Minggu, 30 September 2012

PENGAWASAN DAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

KERJASAMA TIM MEMBENTUK KARAKTER BANGSA


Rezeki itu bukan hanya uang. Sebagai guru kita sudah melaksanakan 2 hal untuk bekal di kehidupan abadi, yaitu mengajarkan ilmu yang bermanfaat untuk orang lain dan mempunyai anak-anak sholeh yang selalu terjaga kehalalan makanan bagi mereka karena rezeki guru itu halal datangnya. Hanya saja kita para guru ini belum memiliki harta berlebih yang bisa disedekahkan kepada para mustahik Nasehat ringan dari Pak Maman si "Pejuang Pendidikan" pada postingan lalu.
Tidak 100% salah bila kita memandang bahwa kebahagiaan itu bersumber dari uang. Nyatanya memang demikian, uang menjadi alat tukar satu-satunya yang diakui di pergaulan dunia saat ini. Namun, apakah bisa dibenarkan juga bila hanya uang satu-satunya media paling berpengaruh dalam membentuk karakter bangsa pada siswa dalam sebuah proses pembelajaran? Jawabannya tentu tidak demikian.
Di awal tahun 2009, ketika itu saya menjabat wakil kepala sekolah bidang kurikkulum, SMA Unggul belum punya uang yang cukup dibandingkan saat ini. Keterbatasan menjadi hambatan utama dalam melakukan kerja-kerja pendidikan di sini. Namun ada satu modal yang justeru tidak bisa dinilai dengan uang, bahkan jauh lebih penting dari uang itu sendiri, kerjasama tim. SMA Negeri Unggul Aceh Timur tahun 2009 punya tim yang begitu kompak, memiliki visi yang sama "memajukan pendidikan" Aceh Timur.
Hasil kerja keras tim SMA Unggul Aceh Timur di tahun 2009 ini antara lain dengan berhasil dilaksanakannya sebuah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan menampilkan sebuah drama singkat berbahasa Inggris durasi kurang lebih 20 menit. Sebuah pencapaian yang menjadi bukti bahwa keterbatasan dana bila dikeloladengan baik akan menghasilkan inovasi baru yang cemerlang.
Inilah bukti bahwa melakukan pendidikan karakter tidak bisa dilakukan parsial, harus utuh dan butuh ketekunan banyak pihak. Harapan saya, cuplikan video drama tentang fragmen kehidupan sahabat nabi, Sayyida Umar Bin Khatab, bisa memotivasi pembaca untuk terus menerus melakukan kerja-kerja pendidikan yang mulia ini.
Ucapan terima kasih saya untuk semua civa SMA Negeri Unggul Aceh Timur, dari dulu hingga kini...semoga tetap memberikan yang terbaik...Amin.

Jumat, 28 September 2012

PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

MENINGKATKAN MUTU DENGAN UANG???



Waktu menunjukkan pukul 14.35 WIB, di stasiun Kreta Comuter Line Kramat, Jakarta. Ada yang menyapa saya, "Assalamulaikum," katanya. 
Saya segera spontan menjawab "Wa'alaikkum salam", dan langsung menyalami orang yang mengucap salam tadi. Alangkah terkejutnya, ketika menatap ternyata ia adalah seorang kakek-kakek berpakaian sederhana, membawa tas hitam kecil yang berisi sarung dan kupiah (menurut pengakuannya) serta sebuah kantong coklat, dari keadaannya yang berlubang saya yakin itu adalah kantong untuk membawa pulang burung peliharaan.

"Apa itu pak?", saya memulai percakapan.
Si bapak menjawab "ini burung yang baru saya beli di Pasar Burung (Jalan Pramuka)." 
"Bapak penggemar burung rupanya!" tanya saya menyelidiki tentang hobi nya itu.
"sekedar mengisi hari-hari pensiun saja dek, supaya tidak terasa panjang, gak jenuhlah," jawabnya ringan.

DIA PENSIUNAN GURU
Pahlawan Pendidikan, Pak Maman, dulu berjuang di
SMPN 2 Kota Tangerang dan SMPN Teluk Naga
Untuk melanjutkan perbincangan --kongkow dalam bahasa betawi -- saya memberikan pertanyaan tentang masa lalunya. "Bapak dulu tugas dimana?" tanya saya lagi.
"saya seorang guru dek, saya mengajar di SMP Negeri 2 Tangerang," jawabnya datar, tapi terlihat seolah dia memang masih terkenang dengan profesinya itu.
"Murid-murid saya sudah banyak yang berhasil dan menjadi orang besar", tambahan dari si bapak atas petanyaan tadi. Dia lalu menyebutkan nama-nama pejabat (mantan muridnya dulu) yang tidak saya kenal, maklum sudah 18 tahun saya tidak mengikuti perkembangan politik di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Tangerang Selatan.
Terakhir dia menyebut satu orang murdinya yang telah berhasil, yaitu pemilik mall Tang City. Mall besar yang ada di kota Tangerang. Dalam hati saya mengaguminya, seorang guru yang berkarakter Indonesia dan Berjiwa seni. Hehehe, mirip iklan Top Kopinya Iwan Fals.

PANDANGANNYA TERHADAP MUTU PENDIDIKAN INDONESIA 
Setelah tahu bahwa dia adalah seorang guru, saya melakukan diskusi (sambil menunggu Kereta datang) tentang keadaan pendidikan Indonesia. saya langsung memberikan pertanyaan dasar, "menurut bapak gimana keadaan pendidikan kita sekarang?"
"wah, sekarang ini pendidikan kita bobrok sekali, hancur-hancuran", katanya sambil menatap ke depan, pandangan kosong seolah membayang di wajahnya sisa-sisa kejayaan sang pendekar pendidikan yang sedang dirundung sedih.
"kok bapak menilainya begitu, bukankah sekarang pendidikan lebih diperhatikan dari pada jaman bapak dulu?" kata saya.
"benar memang keadaan sekarang seolah lebih diperhatikan, saya juga mengalami itu dalam bentuk uang sertifikasi, tapi tidak lama, hanya satu tahun.Sekarang memang guru-guru banyak yang diberikan pendidikan sarjana, tapi untuk apa? gak ada mutunya, cuma SARJANA TEMPELAN, ilmunya gak ada." Kata nya mulai menganalisis persoalan pendidikan. "apalagi kalau kuliahnya di universitas yang gak jelas itu, cuman dapet ijazah doang", imbuhnya.
Beliau pun melanjutkan "saat saya menjadi guru tahun 1970, gaji saya cuma Rp.1.200, sementara pegawai lain saat itu sudah Rp.15.000, tapi saya tetap senang menjalani tugas ini, karena saya ikhlas.". 
"Nah, kalau menurut penilaian bapak yang lama mengabdi, kurang lebih 41 tahun ya pak, mutu pendidikan kita saat ini dengan dulu apakah ada perbedaan?" saya mengajukan pertanyaan lanjutan.
"Perbedaannya sangat jauh, bukan makin baik tapi makin hancur-hancuran," katanya.
Saya tanya lagi "menurut bapak, apa penyebabnya jadi tambah hancur-hancuran begini?"
Si bapak menjawab "UANG, tidak bisa meningkatkan mutu pendidikan ini dengan UANG, pendidikan baru bisa ditingkatkan dengan PENGABDIAN."
Dalam hati saya mengucap "Subhanallah", dalam betul pemahaman bapak ini dan clear sekali dia memandang tugas dan fungsinya sebagai guru. Sebuah kata suci yang menjadi kunci perjalanan bangsa ini dahulu, kini mulai dilupakan orang "PENGABDIAN."
"tanpa pengabdian, uang akan membikin orang jadi malas, buktinya saya tadi, karena demi sertifikasi lalu dipaksa kuliah sarjana, kan. Tidak boleh tamatan guru sekolah olah raga menerima dana tunjangan profesi. Jadi juga saya ini seorang sarjana, tapi ya itu tadi, gak ada ilmu sarjananya, penuh dengan manipulasi. Uang juga membuat orang pada korupsi, bukan ingin mengabdi lalu menduduki posisi tertentu, tapi malah pada lomba makan uang negara dengan cara yang haram. Gimana gak rusak pendidikan kita!" Jawabnya tegas.
Saya kembali bertanya "sejak kapan kira-kira pendidikan kita merosot mutunya, pak?"
"dari tahun 1970an sampai dengan 1985 pendidikan kita bagus sekali. Lalu dari 1985 sampai dengan tahun 2000 mulai ada penurunan, tetapi belum terlalu parah. Nah dari tahun 2000 sampai sekarang itu sangat hancur. Sertifikasi, Uang BOS, semuanya dari hutang luar negeri, dari Bank Dunia itu, makanya hancur. Masa membiaya pendidikan pake hutang, dan 20% itu juga bohong, dek," katanya sambil agak memerah mukanya seolah menahan marah.

NASEHAT SEORANG SENIOR
Kereta pun tiba, sebuah KRL Commuter Line jurusan Jati Negara - Bogor, melewati setasiun transit Duri, sebelum nanti kami lanjutkan dengan kereta lain menuju Tangerang.
Diskusi berlanjut dengan obrolan ringan dan sudah mengarah pada pembicaraan antara senior dengan junior, seperti antara anak dengan bapaknya.
"sebenarnya saya ini seorang pengawas sekolah pak", saya mulai memperkenalkan identitas saya.
Dia seolah tidak percaya, "loh kok jauh sekali, tapi adek aseli Tangerang?"
"betul pak, saya lahir dan besar di Tangerang, tapi sudah 18 tahun di Aceh, kuliah di sana dan bertugas juga di aceh"
"Kena Tsunami gak waktu itu?" tanyanya spontan.
"tidak pak, karena saya di Aceh Timur, bukan di Banda Aceh."
"sudah berkeluarga?" tanyanya. 
"sudah pak", saya jawab singkat.
"orang mana isterinya?" tanyanya ingin tahu.
"orang Aceh aseli pak!" kata saya.
"sudah punya anak berapa?
saya jawab "sudah punya anak satu pak, sekrarang mereka di aceh".
lalu dia berpesan "tolong dengarkan nasehat saya,tapi maaf ya, jangan tersinggun, tolong Jangan berikan rezki yang tidak jelas apalagi yang haram kepada anak, karena makan haram itu nanti akan jadi darah daging, kalau sering dikasih yang gak benar, nanti repot kalau sudah besar. percayalah sama saya!"
"insya Allah pak, terima kash telah mengingatkan saya".
"sekarang ini guru-guru dan umumnya orang-orang teh taunya rezeki cuman duit, padahal rezeki itu ada sehat, ketenangan hidup, dan ilmu yang kita punya. bersyukur kita yang jadi guru, minimal sudah punya dua, doa anak shaleh dan ilmu yang diamalkan yang berguna untuk orang lain, kalau harta mungkin belum yah." katanya menyampaikan salah satu hadits Nabi.

Percakapan masih berlangsung lama lagi. Namun, saya tidak ingin menuliskan yang berikutnya, biarlah saya simpan saja untuk saya pribadi. Betapa dia selanjutnya banyak menceritakan tentang kinerja pengawas dan kepala sekolah di Kota Tangerang, yang amat tidak sesuai dan bertolak belakang dengan cita-cita luhur pendidikan. Sebelum mengakhiri pembicaraan, saya meyakinkan beliau bahwa keadaan di Aceh Timur masih baik dan bagus sekali, walaupun kami di Kampung, miskin, jauh dari Ibu Kota Republik, namun dari sisi moral dan integritas nampaknya masih lebih baik dari keadaan di kota.

Di stasiun tangerang dia memeluk saya sebelum berpisah, dan berpesan agar saya bersedia main ke rumahnya. Tanyakan saja nama saya pada tukang beca, mereka pasti kenal saya, bilang saja "mana rumah Haji Maman, guru SMP Negeri 2 Tangerang", atau "tanyakan saja rumah pak guru". Mereka akan mengantarkan adek. Sebab di Galiong, Pasar Baru rata-rata mengenal saya.

Semoga petikan obrolan yang tidak utuh ini (tidak dipaparkan semua) bisa memberi kesadaran pada kita tentang pentingnya sebuah komitmen pengabdian bagi profesi guru,, kepala sekolah, dan pengawas. juga menekankan kewajiban menjaga generasi, anak dan cucu, jangan sampai diberikan sesuatu yang tidak halal, apalagi jika keharamannya didapat dari manipulasi dalam dunia pendidikan yang memiliki tugas suci ini. semoga bermanfaat. wassalam

catatan : sebelumnya saya telah meminta ijin kepada beliau untuk menuliskan hasil bincang-bincang ini. prinsipinya beliau setuju dan senang sekali.



Kamis, 27 September 2012

INOVASI SUPERVISI

  MODEL-MODEL PENGAWASAN

Mahasiswa Magister Kebijakan Pendidikan FISIP UI hari ini begitu sumringah. Betapa tidak, diskusi hari ini mengangkat sebuah teori "Attachment Theory" yang ada pada sebuah Jurnal dengan judul "Attachment-informed Supervision for Social Work Field Education." Ya, hari ini kami diminta untuk mengupas jurnal itu berdasarkan 5 pertanyaan pokok diskusi, yaitu:
  1. Gambaran umum penelitian
  2. Gap research
  3. Inti dari attachment theory dan perkembangan risetnya
  4. Hubungan tugas supervisi dengan attachment theory
  5. Gagasan implementasi attachment theory dalam praktik supervisi akademik dan supervisi manajerial
M. Ilyas, S.Pd. (asal Kalsel) Sedang melakukan Individual Coaching
di SMA Negeri Unggul Aceh Timur
 Namun, kali ini saya tidak bermaksud menjelaskan itu semua, karena kita kan bukannya sedang melakukan perkuliahan. Namun ada satu pemikiran hasil diskusi dengan teman-teman yang penting untuk ditulis di sini, tentang model baru kepengawasan dengan menerapkan prinsip PAIKEM (Pengawasan Aktif, Inovatif, Islami, Kreatif, Efektif, Menyenangkan.

Melirik pada jam sejarah, pelaksanaan pengawasan/supervisi di Aceh Timur saya rasa belum banyak menyentuh prinsip itu (untuk tidak mengatakannya belum sama sekali). Saya merasakan masih banyak kekurangan yang pengawas lakukan, antara lain:
  1. Perencanaan tidak terpadu,
  2. Tindakan pengawas reaktif sporadis, belum responsif analitis,
  3. Mulai mampu kerja bertim, namun masih butuh sinergisasi,
  4. Didominasi oleh intruksi atasan, belum pada strategi pengawasan untuk penjaminan mutu pendidikan,
  5. Sedikit sekali --tidak ada-- mengembangkan entrepreneurship supervisi,
  6. Adopsi prilaku semut, saat jumpa disentuh, setelah itu lepas tak berbekas.
Enam poin itu sebagian kecil hasil perenungan saya terhadap kerja-kerja pengawasan yang ada di Aceh Timur. Namun, saya juga tidak ingin ini berhenti sampai di sini, metamorfosa kepengawasan di Kabupaten Aceh Timur  akan menjadi lebih baik apabila pemangku kebijakan memang mau mendukung keberadaan pengawas sekolah secara maksimal. Keberadaan pengawas sekolah yang makin strategis ini pada saatnya akan sangat menentukan peningkatan sekaligus penjaminan mutu pendidikan di Aceh Timur, begitu juga di daerah lainnya.

Inovasi pengawasan yang saya rencanakan ingin kita terapkan ini terinspirasi dari pembahasan attachment theory saat perkuliahan. Saya mendaftar ada 8 model/pendekatan pengawasan yang bisa dilakukan untuk merubah kerja-kerja kepengawasan ini diterima secara faktual atau realita di sekolah dan selaras dengan aktualita hasil pemikiran logis berpikir serba sistem.

Delapan invoasi itu adalah:
Kepala SMAN Unggul Aceh Timur Drs. M. Thaib M. Syah, M.Pd.
sedang membuka acara Pelatihan untuk guru se Kab. Aceh Timur
1. Continous supervision, Lakukan pengawasan secara berkelanjutan, terencana, dan dievaluasi secara bersama antara pengawas dengan guru binaan. Minimal dilakukan dalam 3 semester. Asusmsinya, pada semester pertama dilakukan eksplorasi masalah, diikuti dengan perencanaan tindak untuk penyelesaiannya. Semester kedua kita mulai melakukan aksi untuk perbaikan. Dan terakhir pada semester 3 dilakukan penguatan keberhasilan yang dicapai pada semester 2. Prinsip ini didukung oleh prinsip Attachment Theory yang menganut longitudinal. Dalam Continous supervision ini juga menghendaki apabila ada pergantian pengawas, maka pengawas lama mesti melaporkan atau menyampaikan program pembinaan yang sedang dilaksanakan pada guru tertentu, sehingga pengawas pengganti/pengawas baru dapat meneruskan program pembinaan yang sedang dijalankan.

2. Individual coaching. Pembinaan guru sebaiknya dilakukan secara individual, karena proses pembelajaran akan dilakukan oleh guru sebagai the leader of learning in the class. Sehingga jika dilakukan dengan individual coaching, pengawas akan dapat membina banyak aspek, bukan hanya kognisi, tapi emosi guru pun bisa dibina.

3. Dialektik komunikatif. Pola komunikasi menjadi dialektis komunikatif, artinya guru binaan bisa saja menyampaikan pertanyaan, masukan, saran, bahkan menawarkan sebuah solusi dari permasalahan yang ditemukan di sekolah kepada pengawas. Selama ini komunikasi amat kaku (nondialektif), dimana guru sering kali hanya menjalankan instruksi pengawas. Sehingga terasa ada unsur pemaksaan dalam relasi komunikasi yang satu arah.

4. Informal collaboratif supervision. Pengawas membuka diri seluas-luasnya dalam melakukan bimbingan. Tidak terbatas hanya di sekolah, tapi di segala tempat dan segala situasi. Unsur kolaboratif menekankan adanya kesetaran dan kerja sama dalam melaksanakan kepengawasan. Selama ini pengawasa dilakukan dengan sangat formal sekali, bahkan cenderung menganut faham birokrasi, dimana kuat sekali penekanan pada hubungan atasan dan bawahan antara pengawas dan guru binaan di sekolah.

5. Modelling based case. Pengawas harus mampu menjadi model bagi guru dalam melaksanakan tugas, terutama mampu menjadi model bagi penyelesaian sebuah kasus pembelajaran. Contoh sederhana, apabila guru kesulitan menyajikan materi pembelajaran KD tertentu, maka pengawas harus mampu tampil sebagai model bagi guru untuk menyelesaikan persoalan itu jika guru memintanya.

6. Mastery supervision. Pembinaan harus dilakukan sampai masalah yang dihadapi guru binaan dapat diselesaikan dengan tuntas.

7. Tambahan Persyaratan Menjadi pengawas. Setiap calon pengawas, diharuskan melakukan penelitian tindakan menggunakan pendekatan dari sebuah theory.

8. Teachers background center oriented. Pengawasan dilakukan berdasarkan latar belakang guru dan sekolah. Tidak boleh bertentangan dengan norma dan nilai-nilai yang ada di sekolah tempat guru bertugas. Ini dalam rangka menjadikan proses pengawasan lebih bermakna dan dapat diterima oleh semua.

 Pembaca yang saya hormati, terutama teman-teman pengawas, ada sebuah kenyataan yang pengawas tidak bisa hindari adalah dunia saat ini berbeda keadaannya dengan keadaan dimana kita dulu menjadi guru. Perubahan-perubahan itu menuntut kita juga untuk berubah, adaptif bukan reaktif, responsif jangan sporadis. Ada hal-hal yang mesti kita perbaiki dalam metode dan teknik supervisi akademis dan manajerial. Buat teman-teman pengawas di Kabupaten Aceh Timur, terima kasih atas semua pengorbanannya bagi kemajuan pendidikan di daerah kita. Teruskan perjuangan sampai SK pensiun datang. 

Semoga bermanfaat, Wassalam.






Rabu, 26 September 2012

MENDORONG GURU MAU MENULIS

ENAM PENDEKATAN BUDAYA MENULIS


Andai saja di kampung tempat tinggal saya guru-guru mau dan mampu menulis tentang apa yang akan, sedang, dan telah ia lakukan, tentu banyak kejahatan yang bisa dicegah. Hipotesis yang perlu dibuktikan dengan menggunakan metode koprehensif semisal Soft System Methodology-Based Action Research, atau menggunakan System Dynamics, barangkali. 

Jika teman-teman ku yang berprofesi sebagai gemar dan punya kegilaan berdiskusi secara konstruktif tentang pendidikan, rasanya jelas akan banyak sekali masalah di sekolah yang bisa diatasi sebelum menjadi bencana yang bisa membodohkan pikiran.

Penulis mengobservasi budidaya tanaman alfafa-Jonggol Farm Bogor
Umpamanya, para pembesar-pembesar di kantor dinas pendidikan, kantor bupati, dan kantor gubernur, punya kompetensi yang memadai untuk mengelola pendidikan serta beakhlaqul karimah, yakin saya "tidak akan ada anak putus sekolah", "sedikit siswa yang bolos sekolah hanya untuk mencari nafkah", juga akan jarang sekali "guru yang meninggalkan kelas tanpa tugas dan tanpa berita, menghilang dari peredaran begitu saja. 

Pengharapan sederhana yang muncul spontan ketika saya hendak memulai tulisan ini. Selalu banyak berita, di media massa maupun secara lisan dari berbagai sumber, saya menangkap satu persoalan dalam dunia pendidikan Indonesia yang seolah-olah hitam pekat tak bisa diselesaikan yaitu "Guru Malas Menulis." Dari persoalan itu ada dugaan-dugaan subyekif dari berbagai kalangan tentang penyebab "mengapa guru malas menulis." Sementara itu, tawaran penyelesaian persoalan itu justru berbanding terbalik dengan situasi permasalahan yang ada, atau jangan-jangan ada yang senang dengan kondisi guru kita yang begini ini, sehingga tidak banyak penyimpangan diketahui umum, ataupun tidak akan banyak orang yang tahu ide-ide kreatif guru yang dtulis di media massa yang dianggap bisa menurunkan wibawa pemerintah atau tokoh tertentu. Hahaha, bisa jadi sangat provokatif tulisan ini kalaulah itu kita bahas.

Bagaimana membuat guru kita memiliki budaya menulis

Pembaca yang terhormat, tentu masalah yang ada pada guru itu akan berat diselesaikan bila guru dibiarkan sendirian menyelesaikannya. Semua persoalan yang memang disebabkan oleh sistem di negara kita ini, tidak elok rasanya bila dia dihibahkan pada guru semua. Janganlah hanya karena satu kali gaji pokok -- baru diterima dua atau tiga tahun -- lalu guru bisa dijadikan terdakwa tunggal atas tudingan tidak memiliki kemampuan menulis sebagai syarat menjadi guru profesional. Kemana Kepala Sekolah sebagai atasan guru saat guru punya masalah "tidak bisa membuat tulisan?" Juga, dimana para pengawas waktu guru mencari figur tempat meminta saran dan pembinaan untuk mencapai keprofesionalannya? Kalau terus-terusan dipertanyakan, yang ada kita bisa tawuran di sekolah, tawuran antara MGMP melawan MKKS plus MKPS. Dahsyat!

Saiful, S.Pd. Kasek SMAN 1 Idi Aceh Timur Memimpin Rapat
Penyusunan Program Kepengawasan Sekolah
Ada beberapa cara yang sudah harus mulai kita lakukan untuk memperbaiki kemampuan guru dalam menulis. Supaya terjadi perubahan yang cepat, sebaiknya guru jangan lagi diajari menulis saja, tetapi yang lebih tepatnya kita harus mendukung guru untuk memiliki budaya meneliti. Alasannya sederhana, dengan meneliti maka guru akan melakukan hal-hal yang sangat edukatif, antara lain:
  1. Gemar membaca, 
  2. Rajin menulis, 
  3. Mampu mengidentifikasi masalah
  4. Dapat mengambil data di lapangan, kelas dan sekolah.
  5. Bisa melakukan pengolahan data
  6. Terbiasa menarik kesimpulan, baik secara induktif, deduktif ataupun deskriptif kulatitaf.
  7. Makin senang melakukan diskusi yang pada akhirnya mau menghargai orang lain yang seprofesi ataupun bukan.

Lima 5 kegiatan atau pendekatan yang bisa dilakukan oleh Pengawas Sekolah, Guru, dan Dosen, Bila ingin mendukung guru supaya memiliki budaya menulis.
  1. Peer coaching
  2. Informal Collaborative Action Research
  3. Formal Collaborative Action Research
  4. New Teacher Classes
  5. Professional Development Schools
  6. University Requirements
Enam pendekatan itu saya temukan saat mengerjakan tugas dari kampus, yaitu menerjemahkan jurnal yang ditulis oleh Ricahar Sagor pada bab 14 dengan judul "Inducting Teachers into a Culture of Inquiry. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Peer coaching (PC)
Peer coaching ini adalah sama dengan mentoring, pendampingan oleh rekan sejawat. Bagi guru pemula yang baru diangkat sebagai Guru (PNS) hendaknya wajib diberikan peer coaching atau mentoring. Sebuah pendampingan yang diperlukan agar guru dapat memulai profesinya dengan baik. Yang menjadi mentor dari PC ini adalah guru senior yang ditunjuk oleh sekolah. Para mentor inilah yang akan memberikan pengalamannya kepada guru pemula. 
Collaboratif Supervision, Mukhlis, S.Pd., Supiono, M.Pd. (baju hitam)
dan Nurdin, S.Pd. (mengambil gambar) di SMPN 4 Birem Bayeun
(Alm. Kepala SMPN 4 Birem Bayeun-Baju PDH PNS)
Pada kegiatan ini, guru pemula akan diajari beberapa hal, antara lain:
  • membuat perencanaan pembelajaran, 
  • melaksanakan pembelajaran, 
  • melakukan pengamatan, 
  • mengambil data, 
  • menganalisis dan menginterpretasi data, 
  • menulis laporan kegiatan di sekolah. 
Bila tahap ini dilakukan, guru pemula akan terbiasa melakukan kegiatan ilmiah sesuai dengan profesinya. Bagi guru dewasa atau guru pembina yang menjadi mentor atau tutor pun akan tetap memiliki ketajaman dalam meneliti dan membuat tulisan. Hal ini dikarenakan mentor juga harus melakukan penelitian atas kinerja guru yang didampingi, serta menulis laporannya kepada kepala sekolah. Kurang lebih begitu penjelasannya.

2. Informal Collaboratif Action Research
Kalau kita terjemahkan, arti dari kegiatan 2 ini kurang lebih "Penelitian tindakan kolaborasi informal". Penelitian tindakan ini dilakukan secara kolaboratif yaitu antara guru pemula dengan guru senior yang memiliki kinerja rendah. Nah, apabila kedua guru ini berkolaborasi dalam sebuah penelitiant tindakan. Untuk pendekatan ini kita memerlukan program dengan kesulitan yang rendah tetapi memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi.

3. Formal Collaboratif Action Research
Penelitian tindakan kolaboratif formal tidak berbeda dengan penelitian tindakan kolaboratif informal. hanya saja topic penelitian pada penelitian ini ditentukan berdasarkan hasil refeksi oleh tim peneliti. Berbeda dengan di Aceh Timur, umumnya PTK dilakukan secara perseorangan, sehingga bisa saja karya tulisnya (laporan PTK) itu dibeli dari orang yang terbiasa melakukan plagiasi.

4. New teacher classes
Guru kelas baru menjadi perhatian penting bagi kepala sekolah. Oleh karena itu, di setiap sekolah di Michigan AS, setiap awal ajaran baru, Kepala Sekolah menyelenggarakan sebuah seminar. Pada seminar ini kepala sekolah akan memaparkan beberapa hal, antara lain:
  • Teknik-teknik pengambilan data di kelas
  • Menyampaikan jadwal kunjungan kelas antar guru
  • Melakukan kajian / review literatur, jika guru membutuhkannya
  • Sharing pengalamannya selama bertugas.

5. Professional Development School
Pendekatan yang kelima ini adalah membangun kemitraan antara sekolah dengan perguruan tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan kemampuan pembelajaran guru dan juga untuk membantu menyiapkan kemampuan calon guru. Jadi, Perguruan Tinggi membentuk semacam Medical Centre yang akan melayani pasien. Tentu saja pasien dari sekolah akan berobat tentang penyakit-penyakit dalam pembelajaran di kelas.

6. University Requirements
Untuk peningkatan kualitasnya, sebuah universitas pendidikan yang membuka program Master Kependikan, mewajibkan calon mahasiswa yang melamar ke Perguruan Tinggi melengkapi berkas untuk memenuhi persyaratan masuk ke universitas. Berkas yang diminta diantaranya adalah wajib menyelesaikan pelaksanaan penelitian tindakan kolaboratif di sekolah. Penelitian pertama adalah penelitian tindakan kolaboratif informal, sedangkan yang kedua adalah penelitian tindakan kolaboratif secara penuh, menggunakan sumber data yang banyak dan menyajikan sebuah kajian literatur.

Itulah 6 pendekatan yang dapat dilakukan untuk membantu guru memiliki budaya meneliti. Saatnya bagi pengawas untuk membekali diri agar kompetensinya dapat mendukung pelaksanaan 6 pendekatan tersebut. 
Selamat belajar, semoga kita bisa melakukan sumbangsih bagi perbaikan kualitas pendidikan kita melalui kerja-kerja pendidikan sampai akhir hayat. Semoga bermanfaat.

Wassalam.









Selasa, 25 September 2012

PEMBENTUKAN KARAKTER GURU PROFESIONAL



PEMILIHAN GURU BERPRESTASI

Merancang serta menyelenggarakan pendidikan nasional, tak ubahnya membangun kebudayaan dan karakter bangsa. Karena itu, selain merupakan tugas mulia, membuat standar nasional pendidikan sungguh menuntut kematangan konsep, sekaligus penuh resiko karena hasil akhirnya akan mengikat pemerintah dan guru. Jika penyusunan konsep standar salah, yang menjadi korban anak-anak bangsa dan kerugian uang negara (Depdiknas: Teropong Pendidikan, thn 2006, hal 63).
Supiono, M.Pd. Sedang melaksankan tugas kepengawasan
Para pembaca yang berbahagia, paragraf di atas sengaja saya cuplikan sebagai pengantar postingan ini yang berhubungan dengan guru berprestasi. Sejak dilantik sebagai pengawas pada tanggal 28 Oktober 2009, saya pernah ditugaskan sebagai salah seorang juri lomba pemilihan guru berprestasi Kabupaten Aceh Timur tahun 2010. Menjadi guru berprestasi saja belum pernah, tapi langsung menjadi jurinya.
Apa makna guru berprestasi? Bagi saya pada saat itu, guru berprestasi adalah seorang guru yang profesional, mampu menjalankan tugas profesinya sebagai guru di atas rata-rata kinerja guru lainnya, baik di tingkat sekolah, UPTD, kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Namun, kenyataannya saya salah persepsi. Guru berprestasi pada saat saya menjadi juri itu ternyata ditentukan lewat sebuah lomba, yaitu “Lomba Guru Berprestasi tingkat kabupaten”.
Pertanyaann selanjutnya “apakah bisa lomba seperti itu menghasilkan guru yang memiliki kinerja di atas rata-rata guru lainnya?” Kenapa ini perlu dipertanyakan, karena kita memang ingin dan sudah lama menunggu lahirnya guru-guru yang profesional dan berkarakter sebagai guru sejati. Guru yang bisa diteladani oleh semua orang yang berada di sekeliling profesinya, siswa, guru mitra, kepala sekolah, tenaga kependidikan, bahkan lebih luas lagi adalah diteladani oleh masyarakat. Maka, lomba pemilihan guru berprestasi sejatinya dapat menjadi instrumen membidani lahirnya guru berprestasi sejatI yang dapat diteladani, bukan malah menciptakan guru berprestasi etalase, yang hanya bagus dilihat, tapi tidak memiliki memiliki keistimewaan dalam menjalankan tugas profesinya.
Kalau begitu, sia-sia saja lomba itu diadakan, apakah tidak lebih baik dihapuskan saja, selain untuk menghemat anggaran dinas pendidikan, juga untuk menghilangkan polarisasi antara guru berprestasi (etalase) dengan guru yang berprestasi di lapangan (sekolah)? Tentu saja tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengeliminir atau meniadakan lomba guru berprestasi itu. Saya hanya menginginkan apa yang baik dan seharusnya terjadi bisa diwujudkan, yaitu lahirnya guru-guru profesional yang memang layak kita nobatkan sebagai guru berprestasi. Dan itu bisa saja dilakukan melalui ajang lomba guru berprestasi.
Pembentukan karakter guru berprestasi melalui MGMP
Jadi, intinya adalah tata cara pelaksanaan lomba guru itu yang mesti kita reformasi. Selama ini lomba guru berprestasi acapkali dilakukan terkesan dadakan, dan kurang persiapan. Dinas mengumumkan kepada kepala sekolah tentang pelaksanaan lomba, kepala sekolah mengirimkan satu guru peserta untuk mengikuti lomba (dengan melengkapi syarat tertentu), dan dalam 2 hari pelaksanaan lomba dipilihlah 3 orang guru berprestasi tiap jenjang, mulai TK, SD, SMP, dan SMA/SMK.
Hasilnya tentu akan lain apabila pemilihan guru berprestasi itu kita laksanakan secara terencana, terpadu, melibatkan lebih banyak pihak, dan memasukkan unsur pembinaan kepengawasan yang berkelanjutan sebagai bagian tak terpisahkan bagi pembentukan guru berprestasi atau guru teladan. Oleh karena itu, saya mengusulkan tahapan-tahapan pemilihan guru berprestasi sebagai beriut:
1.      Tahap pembinaan
Pengawas sekolah secara profesional menyusun program kepengawasan yang memasukkan unsur pembinaan guru untuk mengikuti lomba guru berprestasi. Artinya ada sebuah fokus atau penekanan pada bidang “peningkatan kinerja guru di sekolah” melalui pembinaan yang intens dan berkelanjutan. Tahapan awal ini amat penting, karena guru akan dibimbing serta dididik agar benar-benar memiliki karakter sebagai guru yang layak untuk ditiru atau diteladani berdasarkan prestasinya di sekolah.
2.      Tahap pemilihan di tingkat sekolah
Pengawas sekolah mengumumkan hasil kerja kepengawasaan di setiap sekolah binaan, salah satu yang harus diumumkan adalah peringkat guru di setiap sekolah binaan berdasarkan penilaian kinerja guru. Peringkat teratas, akan diusulkan untuk mewakili sekolah mengikuti kontes “lomba guru berprestasi” tingkat kecamatan. Ini dilakukan pada awal semester ganjil. Bagi guru yang belum diikutkan sebagi peserta lomba, maka akan mendapatkan pembinaan lagi dari pengawasnya.
3.      Penentuan guru berprestasi tingkat Kecamatan UPTD
Roslina, S.Pd. (Jilbab hitam), guru berprestasi Aceh Timur 2010, Tkt. SMP
Seluruh peserta yang diusulkan sekolah-sekolah di tingkat kecamatan, selanjutnya dipantau oleh tim penilai. Tim ini melibatkan unsur pengawas sekolah, organisasi profesi guru, dan perwakilan UPTD. Tugas tim ini adalah menilai kinerja guru selama satu semester, yaitu pada semester ganjil. Pada akhir semester ganjil atau awal semester genap, tim mengumumkan peringkat guru tingkat kecamatan berdasarkan penilaian oleh tim, guru yang berada di peringkat teratas akan diutus sebagi peserta lomba guru berprestasi tingkat kabupaten.
4.      Tahap Pemilihan Tingkat kabupaten
Dinas Pendidikan Kabupaten lalu membuat SK penetapan peserta lomba guru berprestasi tingkat kabupaten, diikuti dengan pemberian dana stimulus bagi guru peserta untuk melakukan sebuah riset penelitian tindakan. Seluruh peserta ini selanjutnya dinilai kinerjanya selama satu semester, termasuk hasil riset yang berupa karya tulis inilah. Sama seperti tingkat kecamatan, tim di tingkat kabupaten ini terdiri dari pengawas sekolah, organisasi profesi, unsur Dinas Pendidikan, dan melibatkan Akademisi dari perguruan tinggi.
Pada tahapan ini, tim juri akan menentukan 3 orang peserta terbaik yang akan diundang ke Ibu Kota Kabupaten untuk mempresentasikan hasil risetnya.
5.      Penentuan dan Pelantikan Guru Beprestasi tingkat kabupaten
Sebagai tahapan puncak dari pemilihan guru beprestasi tingkat kabupaten adalah tahap penentuan dan pelantikan. Di fase ini, setiap peserta diuji secara akademis, melalui serangkai uji kompetensi tertulis, wawancara, dan pemaparan hasil riset (karya ilmiah) yang telah dilakukan pada semester genap. Seluruh peserta yang diundang ini sudah pasti mendapatkan juara, hanya saja tim harus menentukan peringkat guru berprestasi untuk tiap jenjang. Jumlah peserta yang kecil, 12 orang, masing-masing 3 orang untuk tiap jenjang, TK, SD, SMP, SMA/SMK, akan membuat pelaksanaan tahapan ini menjadi lebih maksmimal. Pada akhir tahapan ini, guru yang terpilih sebagai peringkat terbaik akan diutus sebagai wakil Kabupaten dalam lomba yang sejenis di tingkat propinsi, tentu saja setelah dilantik oleh Bupatei/Walikota, sebagai guru terbaik tingkat kabupaten.

Kelima tahapan ini, tentu saja memerlukan kerja keras dari banyak pihak. Namun, penulis memiliki keyakinan apabila proses ini bisa dilakukan dengan dukungan banyak pihak, tentu bisa memenuhi keinginan kita memiliki guru unggul, berprestasi, dan layak dijadikan teladan bagi kita semua. Selamat berjuang, teman!

Senin, 24 September 2012

STANDAR PEMBIYAAN

BIAYA OPERASI SATUAN PENDIDIKAN (BOSP)


Apakah beda antara Biaya Operasi Satuan Pendidikan dengan Bantuan Operasional Sekolah? Pada postingan terdahulu tentang Kompetensi Manajerial telah disinggung sekilas tentang Biaya Operasi Satuan Pendidikan (BOSP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, belum ada penjelasan detail tentang rincian dari kedua jenis Pembiayaan ini.

Sekilas pengetahuan tentang Dana BOS yang bisa saya sampaikan salah satunya adalah dari materi pelatihan penghitungan BOSP yang diselenggarakan oleh DBE (Decentralization Basic Education) USAID pada tahun 2011. “Dewan Direksi Eksekutif Bank Dunia menyetujui pinjaman senilai 600 juta dolar AS atau Rp5,76 triliun untuk mendukung dan meningkatkan program pendidikan Pemerintah Indonesia. Yakni, melalui program bantuan operasional sekolah (BOS), sehingga akses pendidikan dapat dinikmati seluruh masyarakat Indonesia”. Artinya Pemerintah Kita ternyata berhutang untuk pemenuhan dana BOS. (Copyright © 2008 Lampung Post. All rights reserved. Jum'at, 10 Oktober 2008)

Penulis bersama Chairuddin S.Pd (Akademisi Unsam-Kota Langsa)
Makanya sayang sekali, bila dana yang bentuknya hutang itu tidak dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemajuan pendidikan rakyat Indonesia, bila ada yang sampai hati, dengan tega mengorupsi dana hutang itu. Sudah hutang, dikorupsi pula. Besaran dana BOS yang disalurkan ke sekolah, jumlah nya berbeda tiap jenjang pendidikan. Besaran BOS SD lebih kecil dibandingkan SMP. Sementara itu BOS SMA diwanakan akan diberikan pada saat pelaksanaan wajib belajar 12 tahun diluncurkan. Namun, sebelum BOS SMA ada, Pemerintah menyediakan dana bantuan Operasi Sekolah SMA dalam bentuk Dana BOMM (Bantuan Operasional Manajemen Mutu).

Informasi lain tentang Dana BOS tentu masih bisa ditelusuri dan diperbaharui dengan berbagai fasilitas informasi yang ada. Namun satu hal yang ingin saya ingatkan pada teman-teman adalah bahwa dana BOS ini hutang negara kepada Bank Dunia. Jumlah hutang ini setiap tahun akan makin besar, selain jumlah dana yang dipinjam harus ditambah karena inflasi, juga harus disesuaikan dengan peningkatan jumlah siswa penerima bantuan sebagai dampak ledakan penduduk di negara kita. Siapa yang akan membayar hutang itu ya! Aku atau Dia?

Tapi, dosen kami bilang "kalau mau maju, tidak bisa tidak, kita harus berhutang". 

''wah, kami terkejut juga dengar itu." Dan Beliau melanjutkan kuliahnya

"Contohnya seorang tukang bakso keliling dengan pikulan, bila ingin memiliki gerobak bakso tentu harus berhutang, bila tidak berhutang, tidak akan bisa dia membeli gerobak, paling-paling uangnya hanya mampu membeli pikulan baru." Kata Pak dosen melanjutkan kata-katanya sambil tersenyum

Apa memang begitu cara hidup zaman modern ini. Pantas saja hutang di negara kita tak ada habis-habisnya, malah nambah terus. Hehehe. Tapi pak dosen yang ahli ekonomi juga bilang "jangan sampai hutangnya melebihi ambang batas, jangan sampai melebihi 25% PDB lah". Katanya sambil tersenyum. Betul juga, coba kalau punya uang 1 triliun, tapi ngutangnya 2 triliun, mau dibayar pake apa hutang itu?

Ngomongin dana bos kok sampai ngelantur ke hutang. Kita lanjut ya. Sedangkan Biaya Operasi Satuan Pendidikan adalah berapa biaya faktual yang dibutuhkan oleh satuan pendidikan. Karena ini spesifik untuk setiap sekolah, idealnya setiap sekolah mampu menghitung sendiri berapa BOSP yang dibutuhkan untuk satu tahun pelajaran. Namun pada kenyataanya sulit didapati ahli menghitung ini di sekolah-sekolah, maklum, jarang sekali ahli akuntansi yang jadi kepala sekolah, terutama di SD dan SMP. Untuk mengatasi hal itu, maka Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota bisa memfasilitasi dengan membentuk tim penghitung BOSP, seperti yang dibentuk di Kabupaten Aceh Timur, dan juga beberapa kabupaten lain yang telah mendapatkan pelatihan dari DBE. Tim inilah yang ditugasi untuk menghitung BOSP kabupaten/Kota Per siswa per jenjang per tahun.

Setelah mengikuti beberapa kali lokakarya penghitungan BOSP ini, saya yakin kawan-kawan juga bisa langsung belajar menghitungnya. Bersama ini juga saya akan berikan template penghitungan BOSP Kabupaten Aceh Timur tahun 2011. Semoga bermanfaat.

Tambahan. Karena asumsi-asumsi harga pada penghitungan BOSP ini menggunakan asumsi-asumsi yang ada pada satuan pendidikan, maka besaran BOSP nya juga lebih mendekati kondisi yang sebenarnya, faktual. Harapan saya, teman-teman pengawas khususnya, segera mempelajari tata cara penghitungan ini, agar kita dapat membantu rekan-rekan kita, para kepala sekolah, mampu menghitung kebutuhan pembiayaan tiap sekolah. Dengan membaca laporan pada postingan kali ini, saya yakin teman-teman pengawas dapat memahami teknis penghitungan BOSP. Apalagi jika ditambah dengan melakukan praktek penghitungannya di sekolah binaan.



wassalam

Lampiran untuk pembaca
1. Contoh BOSP SD/MI Kabupaten Aceh Timur (Klik)
2. Contoh BOSP SMP/MTs Kabupaten Aceh Timur (Klik)
3. Contoh BOSP SMA/MA Kabupaten Aceh Timur (Klik)
4. Laporan BOSP (Klik)
5. Kata pengantar laporan (Klik)
6. Landasan hukum BOSP (Klik)
7. Materi Lokakarya BOSP (Klik)







 


Minggu, 23 September 2012

KOMPETENSI MANAJERIAL

STANDAR PEMBIAYAAN SATUAN PENDIDIKAN


Dari 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang diamanatkan oleh UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN), lalu dijabarkan lagi dalam PP Nomor 19 tahun 2005, Standar Pembiayaan adalah Peraturan tentang SNP yang paling terakhir dibuat. Peraturan ini baru diteken oleh Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2009, melalu Permendiknas nomor 69 tahun 2009 tentang Standar Biaya Pendidikan Nonpersonalia.

Mengapa Standar Biaya ini memakan waktu TERLAMA untuk disahkan? Mengapa baru disahkan saat Kabinet akan berakhir di tahun 2009, tepatnya tanggal 5 Oktober 2009? Sementara 7 Standar lainnya telah diselesaikan pada tahun 2008. Tentu saja yang paling berkompeten menjawab pertanyaan itu para pengambil kebijakan di jajaran Kemendikbud dan Komisi Bidang Pendidikan DPR-RI.

Standar pembiyaan
Lalu bagaimana pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional, khususnya di Jenjang Pendidikan menengah, tanpa ada aturan atau standar pembiayaan? Memang telah ada peraturan tentang pendanaan pendidikan, yaitu PP nomor 48 tahun 2008. Tetapi inti dari PP tersebut tidak secara tegas menentukan berapa standar biaya untuk SD, SMP, atau SMA/SMK. Kita hanya tahu besaran biaya per siswa itu setelah ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS), walaupun kita tidak banyak yang faham bagaimana menentukan besaran dana BOS itu, item-item pembiayaan apa saja yang digunakan dalam perhitungannya sehingga muncul sejumlah angka tersebut.

Inti dari PP nomor 48 tahun 2008 ini secara umum memang telah memuat beberapa hal penting tentang pembiayaan, antara lain tentang Jenis-jenis biaya pendidikan. 

PASAL 3
Ayat (1) Biaya pendidikan meliputi

a. biaya satuan pendidikan;
b. biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; dan
c. biaya pribadi peserta didik.

Ayat (2) Biaya satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. biaya investasi, yang terdiri atas:
   1. biaya investasi lahan pendidikan; dan
   2. biaya investasi selain lahan pendidikan.
b. biaya operasi, yang terdiri atas:
   1. biaya personalia; dan
   2. biaya nonpersonalia.
c. bantuan biaya pendidikan; dan
d. beasiswa.

Untuk lebih jelasnya silahkan diunduh saja dan dibaca-baca waktu sudah ada keluangan, sudah saya siapkan link nya di bawah.

Berdasarkan pengalaman saya selama melakukan tugas-tugas kepengawasan, teman-teman pengawas dan kepala sekolah kan tahu bahwa pendidikan kita sebagian besar hidup dari dana Bantuan Operasional Pendidikan (Pasal 3, ayat 2, huruf b). Nah, apakah teman-teman -- terutama yang kepala sekolah -- bisa menjawab kalau ada pertanyaan "Apakah dana BOS yang dikirim dari pusat itu cukup?" Umumnya teman-teman kita yang kepala sekolah akan menjawab "pas-pasan", atau ada juga yang menjawab lantang "KURANG". Yang jelas tidak ada yang berani menjawab bahwa dana BOS itu sudah berlebih..hahaha. Di sini permasalahan mulai muncul, ternyata memang tidak mudah membuat standar pembiayaan di Indonesia yang begitu beragam perbedaan antara satu sekolah dengan sekolah lain, baik dalam satu propinsi ataupun antara propinsi yang berbeda.

Dana BOS, tidak akan mungkin bisa membiayai pendidikan secara maksimal, karena memang jumlah dana yang diberikan itu adalah dana minimal pembiayaan Satuan Pendidikan, malah hanya untuk satu komponen pembiayaan yaitu Biaya Operasional saja. Maka dari itu, kita masih menyaksikan adanya satuan pendidikan yang melakukan pengutipan, karena memang dana BOS itu tidak mencukupi. Apakah pengutipan ini boleh atau tidak, itu soal lain, karena setiap daerah juga punya kebijakan sendiri-sendiri. Tetapi yang kita mau adalah janganlah kekurangan pembiayaan operasional Satuan Pendidikan langsung kita bebankan kepada masyarakat. Dimana peran Pemerintah Daerah (Proinsi dan Kabupaten)?

Permasalahan lain sering terjadi, seperti yang dialami di Propinsi Aceh, Pemerintah Propinsi ingin memberikan bantuan kepada semua satuan pendidikan yang Anggarannya defisit, artinya tidak mampu ditanggulangi oleh dana BOS, apalagi bila sekolah kecil dengan jumlah murid sedikit. Satu pertanyaan penting dari pak Gubernur waktu itu adalah "berapa jumlah kekurangan yang harus pemerintah propinsi berikan kepada setiap satuan pendidikan untuk setiap jenjang?" Jika kita menjadi kepala sekolah, jawabannya tentu harus ilmiah dan ril. artinya pemerintah propinsi akan membantu pembiayaan yang diperoleh dari pengurangan Biaya Operasional Satuan Pendidikan dengan Biaya Operasional Sekolah, kalau ditulis pake rumusan jadinya begini:

Bantuan Propinsi = Biaya Operasional Satuan Pendidikan - Biaya Operasional Sekolah, atau
BP = BOSP-BOS , dengan catatan bahwa BOSP lebih besar daripada BOS

Disinilah peran pengawas itu diperlukan, kita harus dapat membantu kepala sekolah untuk menghitung Berapa besaran Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) sekolah binaan kita. Bagi teman-teman yang sudah bisa tentu tinggal aplikasikan saja. Sedangkan yang belum bisa melakukan pembimbingan penghitungan BOSP itu, silahkan dipelajari lagi secepatnya. Bagi teman-teman yang sedang melakukan studi di Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Kepengawasan, terutama yang di UI, mungkin bisa meminta penjelasan tambahan tentang penghitungan BOSP ini pada saat kuliah Ekonomi Pendidikan.

Sampailah kita di penghujung tulisan, bahwa untuk menentukan besaran BOSP dalam lingkup kecil saja kita sudah memiliki berbagai kesulitan, apalagi dalam skala nasional, pasti lebih sulit lagi. Namun itulah nasib pengawas, biasanya memang yang datang pada kita itu banyak hal yang sulit, tapi permasalahan tersulit apapun, asalkan masalah itu berhubungan dengan kompetensi pengawas, harus kita selesaikan. Namanya juga Guru Super---vision. hahaha, harus bisa.

Insya Allah pada postingan berikutnya saya akan menyampakan tentang teknis penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Kabupaten Aceh Timur, sebagai contoh atau ilustrasi, semoga ada manfaatnya.

Wassalam


Lampiran:
1. PP nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Mau!)
2. Permendiknas nomor 69 tahun 2009 tentang Standar Pembiayaan (Mau!)


Sabtu, 22 September 2012

GURU TELADAN

MENJADI GURU TELADAN SEJATI


Pada penghujung semester ganjil tahun akademik 2011/2012, saya dan teman saya yang bernama Dwi Intan Nurcahyono, mahasiswa S.2 Ilmu Kepengawasan perwakilan Kalimantan Tengah, mengunjungi SMA Negeri 5 Kabupaten Tangerang dalam rangka melakukan tugas penelitian. Penelitian kami waktu itu mengangkat permasalahan kenaikan golongan guru dari IV.a ke golongan IV.b.

Namun, naskah kali ini bukan saya ketik demi menjelaskan tentang penelitian tersebut. Saya hanya ingin menuliskan hasil petikan wawancara dengan Guru saya -- sebagai salah satu responden -- yang kebetulan sudah hampir 18 tahun tidak pernah saya jumpai lagi. Bukan tanpa alasan, karena setelah tamat SMA itu pada tahun 1994 saya langsung melanjutkan studi ke Banda Aceh.

Mengapa saya mengangkat hasil petikan wawancara dengan beliau? Hal ini semata-mata karena isi dari wawancara itu saya pandang baik untuk diketahui oleh teman-teman pengawas dan guru serta pembaca blog pengawas sekolah aceh ini. Bukan pula sebagai pembanding antara beliau dengan guru lain di tempat yang berbeda. Jadi, silahkan dicermati jawaban-jawaban yang beliau sampaikan dan semoga menjadi pelajaran dan dapat kita ambil manfaatnya bagi kita semua.

Berikut petikan wawancara tersebut. untuk memudahkan pembaca, responden (guru saya) kita beri kode G, sedangkan pewawancara (saya) kita notasikan dengan kode S

Dilokasi penelitian
KENAIKAN GOLONGAN, APAKAH HAK ATAU KEWAJIBAN
G : Assalamualaikum, Din, sudah lama sampai.
S : waalaikum salam, belum lama pak, bapak juga belum telat, kan kita janjinya jam 8.
G. Yuk, kita ke dalam. Tolong buatkan minum 3 yah, pak .... (saya lupa siapa nama pesuruh sekolahnya)
S: Jadi sudah berapa lama di golongan IV.A, pak?
G : Saya kurang ingat itu, din. Karena semua bukan saya yang urus. Kenaikan golongan itu ditangani TU
S: Semua apa memang ditanggulangi oleh TU pengurusannya pak?
G: Tidak, ada juga tuh teman-teman yang langsung ke kantor dinas untuk urus kenaikan golongan, dan biasanya tidak selesai dalam sehari urusannya. ada saja yang kurang. sehingga harus lebih dari sehari, meninggalkan tugas mengajar di kelas.
S: kan memang harus meninggalkan kelas karena ada tugas untuk urus kenaikan pangkat itu pak!
G: Kalau menurut kamu, din, apakah kenaikan golongan itu "HAK" atau "KEWAJIBAN GURU?"

diam sejenak....
S: itu hak pak, hak guru.
G: Betul, din. kenaikan golongan itu adalah hak guru, hak guru yang telah melaksanakan tugas atau      kewajibannya mengajar di dalam kelas dan tugas lainnya di sekolah. Lalu kalau itu memang hak kita,      kenapa harus di urus segala.
S: jadi menurut bapak gimana itu sebaiknya?
G: Kalau itu memang hak, silahkan pemerintah melalui dinas menilai kinerja guru di sekolah, kalau  kinerjanya bagus, langsung saja kasih hak guru berupa kenaikan golongan itu. itu baru namanya hak. Hak itu kan sudah sewajarnya kita trima din, bukan kita urus. Justru dengan mengurus kenaikan itu guru akan meninggalkan tugas atau kewajibannya di kelas.
S: ia, setahu saya bapak dari tahun 1994 dulu waktu saya sekolah juga memang tidak pernah alfa. malah kalau ada guru yang tidak hadir, bapak yang masuk menggantikan sebagai piket. kadang kami kesel juga tuh pak, kan mau juga sesekali gak ada guru, hehehehe.
G: Itulah din, saya memang tidak enak kalau harus pergi ke dinas tapi meninggalkan jam tugas mengajar. karena prinsip saya bahwa saya di kelas itu bukan cuma mengajar atau melaksanakan tugas, tapi sudah saya anggap kegiatan itu sebagai "REKREASI". apakah ada orang yang berekreasi tapi tidak merasa senang, din?
S: tidak ada pak, pasti senang lah, itukan tempat yang memang kita inginkan untuk dikunjungi.
G: Jadi, begitulah din, saya tidak pernah minta untuk naik pangkat, kalau pemerintah atau pihak dinas  menilai saya bekerja baik, silahkan berikan hak saya. akhirnya memang kawan-kawan di TU yang sering kena tegur dari dinas, karena saya sering telat melakukan usul kenaikan golongan. sejak itulah kenaikan pangkat dilakukan oleh kawan-kawan di TU. pokoknya di meja saya sudah ada saja PAK (Penetapan Angka Kredit). tidak lama nanti sudah ada SK golongan yang baru di atas meja saya.
 (PP nomor 99 tahun 2000, Pasal 1 ayat (2) menyebutkan "Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap negara."

Guru Teladan Sejati
TOPIK SERTIFIKASI
S : oh ia, ngomong-ngomong, apakah bapak sudah punya mobil pak, kawan-kawan di Aceh yang seangkatan dengan bapak, bahkan yang lebih muda sudah banyak yang punya mobil, karena mereka dapat tambahan gaji dari sertifikasi!
G: belum din, saya masih pakai motor (honda_aceh). saya juga belum dapat tunjangan sertifikasi.
S: kok bisa pak, masa kerja bapak kan sudah lama sekali!
G: ia, biarlah kawan-kawan saja lebih dulu, saya belakangan saja, din.
S: kenapa begitu pak? apakah syarat-syaratnya belum cukup?
G: bukan itu, saya  hanya takut. tanpa tunjangan sertifikasi ini saya bisa bertugas dengan ikhlas, saya marah pun kadang, itu memang ikhlas saya lakukan agar siswa menjadi lebih baik, saya lakukan itu bukan karena uang sertfikasi, tapi karena tugas. Saya khawatir, justeru setelah dapat dana sertifikasi saya malah jadi TIDAK IKHLAS  lagi bekerja, tidak ikhlas lagi saat marah. Saya takut din, kita melakukan tugas itu semua karena uang sertfikasi jadinya, bukan karena panggilan tugas dan amanah.

Saya diam sejenak, memikirkan jawaban beliau yang begitu ringan, jujur, dan polos sekali. dan karakter ini masih sama seperti saat dulu kami diajar oleh nya. sosok guru yang santun, pembimbing yang tidak ada satupun siswa berani melawan perintah, bukan karena takut, tapi karena kami memang menghormati dan mencintainya. Dialah guru teladan sejati.

JABATAN KEPALA SEKOLAH
G : Diminum din, teh nya. temannya juga, silahkan diminum tehnya, nanti keburu dingin.. 
S: terima kasih pak. saya lihat di daftar, tidak ada lagi guru yang seangkatan dengan bapak, kemana?
G: ia, yang seangkatan dengan saya tinggal saya dan Pak Jalaludin, kenal kan?
S: kenal pak, guru matematika. tapi tidak masuk di kelas Bio, beliau masuk di kelas fisik.
G: teman-teman saya sudah banyak yang jadi kepala sekolah, dan ada juga yang dimutasi, kan sudah ada sekolah baru di dekat terminal Kampung Melayu (Kabupaten Tangerang).
S: bapak, apa enggak mau jadi kepsek?
G: beberapa kali ada saya ditawari jabatan itu, kepala sekolah memanggil dan menawarkan langsung, bukan  sekali din, tapi beberapa kali. tetap saya tolak.
S: kenapa ditolak pak?
G: saya lebih senang jadi guru, pak jalal juga tidak mau, makanya saya masih tetap disini sebagai guru bersama pak jalal.

Rekan tim  peneliti "Dwi Intan Nurcahyono/Kalteng"
MUTASI
S: gak ada rencana pindah pak? pulang kampung misalnya, atau pindah ke sekolah lain yang lebih besar dari sekolah kita ini?
G: gak din, karena kita ini kan PNS, kalau kita pindah justru rugi. pertama kita kehilangan masa kerja, apa yang sudah kita lakukan di sekolah ini kan menjadi nol lagi saat kita masuk ke sekolah yang baru. lagi pula tugasnya kan sama saja. kalau disini kan paling tidak saya bisa menceritakan tentang keadaan sekolah, karena sejak sekolah ini dinegerikan saya sudah bertugas di sini.  contohnya nurdin ini, kan bisa saya jelaskan keadaan sekolah kita, perubahan-perubahannya saya ingat semua, sedangkan guru yang  lain kan tidak tahu.

KUNJUNGAN KELAS
S: boleh saya ikut bapak ke dalam kelas saat bapak mengajar? saya ingin belajar banyak bagaimana bapak  melakukan pembelajaran Bimbingan dan Konseling di kelas (beliau adalah guru konseling dan sosiologi)
G: boleh, kapan? silahkan saja. tapi jangan hari sabtu, karena kalau hari sabtu itu khusus kegiatan pengembangan diri.
S: Insya Allah, bila sudah ada waktu saya akan kembali lagi pak. karena itu tadi pak, saya ingin melihat bagaimana proses pembelajaran yang bapak lakukan.
G: boleh din, saya juga senang, dan saya juga ingin melihat bagaimana pengawas aceh melakukan pembelajaran di kelas.

sangat terbuka, dan sikap melayaninya itu tercermin dari gerak bahasa tubuhnya. setelah itu kami diajak mellhat-lihat fasilitas ICT di sekolah yang bukan berasal dari Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Provinsi, semua ICT itu adalah upaya mandiri sekolah membangun kerja sama dengan pihak swasta. sekali lagi salut buat beliau.

setelah shalat jumat, kami menuju ke sebuah warung makan sederhana di pinggir jalan. semua beliau yang bayar, katanya kami ini kan tamu. wah jadi Enak kalo gini, pak.

Salam hormat dan rindu untuk guru kami tercinta Bapak Afie Kafiladin...dan terima kasih sebesar-besarnya buat Adinda D.I.Nurcahyono



Download material pendukung penelitian
  1. PP no 99 tahun 2000 tentang kenaikan pangkat PNS
  2. Permendiknas no 35 tahun 2010 tentang kenaikan golongan guru (klik)
  3. Lampiran permendiknas nomor 35 tahun 2010  (klik)
  4. Keputusan bersama nomor 14 2010 petunjuk kenaikan golongan dan angka kredit (Klik)
  5. Angket penelitian/quetioner (Klik)