan memberikan dukungan agar seminar hasil PTK guru dapat terlaksana secara teratur. Pelaksanaan seminar hasil penelitian guru ini pada akhirnya bukan hanya bermanfaat untuk guru, tetapi juga menjadi wahana berbagi pengalaman antar guru, baik guru di satu sekolah maupun dengan guru-guru dari sekolah yang lain. Semoga ke depan para guru tidak lagi canggung mempresentasikan hasil penelitiannya. Semangat berbagi pengalaman diharapkan juga makin terpupuk dan menjadi guru yang makin profesional.

(sudah publish di Media Citra Aceh)

JIKA PENGELOLAAN SMA/SMK KEMBALI KE PROPINSI, SIAPA YANG DIUNTUNGKAN


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota. Pembagian daerah ini tentu juga diikuti dengan pembagian wewenang dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan.
Urusan pemerintahan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 terdiri atas urusan pemerintahan absolut, konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Sehubungan dengan judul tulisan ini, maka tulisan akan fokus pada urusan pemerintahan yang kedua saja, yaitu urusan pemerintahan konkuren saja.  Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan daerah kabupaten/kota. Berdasarkan urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah inilah yang menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
Salah satu Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) adalah menyangkut urusan pendidikan. Meskipun belum ada Peraturan Pemerintah yang menjelaskan tentang detail proses pengelolaan SMA / SMK ke Propinsi, nyatanya pelimpahan data P3D (Personil, Peralatan, Pembiayaan, dan Dokumen) terus berjalan. Artinya jika tidak ada perubahan terhadap proses verifikasi dan pelimpahan data P3D dari kabupaten/kota ke Propinsi, pada 1 Januar 2017 semua pengelolaan pendidikan menengah (SMA dan SMK) akan sepenuhnya menjadi wewenang propinsi.
Siapakah yang diuntungkan jika hal ini benar-benar terjadi?
Bicara untung rugi dalam pengelolaan pendidikan ini tentu tidak hanya tertuju pada aspek pengelolaan anggaran, ada hal-hal lain yang mengikuti proses pengalihan wewenang pengelolaan urusan pendidikan menengah ini. Pertama, bila kita tinjau dari sisi pengelolaan anggaran, tentu saja Pemerintah Propinsi akan menerima berkah. Betapa Tidak, anggaran yang selama ini tersebar di kabupaten/kota, akan dipusatkan pengelolaannya di propinsi. Berdasarkan data BPS Aceh, pada tahun 2014 jumlah SMA di Propinsi Aceh sebanyak 373 unit. Bila selama ini anggaran untuk sekolah tersebut dikelola oleh 23 Kabupaten/Kota, maka mulai tahun 2017 pengelolaannya ada di propinsi.
Kedua, dari sisi penjaminan mutu, khususnya pada Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), sekolah akan memiliki kualitas dengan standar yang sama antar kabupaten/kota. Hal ini karena perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi SPMI berlaku sama. Propinsi tentu akan memberikan dukungan yang sama kepada semua sekolah yang sejak 1 Januari 2017 nanti berada di bawah wewenangnya. Kualitas sumberdaya insan pendidikan menengah juga akan bisa ditingkatkan  secara menyeluruh oleh Pemerintah Aceh. Saat masih berada di bawah naungan pemerintah kabupaten/kota, terdapat kesenjangan peningkatan sumberdaya insan pendidikan yang tentu saja disebabkan perbedaan PAD tiap daerah, ke depan semua bisa diminimalisir karena sumber pembiyaan program-program peningkatan sumberdaya insan pendidikan berasal dari kas Pemprop Aceh.
Ketiga, distribusi guru lebih mudah dilakukan. Hal ini disebabkan perpindahan guru berada pada kebijakan gubernur. Guru-guru yang menumpuk di daerah perkotaan seperti Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa, dan kota-kota lainnya, bisa didistribusikan ke kabuapten/kota yang membutuhkan. Pendistribusian guru ini penting dilakukan, karena selain kurang dari sisi jumlah, ada daerah-daerah yang kekurangan dari segi kualifikasi jenis mata pelajaran yang diampu. Apalagi untuk sekolah-sekolah kejuruan yang baru dibangun. Mengapa bisa kekurangan guru? Karena selama ini, kabupaten/kota banyak mendapatkan bantuan Unit Sekolah Baru (USB) tetapi tidak diiringi dengan pengangkatan guru (PNS) baru di sekolah tersebut. Selain itu, sekolah-sekolah tertentu yang memiliki jumlah rombel besar, banyak yang mengalami kekurangan guru. Jika dikelola oleh propinsi, kita berharap bahwa Gubernur melalui Dinas Pendidikan Aceh dapat mengatasi kekurangan guru ini, minimal dengan mengeluarkan SK guru Kontrak Propinsi. Ini penting, karena guru-guru honor murni yang selama ini mengabdi di sekolah-sekolah di kabupaten/kota mendapatkan honor yang jauh dari besaran Upah Minimum. SK Guru Kontrak setidaknya bisa memberikan penghasilan para guru minimal sebesar UMP.
Tentu masih ada keuntungan-keuntungan lain yang bisa kita dapatkan dari proses pengalihan ini. Disamping keuntungan tersebut, ada beberapa hal yang mungkin bisa kita anggap sebagai kerugian. Pertama, kabupaten/kota yang selama ini telah melakukan investasi di SMA akan “kehilangan” asetnya. Artinya ada perpindahan kepemilikan aset dari kabupaten/kota ke propinsi.
Kedua, sekolah yang selama ini mendapatkan bantuan pembiayaan operasional pendamping dari kabuapten/kota – meskipun tidak semua daerah memberikan ini – tentu tidak akan mendapatkannya lagi. Hal ini tidak menjadi persoalan apabila Pemerintah propinsi mau menganggarkan bantuan operasional pendamping dana BOS Pusat. Bila tidak ada anggaran pengganti dari Propinsi, dampaknya adalah pelaksanaan program pendidikan di sekolah akan terganggu. Mudah-mudahan hal ini sudah diantisipasi oleh pemerintah Propinsi. Menjadi terganggu karena ini terjadi di semester genap, sementara semua perencanaan termasuk penggajian guru honorer selama ini dibiaya oleh dana bantuan operasional pendamping dari kabupaten/kota. Bila ini tidak ada, sumber anggaran untuk membayar guru honorer tidak ada. Sebagaimana kita ketahui, dana BOS pusat yang terbatas jumlahnya itu tidak bisa digunakan untuk membayar guru honor murni di sekolah menengah atas.
Ketiga,rantai adminstrasi menjadi panjang. Selama ini semua urusan selesai sampai ibu kota kabupaten/kota, malahan ada urusan yang cukup diselesaikan di tingkat kecamatan, yaitu di UPTD. Bila telah berada di bawah kendali propinsi, tentu semua administrasi sekolah berakhirnya di Ibukota Propinsi. Banyak yang berharap dihidupkan lagi Kantor perwakilan Dinas Pendidikan Propinsi di setiap kabupaten/kota. Wacana ini pernah mencuat saat rakor dengan Kepala Dinas Pendidikan di Banda Aceh, dimana nanti akan ada kantor bidang pendidikan menengah Dinas Pendidkan Aceh yang lokasinya ada di daerah kabupaten/kota. Bisa jadi satu kantor pewakilan itu melayani 2 atau 3 kabupaten/kota sebagaimana posisi PPMG saat ini.

Apapun yang terjadi, semua kita berharap agar pengalihan urusan pendidikan dari kabupaten/kota ke Propinsi dapat menguntungkan kita semua, khususnya insan sekolah di seluruh Aceh. Semoga.

(Sudah publish di Media Citra Aceh)

Rabu, 04 Januari 2017

DELAPAN JAM DI SEKOLAH, APA YANG DAPAT DILAKUKAN GURU SMA?


Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Begitu pentingnya tugas profesi ini, maka Pemerintah mengangkat Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan sebagai guru.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam melaksanakan tugasnya mempunya kewajiban jam kerja. Jam kerja PNS sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995, sebanyak 37 jam 30 menit per minggu, baik untuk 5 (lima) hari kerja maupun 6 (enam) hari kerja sesuai dengan penetapan Kepala Daerah Masing-masing.

Selain memiliki kewajiban jam kerja 37 jam 30 menit, guru diwajibkan melakukan pembelajaran tatap muka minimal 24 jam pelajaran (JP) dan maksimal 40 JP per minggu. Inilah yang selama ini sering menjadi diskusi hangat di kalangan guru, wajib hadir ke sekolah 37 jam 30 menit, ataukah cukup 24 jam tatap muka mengajar di kelas.

Jam tatap muka dalam pembelajaran di sekolah, lama waktunya berbeda-beda. Jenjang SMA, 1 JP = 45 menit; SMP = 40 menit; dan SD = 35 menit. Sehingga di SMA, 24 JP dikali 45 menit berjumlah 1080 menit atau sama dengan 18 jam. Artinya, jika hanya memenuhi kewajiban24 jam tatap muka, guru  SMA baru melaksanakan kewajiban jam PNS sebesar 18 jam atau 48% dari jumlah jam wajib per minggu yang ditentukan yaitu 37,5 jam (37 jam, 30 menit).

Kalau hanya 48% pemenuhan jam kerja PNS, apakah guru melanggar jam kerja PNS sebesar 52% tiap minggu?”

Jawabannya belum tentu. Kenapa? Karena tugas guru bukan hanya mengajar. Ada tugas lain yang juga membutuhkan waktu dalam pelaksanaannya, yaitu : membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Selain itu, tugas mengajar merupakan salah satu tahapan dalam pemenuhan standar proses pembelajaran. Sebelum mengajar guru harus mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), membuat Lembar Kerja Pesert Didik, dan unsur-unsur lain yang harus ada dalam melengkapi RPP. Ini semua memerlukan waktu, mungkin saja waktu yang digunakan untuk menyiapkan itu semua lebih dari 52% total jam wajib PNS.

Lalu, bagaimana guru menyikapi wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang merencanakan peraturan baru dimana guru wajib berada di sekolah selama 8 jam per hari selama 5 (lima) hari setiap minggunya? Dengan jam kerja 37,5 jam selama 6 hari, rata-rata jam kerja setiap hari adalah 37,5 jam : 6 hari = 6,25 jam (6 jam 15 menit). Jika jam masuk sekolah pukul 08.00 WIB, maka siswa meninggalkan sekolah pada pukul 14.15 WIB. Nyatanya saat ini jarang ada sekolah di Aceh, yang keluar sekolah pada pukul 14.15 WIB.

Bagaimana dengan sekolah yang lama belajarnya adalah 5 hari per minggu. Maka setiap hari jam kerja guru di sekolah adalah 37,5 jam : 5 = 7,5 jam          (7 jam 30 menit). Bila sekolah tersebut memulai jam pertama pada pukul 08.00 WIB, maka pembelajaran akan berakhir pada pukul 15.30 WIB (pukul 3.30 sore hari). Sepertinya tidak ada Kabupaten/Kota di Propinsi Aceh yang memberlakukan 5 hari sekolah per minggu.

Kebijakan 37,5 jam per minggu bagi PNS saja tidak bisa dipenuhi secara maksimal oleh guru, apalagi kalau 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Namun tuntutan profesi guru ini tidak bisa dihindari oleh para pendidik di Sekolah. Oleh karena itu, wacana baru yang dilontarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang keberadaan guru 8 jam di sekolah harus diisi dengan berbagai aktivitas sehingga terjadi peningkatan kualitas para lulusan. Pertama, guru bisa memanfaatkan waktu luang untuk merefleksi kegiatan pembelajaran setiap hari. Hasil refleksi ini diikuti dengan hal-hal antara lain: memperkaya materi dan media pembelajaran, memperbaiki metode, serta memperkaya pembelajaran melalui integrasi antar Kompetensi Dasar atau dengan Kompetensi Dasar Mata pelajaran yang berbeda.

Kedua, waktu bisa dikonversi untuk memeriksa seluruh pekerjaan siswa seteiap hari. Hal ini akan menjamin terciptanya penilaian yang otentik. Hasil pekerjaan siswa bila diperiksa, diberi nilai, dan dievaluasi setiap hari, akan meningkatkan kualitas kinerja guru. Nilai-nilai yang diperoleh siswa menjadi semakin cepat diketahui oleh siswa. Percepatan pengungkapan hasil belajar siswa ini akan mempercepat juga pelaksanaan tindak lanjutnya, yaitu berupa pengayaan bagi siswa yang mendapatkan hasil belajar tuntas, atau pembelajaran remedi bagi siswa yang belum tuntas.

Ketiga, waktu luang adalah anugerah Allah SWT untuk setiap manusia, termasuk bagi para guru. Jika tidak ada yang perlu media/metode yang harus diperbaiki, juga tidak ada masalah mengenai hasil belajar siswa, maka guru bisa mengisi waktu luangnya dengan menghidupkan Gerakan Literasi Sekolah melalui kegiatan membaca dan menulis. Pustaka sekolah akan dipenuhi oleh beragama karya tulis guru sebagai hasil berliterasi produktif.

Keempat, guru semakin memiliki waktu untuk berdiskusi dengan rekan sejawat. Diskusi para pendidik tentu akan melahirkan konsep-konsep atau gagasan-gagasan berupa tawaran solusi terhadap berbagai persoalan yang ada di sekolah.

Setiap kebijakan tentu tidak ada yang sempurna, selalu ada celah kekurangan dan kesalahannya, sangat tergantung bagaimana kita menilainya. Titik pentingnya adalah marilah kita konversi waktu luang kita menjadi sesuatu yang berguna khususnya dalam memajukan dunia pendidikan di tanah Aceh.

(sudah publish di Media Citra Aceh)