Senin, 29 Juni 2015

RAMPAI IGI ATIM



Banyak yang bilang "tak usah ada kegiatan di sekolah, kita fokuskan saja ibadah bulan ramadhan di rumah". Sepintas tentu saja susah dibantah kalo puasa itu memang lebih aman di rumah. Bagi yang tidak ada kaitan antara dirinya dengan orang lain atau dengan instansi manapun, sah-sah saja berada di rumah sebulan penuh. Tapi bagi para guru, apalagi guru PNS, tidak bisa melepaskan diri begitu saja. Setiap bulan para guru PNS menerima gaji, bukan cuma 12 bulan setahun, tetapi gaji para guru PNS ini sampai 13 kali alias 13 bulan dalam setahun. Tanpa melakukan apapun tapi masih menerima gaji penuh, rasanya tak etis. Untuk alasan itulah pada hari ini 24 orang guru, kepala sekolah dan pengawas bertemu di Sekretariat Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Aceh Timur.

Tujuan kegiatan GRATIS yang dilakukan IGI Aceh Timur kali ini adalah membagi pengalaman menulis kepada guru anggota IGI sehingga dapat menghasilkan sebuah karya publikasi ilmiah berbentuk buku. Buku Rampai tentang Best practice anggota IGI dalam menjalankan aktivitas profesinya sehari-hari. Kegiatan sederhana ini dilaksanakan dalam rangka mengisi tugas profesi dengan kegiatan pengembangan diri. Berlatih menulis tentu tidak mengganggu kekhusyukkan ibadah puasa. Semangatnya justru menjadi berlipat, sebab para anggota tidak perlu memikirkan snack, makan siang, dan merokok yang biasanya selalu menjadi agenda sampingan di setiap kegiatan. Patut dicoba.

Aktivitas pelatihan yang mirip training membuat tulisan ini sudah dimulai sejak pukul 10.00 WIB. Dijadwalkan pukul 09.00 memang, namun baru efektif dimulai sejak pukul 10.00. Dan seperti biasa, kegiatan ini dihadiri oleh seluruh pengurus IGI Aceh Timur ditambah anggota yang berkesempatan. IGI tidak fokus pada kuantitas peserta melainkan pada asfek kualitas karya yang dihasilkan. Maklum ini adalah kegiatan tak berbayar. Biasanya jumlah peserta akan menjadi sangat banyak bila kegiatan melakukan pengutipan biaya pendaftaran. Hehehe, agak unik juga guru Aceh Timur ini ternyata, tidak suka dengan yang gratis.

Satu persatu peserta pelatihan sudah mulai masuk pada tahapan praktik membuat tulisan. Format tulisan dalam bentu cerita bebas ini ternyata berdampak positif pada kelancaran tulisan yang dihasilkan. Tidak berapa lama, para peserta sudah mampu membuat tulisan lebih dari satu paragraf. Hehehe, jangan salah, setiap paragraf yang selesai langsung dihapus. Kata teman-teman "kalimatnya kurang bagus". Bila selalu dihapus, kapan siap tulisannya.

Itulah kejadian serupa yang dialami untuk orang-orang yang baru pertama belajar menulis. Tidak yakin tulisannya baik, jadi langsung diedit atau dihapus mati. Tulisan yang baik butuh proses, bisa panjang. dan jarang sekali yang instan "siap saji". Makin tinggi kualitas yang ingin dihasilkan, akan makin lama proses penyelesainnya. 

Salut dengan semangat anggota IGI di kegiatan ini. Meski pengalaman ini adalah pengalaman pertama bagi mereka, semangat untuk belajar tetap tinggi. Saya berharap mereka bisa konsisten hingga hasil kegiatan ini tercetak dalam bentuk buku. Sebuah buku yang kelak akan menjadi motor bagi peningkatan energi literasi di Aceh Timur.

Selasa, 23 Juni 2015

KOMPENSASI PARA PENULIS



Saat mulai belajar menulis di kegiatan Teaching Writing Camp #2 di Wsma UNJ Jakarta Tahun 2012, tak pernah ada pikiran "apa kompensasi yang bakal saya terima?" Semua dimulai, mengalir, dan terus terjaga konsistensinya sampai sekarang. Menulis itu menjadi aktivitas setengah wajib, artinya sebanyak apapun bahan bacaan yang saya baca, banyaknya pengalaman yang saya alami, kalau belum diikuti dengan sebuah tulisan sebagai pengirignya, terasa belum lengkap. Begitulah betapa berartinya kegiatan menulis itu dalam hari-hari saya. Apalagi saat ini, saya punya jabatan sebagai Ketua Ikatan Guru Indonesia Kabupaten Aceh Timur, kegiatan menulis menjadi sebuah keharusan. Mengapa? Sebagai Ketua organisasi profesi yang salah satu misinya adalah fokus pada kegiatan Literasi (membaca dan menulis), saya harus bisa memberikan keteladanan. Tidak terlalu baik, namun cukup menjaga semangat para pengurus dan anggota IGI untuk bisa mengikuti jejak ketuanya, minimal teman-teman IGI BERANI menyatakan diri dalam tulisannya.

1. Punya banyak teman dari kalangan penulis
Kegiatan apapaun yang dilakukan, bila kita ingin sukses maka butuh pendukung. Selain dari kalangan internal (keluarga), pendukung lain yang penting dalam menuju keberhasilan adalah adanya kehadiran teman. Kalau kita mau menjadi guru yang "gila" menulis, maka carilah teman sejenis yaitu guru-guru yang aktif pada kegiatan-kegiatan berkaitan dengan menulis. Pencarian teman seperti ini sekarang tidaklah sulit, media sosial seperti Facebook saja mampu menghadirkan sosok-sosok guru penulis hebat yang ada di Indonesia dan dunia. Asalkan anda tidak sombong dan mau mengajak pertemanan, mereka semua pasti mau menerimanya. Penulis umumnya pribadi yang ramah, terbuka dan senang bergaul, apalagi kalau memiliki kesamaan hobi yaitu menulis.

Apa yang kita dapat dari teman "penulis?" Banyak hal. Pertama, kita bisa mempelajari langkah-langkah sang teman sejak awal hingga karier tertinggi yang telah mereka capai. Kita bisa adopsi atau meniru langkah-langkah tersebut sehingga bisa mengikuti -syukur-syukur menyamai- kesuksesan mereka. Keteladanan itu penting, dan kita harus mau belajar dari orang-orang yang telah sukses di dunia yang ingin kita masuki. Dunia menulis yang begitu banyak ragam kesenangan yang bisa kita rengkuh bila mau.
Kedua. Teman-teman penulis ini bisa menjadi mitra dalam berdiskusi. Membuat tulisan memang mudah, tetapi kualitas sebuah tulisan akan lebih baik bila ada masukan-masukan dari para ahli. teman-teman ini bisa memberikan bantuan yang biasanya juga diberikan secara cuma-cuma, murah, dan cepat sekali hasilnya bisa kita peroleh. Saya secara pribadi sudah pernah merasakan itu semua. Bahkan sebuah even berskala nasional pun pernah dibantu oleh teman-teman saya yang sangat baik itu. Tidak bisa saya sebutkan satu per satu namanya di sini, tetapi yang jelas saya tidak mungkin bisa melupakan jasa-jasa mereka semuanya. Semoga Allah SWT memberikan mereka umur panjang, sehat, dan selalu eksis dalam peningkatan kualitas budaya membaca dan menulis di Indonesia.
Ketiga. Teman penulis bisa menjaga motivasi kita untuk tetap mau menulis. Saat teman-teman kita yang merupakan "penulis betulan" mempublikasi tulisannya, maka seketika itu juga kita seperti dingatkan "sudahkah kita menulis hari ini?" Saya selalu termotivasi untuk menjawab tulisan teman saya yang saya baca dengan gembira itu melalu penerbitan sebuah tulisan juga yang saya hasilkan dengan riang. Maka dari itu semoga saya selalu bisa menjadi pribadi yang riang dan gembira bila bertemu dengan tulisan dan bukan sebaliknya.

2. Bisa wisata edukasi gratis
Mengikuti kegiatan yang gratis adalah kesenangan yang menjadi penawar dahaga di tengah-tengah aktivitas harian yang padat. Diundang sebagai peserta (apalagi ke ibukota dan kota besar lain di Indonesia) karena tulisan yang kita buat tentu sangat membanggakan. Tidak semua orang bisa ikut kegiatan yang diundang berdasarkan karya tulis. Contohnya adalah, lomba penulisan PTK, lomba Best Practice, dan lain-lain kegiatan yang didasarkan pada adanya kreatifitas dalam bentuk tulisan.

Bukan hanya di luar daerah, saya juga banyak dapat tawaran dari dalam kabupaten tempat saya bertugas. Undangan menjadi nara sumber, menjadi fasilitator, bahkan undangan diksusi sering saya terima. Anda akan merasakan sensasi luar biasa bila mendapatkan undangan itu. Selain bisa melakukan wisata edukasi, kita juga bisa mengetahui seberapa besar manfaat diri kita untuk orang lain. Kesempatan berbagi pengetahuan ini harus juga dimanfaatkan untuk mengasah ketrampilan dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pengembangan ketrampilan menulis.

3. Dapat Duit banyak
Yang ketiga ini mungkin saya belum dapat. Maksudnya belum dapat banyak, kalau sedikit-sedikit sih sudah sering. Hehehe. Dulu pernah ada niat mau menuliss supaya bisa dapat uang banyak. Namun bila ini yang jadi tujuan, kita akan dekat dengan kecewa, sebab tidak selalu tulisan itu dikompensasi dengan uang.yang banyak. Tapi tidak salah juga bila ada yang punya cita-cita jadi orang kaya melalui kegiatan menulis. Silahkan.
Beberapa orang guru penulis yang saya kenal sudah mapan secara ekonomi, memang tidak lagi memasukkan kriteria "mendapatkan uang' untuk aktivitas menulisnya. Ya, mereka justru menulis untuk membuat kita pembacanya jadi kaya, kaya ilmu maupun kaya harta bila mau melaksanakan apa yang kita peroleh dari bahan tulisan mereka. Luar biasa. Saya justru ingin menjadi seperti mereka, berbagi dan membuat orang lain bisa sukses dan bahagia melalui tulisan-tulisan saya.

4. Pribadi aktual dan berkarakter
Penulis bukan orang yang serba tahu, tetapi para penulis selalu ingin mengetahui hal-hal yang baru dan tanpa batas. Mereka akan mencari tahu apapun informasi yang akan mereka tuliskan. Data, fakta, informasi, tokoh, apa saja yang berkaitan dengan tulisannya akan dilacak dan tidak akan pernah luput dari imajinasi para penulis. Pikiran para penulis penuh dengan informasi-informasi hidup, selalu ter-update. Itu semua karena kebutuhan, penulis tanpa ada updating ide, pengetahuan, dan tulisan baru, bisa-bisa ditinggalkan para pembaca. Maka dari itu, pribadi para penulis seumpama pribadi yang aktual, dekat dengan hal-hal yang baru. Pribadi seperti ini akan membuat kita (temannya) juga kebagian info-info baru yang sangat bermanfaat.
Dalam memlahirkan tulisannya, para penulis pasti telah memikirkan, menelaah setiap kata dan kalimat yang akan ditulis. Tentu saja  semua tulisan yang terpublikasikan sesuai dengan karakter penulis itu sendiri. Kalau dia orang yang relegius, biasanya tulisannya juga berkarakter relegius. Bila penulisnya seorang humoris, maka banyak karya-karyanya yang bisa bikin orang tertawa saat membacanya. Begitulah.

5. Hidup di hati para pembaca
Saya tidak akan melupakan orang-orang "sakti" yang terus menerus menghujani saya dengan tulisan-tulisannya. Ingat tulisannya akan ingat juga orangnya, begitu juga sebaliknya ingat orangnya akan ingat tulisannya.
Begitu hebatnya para penulis, mereka bisa berada di mana-mana. Maka wajar bila revolusi di sebuah kawasan sering diawali oleh hadirnya tulisan-tulisan yang mendorong orang mau mengikutinya. Dalam kata lain, para penulis itu hidup pada dirinya dan hidup juga di hati para pembacanya.
Bagaimanakah rasanya dirindui para pembaca? Belum ada jawaban. Tetapi suatu saat nanti, sayaj berharap semoga tulisan-tulisan yang saya hasilkan bisa membuat orang mengikuti kebaikan yang ada pada tulisan itu dan juga, bisa mengenang penulisnya...

Teman-teman pembaca yang baik, tentu banyak keuntungan lain dari kegiatan menulis. Menulislah agar anda selalu punya harapan datangnya kompensasi dari kegiatan tersebut, materil dan non materil.

Selamat menulis.

Hotel New Ayuda Cisarua Bogor
22 sd 25 Juni 2015


Nurdin


Minggu, 07 Juni 2015

MEMAKNAI LOMBA GURU, KEPALA, DAN PENGAWAS BERPRESTASI


Kegiatan tahunan ini berlangsung di Asrama Haji Banda Aceh, dimulai sejak tanggal 1 Juni s.d 5 Juni 2015. Ajang tertinggi di Level propinsi untuk memilih siapakah guru dan tenaga kependidikan terbaik yang layak mewakili Propinsi Aceh ke level Nasional. Sebuah ajang yang mempertemukan guru, kepala, dan pengawas sekolah dari 23 Kabupaten / Kota se Aceh. Acara yang semestinya sudah familiar di kalangan pendidik, karena gaungnya memang sudah lama sekali didengungkan, sejak era orde baru hingga sekarang. Inilah satu-satunya kegiatan resmi yang berjenjang, dari level sekolah hingga level nasional untuk memilih guru, kepala, dan pengawas terbaik yang ada di republik ini.

Lomba sederhana ini menilai peserta dalam 4 aspek penilaian, 1) portofolio, 2) ujian tulis (sesuai dimensi kompetensi), 3) presentasi karya tulis ilmiah, dan 4) wawancara. Selain keempat aspek tersebut, ada satu lagi mata penilaian yaitu pengamatan selama kegiatan berlangsung. Pengamatan ini dilakukan oleh tim panitia untuk memantau sikap yang ditunjukkan oleh peserta selama kegiatan berlangsung. Jadi, peserta tidak bisa seenaknya meninggalkan jadwal kegiatan yagn telah ditentukan panitia. Harus patuh dan taat, bila melanggar maka hilanglah peluang juara.

Pelaksanaan kegiatan ini di level Kabupaten Aceh Timur sendiri "miskin" peserta. Para pendidik, baik guru, kepala, dan pengawas sekolah sepertinya enggan mengikuti kegiatan dengan hadiah jutaan rupiah ini. Betapa tidak, untuk juara I di aceh timur, sang juara akan mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp. 8.000.000,-, juara II sebesar 1 juta, dan juara ketiga diberikan dana pembinaan sebesar setengah juta rupiah. Kompensasi yang besar untuk seorang guru, tetapi lomba ini di Aceh Timur kian tidak ada penambahan jumlah peserta secara signifikan. Bukanlah lomba namanya, bila peserta yang ikut  hanya satu atau dua orang. Namun, itulah kondisi yang ada dalam pelaksanaan lomba guru prestasi tahun 2015 ini di Kabupaten Aceh Timur.

Hal yang tidak jauh berbeda juga berlaku di lomba sejenis pada level propinsi. Dari 23 Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Aceh, tidak semua Kabupaten / Kota mengirimkan wakilnya, malah ada daerah yang hanya diwakili oleh satu orang peserta. Ironi. Padahal, hadiah yang ditawarkan untuke kegiatan ini luar biasa, juara 1 akan mendapatkan fasilitas umroh plus mewakili propinsi ke level nasional. Juara 2, mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp. 10.000.000,-, Juara 3 Rp. 8.000.000, Juara 4 (harapan 1) mendapatkan 6 Juta rupiah, dan terakhir juara ke 5 (harapan 2) mendapatkan uang sebesar empat juta rupiah.


Sebagian pendidik ada yang kurang sependapat dengan kegiatan lomba ini, "masa guru berprestasi ditentukan oleh tebalnya dokumen portofolio, itukan tidak mencerminkan kinerja guru yang sesungguhnya". Begitulah komentar umum yang saya terima. Secara luas tentu banyak komentar lain yagn kurang sependapat dengan kegiatan ini. Bagi saya pribadi,kegiatan ini ada sisi positifnya, pertama, saya bisa bertemu dengan rekan guru,kepala sekolah, dan pengawas sekolah se Aceh. Ini tentu kesempatan yang baik untuk berbagi dan menimba pengalaman mereka. Saya malahan datang ke ajang ini tanpa ada membawa misi untuk menjadi juara, maklum, masa kerja saya masih begitu muda untuk menjadi duta pengawas berprestasi Aceh di level nasional. Oleh karena itu, selama kegiatan ini saya betul-betul menikmatinya meskipun menu makanan tidak bisa dinikmati setiap hari

Kedua, kegiatan ini menjadi ajan uji diri. Seberapa berkualitaskah diri saya ini. Maklum, saat di Kabupaten tidak begitu teruji dengan jelas, karean peserta yang ikut sangat sedikit..

Dari sisi tempat pelaksanaan, tahun ini yang paling tidak ideal. Lomba paling bergengsi ini biasanya diadakan di hotel berbintang, tetapi kali ini dilaksanakan di sebuah asrama, yaitu asrama haji. Pemilihan asrama haji ini mungkin ada hubungan dengan hadiah berangkat umroh bagi juaara pertama...hehehe.

Ada satu hal yang bisa diambi pelajaran dari lomba guru prestasi ini, bahwa tidak ada prestasi instan.Para juara  harus mempersiapkan diri jauh-jauh hari. Tetapi persiapan itu bukan TC, persiapan itu hanyalah menuntut para peserta untuk melaksanakan tupoksi dengan sebaik-baiknya. Berprestasilah dalam bekerja, insya Allah anda akan menjadi juara di Lomba ini.


Salam Prestasi