Rabu, 23 April 2014

IPA TERPADU ATAU CAMPURAN

Tanpa sengaja berurusan dengan pemikiran ini. Saat melihat daftar isi buku IPA SMP, terdapat pengelompokkan materi pelajaran IPA. Di kelas IX, mata pelajaran IPA semester 1 (ganjil) berisi materi-materi Biologi. Sedangkan pada semester 2 (genap) seluruh materinya adalah Fisika. Memang udah pernah dengar kalau di SMP itu mapel IPA terpadu, beda dengan yang sering saya lakoni saat mengajar Biologi di SMA.

IPA di SMP diajarkan secara terpadu, sedangkan di SMA tidak terpadu, terpisah. Saya lihat-lihat lagi, dimana letak terpadunya ya. Biologi diajarkan di semester ganjil, sedangkan Fisika diajarkan di semester genap, apakah ini yang namanya terpadu? Lah terus gurunya gimana. Apakah terpadu itu artinya satu guru mengajar 2 pelajaran dalam semester yang berbeda. Jadi, kalau saya sarjana Biologi yang tamatan 1999, berarti harus ngajar fisika setiap semester 2 di kelas IX. Jadi mirim pembelajaran sistem blok di sekolah dasar...hehehe

Tahun 2004, saat mengikuti kursus ngajar di Recsam Malaysia, kami memang diajarkan pembelajaran sains terpadu. Tidak ada sebutan mapel Biologi, Fisika, Kimia, dalam struktur kurikulum di sana. Kami hanya diajarkan satu pelajaran namanya sains. Dalam bahasa Indonesia itu sama dengan Ilmu Pengetahuan Alam. Terpadu belajarnya memang. Saat membahas materi tentang darah, semua aspek dipelajari. Contoh: aspek kimia, itu ada saat kami membahas unsur-unsur pembentuk darah. Fisika: dibahas saat kami menghitung aliran darah dalam pembuluh (fluida bergerak). Biologi: tentu saja saat diskusi tentang aliran darah kecil/pendek dan aliran darah besar.

Satu topik sains sekaligus merangkum 3 hal yang ada dalam sains itu. Jadi bukan dipisah seperti yang ada di buku SMP ini. Kalau masih seperti ini, bukan IPA terpadu, barangkali namanya diganti dengan IPA Campuran.

Selasa, 22 April 2014

MEWUJUDKAN MIMPI KECIL

Saat ditunjuk sebagai peserta lomba FLS2N mewakili sekolahnya dia begitu senang. Memang setiap tahun dia selalu menjadi duta berbagai kegiatan kesiswaan tingkat sekolah dasar di Kecamatan Peureulak. Mulai dari lomba berhitung, menyanyi sampai lomba sinopsis. Semua diikuti dengan penuh optimisme dan rasa senang. 
Juara I Phantomim dan Harapan I Nyanyi Sendiri
Menjadi peserta berbagai lomba -- yang terkadang dadakan penunjukkannya -- membuat dia begitu padat dengan aktivitas. Pagi berlatih, sedangkan siang hari sekolah sampai sore. Kedua orang tuanya mengkhawatirkan kesehatannya yang sejak kecil memang sering kena sakit, panas dalam. Sebelumnya, kedua orang tua dia sempat membujuk agar si anak tidak usah lagi ikut kegiatan lomba-lomba kesiswaan tahun 2014 ini, "nanti kamu capek neuk, gak cukup istirahat, harus latihan, lebih baik ditolak saja tawaran bu guru itu."
Bukannya nurut, dia malah bilang "gak apa-apa nyak, adek bisa kok bagi waktu," katanya.
Jawabannya itu tentu membuat kedua orang tuanya tidak bisa berbuat banyak selain memberikan izin dan doa agar semua program latihan dapat diikutinya dengan baik. Meskpun terkadang tak tega melihat tubuh kecilnya kecapean. Sejak latihan rutin di bulan ini, setiap pulang sekolah di sore hari dia nampak kelelahan.
"Adek gak usah maen lagi, kalo pulang sekolah di rumah aja istriahat", kata Ibunya.
"Gak apanya, adek kan cuma mau main bulutangkis di belakang, sama teman."
"Ia, tapi kemarin enyak liat adek main petak umpet juga, kan capek lari-lari." kata enyaknya.

Tepat tanggal 17 April 2014, tibalah saat yang ditunggu-tunggu, Lomba Festival Seni Siswa Nasional tingkat SD se Kecamatan Peureulak dimana dia saat itu menjadi salah seorang peserta. Nomor lomba yang diikutinya adalah menyanyi sendiri (vocal solo). Meski kedua orang tuanya tahu bahwa kemampuan menyaninya tidaklah terlalu bagus, tapi dia tetap memaksakan diri mengikuti cabang tersebut. Padahal ada cabang lain yang boleh dia pilih namun ternyata diabaikannya, yaitu : menganyam, pantomim, pidato, dan cerita bergambar.
"adek gak mau ikut yang lain, adek mau ikut nyanyi," ucapnya kepada ibunya.
ibunya membeirkan masukan lagi "kalau nyanyi adek kan capek,harus hafal lagu, nada, musiknya. kalo gak bisa gimana?"
Dia tak menerima pendapat ibunya. Hari Rabu, 17 April 2014 adalah pembuktian hasil kerja kerasnya selama 1 bulan berlatih. Dia pun tampil dengan nomor urut 9. Ayahnya yang menyaksikan lomba hari itu nampak yakin bahwa untuk menembus target 3 besar sangat berat. Kualitas bernyanyi siswa SD di kota perlak ternyata lebih baik dibandingkan tahun 2010 lalu. Saat itu anaknya berhasil menjadi juara 2, TANPA PIALA.
Panggilan kepada peserta urutan 9, harap naik ke pentas. Dagdigdug hati sang ayah, "mampukah anakku tampil dengan baik," gumamnya dalam hati.
Tepukan tangan dan sorak sorai penonton bergemuruh, Alhamdulillah, dia telah selesai menunaikan tugasnya. Si ayah pun pamit pada anaknya dan guru-guru pendamping, pulang sebentar untuk shalat zuhur dan makan siang.

Diluar perkiraan, ternyata lomba ditutup lebih cepat dari jadwal. Saat ayahnya menjemput, sudah tidak ada lagi peserta lomba di lokasi lomba yang berada di SDN 1 Dama Tutong. Ternyata ananda itu telah kembali ke sekolah bersama rombangan. 
Saat si ayah menjemput di sekolah anaknya, dengan bangga anak itu pun berkata "babeh tunggu sebentar ya, adek mau ke kantor," katanya setengah berpesan.
"ia neuk, beh tunggu".
"Babeh, sekarang foto adek lah!" pintanya.
"Oh itu piala Adek" tanya sang bapak.
"Ia, ini piala adek yang pertama, seharusnya sudah ada 4, tapi yang lalu gak dikasih piala."
Sukses Mewujudkan Mimpi Kecil
Luar biasa, dia korbankan waktu bermainnya, menukar kesenangan bermain dengan kesibukan berlatih. Semua dia lakukan karena ingin memiliki Piala. Ya, piala yang mestinya sudah dia koleksi sejak tahun 2010 lalu. Piala-piala yang terpajang di lemari teman dan sudaranya telah menginspirasi dia untuk pantang menyerah. Sekarang, lelaki kecil ini adalah sang juara, meski hanya juara Harapan 1, itupun telah membuat kedua orang tuanya sadar bahwa sehebat apapun argumen intelektualitas orang tua, tidak bisa memadamkan semangat impian lelaki kecil. 
Ketulusan dan kejujuran dalam "bermimpi" adalah faktor penting keberhasilannya. Dia tidak punya misi lain, dia tidak ingin sesuatu yang lain, dia hanya ingin dihargai sebagai SANG JUARA. 

Selamat ya nak, semoga sukses dunia mu dan sukses juga buat akherat mu kelak

Selasa, 01 April 2014

LAGI OSN LAGI

Dapat undangan tadi siang dari Korwas dan Kasie Kurikulum Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Timur. Undangan sebagai pengawas ruangan dalam kegiatan Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SMA se Kabupaten Aceh Timur. Undangan yang hampir setiap tahun juga saya terima sejak tahun 2009. Jadi hampir datar saja menerimanya, langsung kebayang seperti apa kegiatan sebagai pengawas ruangan besok.

OSN terdiri dari  beberapa mata pelajaran yang dipertandingkan, atau lebih tepatnya dilombakan, karena tidak ada yang berhadapan. Semua peserta duduk menghadap ke pengawas ruangan. Mata pelajaran yang ada dalam OSN adalah : Matematika, Fisika, KImia, Biologi, TIK, Ekonomi, Geografi, Astronomi, dan Kebumian. Sembilan mata pelajaran ini menjadi ajang pembuktian siapa siswa yang terbaik di jenjang SMA. Adu kecerdasan atau kemampuan kognisi siswa ini memang masih mampu menjadi magnet pemicu bagi siswa untuk terus belajar dengan giat dan menjadi pemenang di tingkat kabupaten, propinsi, dan nasional.

Suasana Pembukaan
Dari tahun ketahun, belum ada siswa SMA Kab. Aceh Timur yang lolos OSN ke tingkat nasional. Prestasi tertinggi baru pada level propinsi. Itupun hanya mata pelajaran tertentu. Hal ini mestinya menjadi masukan atau bahan evaluasi khususnya bagi dinas pendidikan agar peserta OSN dari SMA Kabupaten Aceh Timur dapat masuk ke tingkat nasional dan bila perlu menjadi juara. Hasil pengamatan saya nampaknya pelaksanaan tahun ini pun tidak banyak perbedaan dengan tahun lalu, dan hampir bisa diprediksi (model quick count pemilu) hasilnya juga mendekati hasil tahu lalu. Kalaupun meleset hanya sedikit saja melesetnya.

1. Kurang belanja Referensi penunjang OSN
Kualitas soal OSN tidak diragukan lagi, baik validitas, reabilitas, maupunn kontennya yang selalu uptodate. Soal-soal tidak ada yang sama persis dari tahun ke tahunnya. Ini salah satu yang membedakan soal OSN dengan soal UN. Jadi, kalau menghadapi UN para pembimbing atau guru cukup mengandalkan buku paket yang ada di sekolah ditambah dengan kumpulan soal-soal UN dari tahun ke tahun, maka untuk menghadapi OSN tidak cukup dengan buku teks yang ada. Referensinya harus benar-benar sesuai dengan referensi yang diapakai tim pembuat soal. Ini kunci awal keberhasilan siswa SMA Kabupaten Aceh Timur bila ingin sukses dalam OSN dan juara di tingkat nasional.
Betapa kita semua tahu minimnya buku referensi yang dimiliki sekolah
Ruang Biologi OSN 2014 SMA Atim
khususnya untuk menghadapi OSN. Boleh aja pake buku Erlangga, tapi bukan Erlangga untuk kelas XI, XII, apalagi buku untuk siswa kelas X. Referensi kita mesti mengacu juga buku-buku yang dipakai di dunia internasional. Untuk biologi misalnya, buku yang digunakan untuk membuat soal oleh tim dari Universitas Gajah Mada tahun 2010 adalah karangan dari Mr. Solomon, harganya saat itu Rp. 500.000,-. Dan buku ini memang tidak dijual di Indonesia. Buku-buku karangan tersebut dijual di negara-negara persemakmuran saja dan semuanya ditulis dalam bahasa Inggris. Begitu juga referensi yang lain. Tanpa referensi sekelas itu, maka sama saja kita mengikuti OSN bermodalkan semangat kuat dan sedikit ada unsur NEKAT.

2. Tidak ada program peningkatan kompetensi tim pembimbing 
Keberhasilan siswa dalam lomba maupun pertandingan tentu tak lepas dari mumpuninya seorang pembimbing atau pelatih. Kita mungkin tak bisa menyangkal tim sehebat Barcelona, Real Madrid, maupun TImnas U-19 tak bisa lepas dari peran tim pelatih yang mumpuni. Pembimbing adalah orang yang paling tahu apa yang paling dibutuhkan siswa bimbingannya. 
Sportif dan tetap tampil semangat
Kapasitas pembimbing mesti mendapat perhatian khusus dari pihak pembina, yaitu Dinas Pendidikan. Sudah bertahun-tahun sebuah sekolah tidak pernah satu mata pelajaran pun di dalam OSN, tetapi tetap memaksakan diri ikut, alasannya untuk berpartisipasi. Untuk apa mengirim tim yang selalu kalah. Artnya setiap sekolah tidak memberikan perlakuan apapun kepada para pembimbing yang tidak pernah menang. Alasannya kelasaik "tidak ada guru lain" di sekolah itu. Kalau selalu mengirim tim yang sama, maka tujuan peningkatan kualtias siswa melalui ajang OSN ini tidak akan tercapai.
Jadi bukan salah guru atau pembimbing bila selalu gagal menjadi juara, semua itu karena memang batas kemampuan para pembimbing itu yang tidak pernah ditingkatkan. Dengan kesukaran soal yang semakin tinggi mestinya diimbangi juga dengan pelaksanaan program peningaktan kompetensi para pembimbing.

3. Insentif pembimbing
Apapun hasilnya, sebuah OSN tetap menghasilkan pemenang dan pencundang. Kalah dan menang adalah pasangan serasi yang selalu tampak dalam setiap kegiatan lomba maupun pertandingan. Setiap tim/sekolah tentunya tidak ingin menjadi tim yang kalah, takluk dari para pesaing. Semua normalnya menginginkan kemenangan. 
Selalu ada kebersamaan
Bagi tim yang menang, tentu saja kepuasan sebagai pemenang tidak bisa diukur dengan uang, namun bagaimana dengan tim yang kalah. Proses bimbingan yang panjang, tentu menyita waktu, pikiran, tenaga, dan biaya dari tim pembimbing, juga para siswa. Karena itu wajar saja bila setiap pembimbing mendapatkan insentif atau bolnus. Ada sekolah yang membeirkan bonus cukup walaupun timnya kalah. Hal ini berdampak posisitif terhadap pelaksanaan proses pembimbingan tahun berikutnya. Namun bagi sekolah yang lain tentu lain pula peraturannya "kalau kalah maka tidak ada honor pun untuk pembimbing." Dampaknya adalah kemalasan dalam proses pembimbingan tahun berikutnya.

4. OSN anak emas ekskul lain anak pungut
Kadang sering ditemukan perhatian manajemen sekolah terhadap OSN begitu tinggi. Segala kebutuhan peserta OSN dipenuhi. Hal ini berbeda dengan kegiatan yang lain, misalnya O2SN. Fasilitas latihan yang seadanya, kurang pemantauan dari manajemen sekolah, penghargaan yang minim, dll. Kita tentu tidak mengharapkan muncul ketidak adilan di dalam sekolah. Bukankah semua bidang yagn dilombakan itu pada dasarnya untuk menjadi wadah bagi perkembangan bakat dan kecerdasan siswa.
Kesetiaan dalam penantian


Demikianlah catatan saya. Tentu para pembaca punya catatan lain seputar OSN ini. Semoga OSN ini benar-benar dapat meningkatkan kualitas siswa/siswa SMA khususnya di Kabupate Aceh Timur. Selamat bertanding dalam OSN Tingkat SMA se Kabupaten ACeh Timur, 2 April 2014 di SMAN 1 Darul Aman.