MENINGKATKAN MUTU DENGAN UANG???
Waktu menunjukkan pukul 14.35 WIB, di stasiun Kreta Comuter Line Kramat, Jakarta. Ada yang menyapa saya, "Assalamulaikum," katanya.
Saya segera spontan menjawab "Wa'alaikkum salam", dan langsung menyalami orang yang mengucap salam tadi. Alangkah terkejutnya, ketika menatap ternyata ia adalah seorang kakek-kakek berpakaian sederhana, membawa tas hitam kecil yang berisi sarung dan kupiah (menurut pengakuannya) serta sebuah kantong coklat, dari keadaannya yang berlubang saya yakin itu adalah kantong untuk membawa pulang burung peliharaan.
"Apa itu pak?", saya memulai percakapan.
Si bapak menjawab "ini burung yang baru saya beli di Pasar Burung (Jalan Pramuka)."
"Bapak penggemar burung rupanya!" tanya saya menyelidiki tentang hobi nya itu.
"sekedar mengisi hari-hari pensiun saja dek, supaya tidak terasa panjang, gak jenuhlah," jawabnya ringan.
DIA PENSIUNAN GURU
Pahlawan Pendidikan, Pak Maman, dulu berjuang di SMPN 2 Kota Tangerang dan SMPN Teluk Naga |
Untuk melanjutkan perbincangan --kongkow dalam bahasa betawi -- saya memberikan pertanyaan tentang masa lalunya. "Bapak dulu tugas dimana?" tanya saya lagi.
"saya seorang guru dek, saya mengajar di SMP Negeri 2 Tangerang," jawabnya datar, tapi terlihat seolah dia memang masih terkenang dengan profesinya itu.
"Murid-murid saya sudah banyak yang berhasil dan menjadi orang besar", tambahan dari si bapak atas petanyaan tadi. Dia lalu menyebutkan nama-nama pejabat (mantan muridnya dulu) yang tidak saya kenal, maklum sudah 18 tahun saya tidak mengikuti perkembangan politik di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Tangerang Selatan.
Terakhir dia menyebut satu orang murdinya yang telah berhasil, yaitu pemilik mall Tang City. Mall besar yang ada di kota Tangerang. Dalam hati saya mengaguminya, seorang guru yang berkarakter Indonesia dan Berjiwa seni. Hehehe, mirip iklan Top Kopinya Iwan Fals.
PANDANGANNYA TERHADAP MUTU PENDIDIKAN INDONESIA
Setelah tahu bahwa dia adalah seorang guru, saya melakukan diskusi (sambil menunggu Kereta datang) tentang keadaan pendidikan Indonesia. saya langsung memberikan pertanyaan dasar, "menurut bapak gimana keadaan pendidikan kita sekarang?"
"wah, sekarang ini pendidikan kita bobrok sekali, hancur-hancuran", katanya sambil menatap ke depan, pandangan kosong seolah membayang di wajahnya sisa-sisa kejayaan sang pendekar pendidikan yang sedang dirundung sedih.
"kok bapak menilainya begitu, bukankah sekarang pendidikan lebih diperhatikan dari pada jaman bapak dulu?" kata saya.
"benar memang keadaan sekarang seolah lebih diperhatikan, saya juga mengalami itu dalam bentuk uang sertifikasi, tapi tidak lama, hanya satu tahun.Sekarang memang guru-guru banyak yang diberikan pendidikan sarjana, tapi untuk apa? gak ada mutunya, cuma SARJANA TEMPELAN, ilmunya gak ada." Kata nya mulai menganalisis persoalan pendidikan. "apalagi kalau kuliahnya di universitas yang gak jelas itu, cuman dapet ijazah doang", imbuhnya.
Beliau pun melanjutkan "saat saya menjadi guru tahun 1970, gaji saya cuma Rp.1.200, sementara pegawai lain saat itu sudah Rp.15.000, tapi saya tetap senang menjalani tugas ini, karena saya ikhlas.".
"Nah, kalau menurut penilaian bapak yang lama mengabdi, kurang lebih 41 tahun ya pak, mutu pendidikan kita saat ini dengan dulu apakah ada perbedaan?" saya mengajukan pertanyaan lanjutan.
"Perbedaannya sangat jauh, bukan makin baik tapi makin hancur-hancuran," katanya.
Saya tanya lagi "menurut bapak, apa penyebabnya jadi tambah hancur-hancuran begini?"
Si bapak menjawab "UANG, tidak bisa meningkatkan mutu pendidikan ini dengan UANG, pendidikan baru bisa ditingkatkan dengan PENGABDIAN."
Dalam hati saya mengucap "Subhanallah", dalam betul pemahaman bapak ini dan clear sekali dia memandang tugas dan fungsinya sebagai guru. Sebuah kata suci yang menjadi kunci perjalanan bangsa ini dahulu, kini mulai dilupakan orang "PENGABDIAN."
"tanpa pengabdian, uang akan membikin orang jadi malas, buktinya saya tadi, karena demi sertifikasi lalu dipaksa kuliah sarjana, kan. Tidak boleh tamatan guru sekolah olah raga menerima dana tunjangan profesi. Jadi juga saya ini seorang sarjana, tapi ya itu tadi, gak ada ilmu sarjananya, penuh dengan manipulasi. Uang juga membuat orang pada korupsi, bukan ingin mengabdi lalu menduduki posisi tertentu, tapi malah pada lomba makan uang negara dengan cara yang haram. Gimana gak rusak pendidikan kita!" Jawabnya tegas.
Saya kembali bertanya "sejak kapan kira-kira pendidikan kita merosot mutunya, pak?"
"dari tahun 1970an sampai dengan 1985 pendidikan kita bagus sekali. Lalu dari 1985 sampai dengan tahun 2000 mulai ada penurunan, tetapi belum terlalu parah. Nah dari tahun 2000 sampai sekarang itu sangat hancur. Sertifikasi, Uang BOS, semuanya dari hutang luar negeri, dari Bank Dunia itu, makanya hancur. Masa membiaya pendidikan pake hutang, dan 20% itu juga bohong, dek," katanya sambil agak memerah mukanya seolah menahan marah.
NASEHAT SEORANG SENIOR
Kereta pun tiba, sebuah KRL Commuter Line jurusan Jati Negara - Bogor, melewati setasiun transit Duri, sebelum nanti kami lanjutkan dengan kereta lain menuju Tangerang.
Diskusi berlanjut dengan obrolan ringan dan sudah mengarah pada pembicaraan antara senior dengan junior, seperti antara anak dengan bapaknya.
"sebenarnya saya ini seorang pengawas sekolah pak", saya mulai memperkenalkan identitas saya.
Dia seolah tidak percaya, "loh kok jauh sekali, tapi adek aseli Tangerang?"
"betul pak, saya lahir dan besar di Tangerang, tapi sudah 18 tahun di Aceh, kuliah di sana dan bertugas juga di aceh"
"Kena Tsunami gak waktu itu?" tanyanya spontan.
"tidak pak, karena saya di Aceh Timur, bukan di Banda Aceh."
"sudah berkeluarga?" tanyanya.
"sudah pak", saya jawab singkat.
"orang mana isterinya?" tanyanya ingin tahu.
"orang Aceh aseli pak!" kata saya.
"sudah punya anak berapa?
saya jawab "sudah punya anak satu pak, sekrarang mereka di aceh".
lalu dia berpesan "tolong dengarkan nasehat saya,tapi maaf ya, jangan tersinggun, tolong Jangan berikan rezki yang tidak jelas apalagi yang haram kepada anak, karena makan haram itu nanti akan jadi darah daging, kalau sering dikasih yang gak benar, nanti repot kalau sudah besar. percayalah sama saya!"
"insya Allah pak, terima kash telah mengingatkan saya".
"sekarang ini guru-guru dan umumnya orang-orang teh taunya rezeki cuman duit, padahal rezeki itu ada sehat, ketenangan hidup, dan ilmu yang kita punya. bersyukur kita yang jadi guru, minimal sudah punya dua, doa anak shaleh dan ilmu yang diamalkan yang berguna untuk orang lain, kalau harta mungkin belum yah." katanya menyampaikan salah satu hadits Nabi.
"sekarang ini guru-guru dan umumnya orang-orang teh taunya rezeki cuman duit, padahal rezeki itu ada sehat, ketenangan hidup, dan ilmu yang kita punya. bersyukur kita yang jadi guru, minimal sudah punya dua, doa anak shaleh dan ilmu yang diamalkan yang berguna untuk orang lain, kalau harta mungkin belum yah." katanya menyampaikan salah satu hadits Nabi.
Percakapan masih berlangsung lama lagi. Namun, saya tidak ingin menuliskan yang berikutnya, biarlah saya simpan saja untuk saya pribadi. Betapa dia selanjutnya banyak menceritakan tentang kinerja pengawas dan kepala sekolah di Kota Tangerang, yang amat tidak sesuai dan bertolak belakang dengan cita-cita luhur pendidikan. Sebelum mengakhiri pembicaraan, saya meyakinkan beliau bahwa keadaan di Aceh Timur masih baik dan bagus sekali, walaupun kami di Kampung, miskin, jauh dari Ibu Kota Republik, namun dari sisi moral dan integritas nampaknya masih lebih baik dari keadaan di kota.
Di stasiun tangerang dia memeluk saya sebelum berpisah, dan berpesan agar saya bersedia main ke rumahnya. Tanyakan saja nama saya pada tukang beca, mereka pasti kenal saya, bilang saja "mana rumah Haji Maman, guru SMP Negeri 2 Tangerang", atau "tanyakan saja rumah pak guru". Mereka akan mengantarkan adek. Sebab di Galiong, Pasar Baru rata-rata mengenal saya.
Semoga petikan obrolan yang tidak utuh ini (tidak dipaparkan semua) bisa memberi kesadaran pada kita tentang pentingnya sebuah komitmen pengabdian bagi profesi guru,, kepala sekolah, dan pengawas. juga menekankan kewajiban menjaga generasi, anak dan cucu, jangan sampai diberikan sesuatu yang tidak halal, apalagi jika keharamannya didapat dari manipulasi dalam dunia pendidikan yang memiliki tugas suci ini. semoga bermanfaat. wassalam
catatan : sebelumnya saya telah meminta ijin kepada beliau untuk menuliskan hasil bincang-bincang ini. prinsipinya beliau setuju dan senang sekali.
Banyak orang menyadari betapa pendidikan kita saat ini sedang sakit. Banyak juga orang yang menginginkan kesembuhannya. Tetapi kita tidak tahu harus memulai dari mana....
BalasHapusTerima kasih pudin, atas komentarnya.
Hapuspenyakit insya allah bisa disembuhkan saat masih ada orang yang menginginkan kesembuhan itu. kita mulai dari diri kita dan yang terdekat dengan kita...pengalaman pak Haji Maman itu memberikan banyak hal yang harus kita renungkan lagi, seperti apakah karakter pendidik yang dibutuhkan saat ini..figur seperti pak maman dan pak afi pada tulisan terdahulu, layak menjadi inspirasi bagi penyembuhan diri kita dan pendidikan di negeri kita.
Duroh hate teu watee ta baca, dan betapa besar kejahatan yang terjadi di Dunia Pendidikan, melakukan penipuan jam mengajar demi pencairan tunjangan profesi dan tak sedikit pula yang menyabotase hak orang lain dengan mengolah agar namanya dipanggil untuk PLPG, nyan ban buet Gur, na jeut keu guree teuma..
BalasHapustragedi yang memalukan sekaligus memilukan...tapi masih ada orang yang seperti Pak haji maman itu..dia berhasil naik haji satu tahun setelah pensiun, dari hasil menabung dengan mengajar 64 jam seminggu. pagi di smpn 2 tangerang, sore dia honor dimana-mana, untuk bikin rumah katanya dan tabungan hari tua..
Hapus