PEMILIHAN GURU BERPRESTASI
Merancang serta menyelenggarakan
pendidikan nasional, tak ubahnya membangun kebudayaan dan karakter bangsa. Karena
itu, selain merupakan tugas mulia, membuat standar nasional pendidikan sungguh
menuntut kematangan konsep, sekaligus penuh resiko karena hasil akhirnya akan mengikat
pemerintah dan guru. Jika penyusunan konsep standar salah, yang menjadi korban
anak-anak bangsa dan kerugian uang negara (Depdiknas: Teropong Pendidikan, thn 2006, hal
63).
Supiono, M.Pd. Sedang melaksankan tugas kepengawasan |
Para pembaca yang berbahagia,
paragraf di atas sengaja saya cuplikan sebagai pengantar postingan ini yang
berhubungan dengan guru berprestasi.
Sejak dilantik sebagai pengawas pada tanggal 28 Oktober 2009, saya pernah ditugaskan
sebagai salah seorang juri lomba pemilihan guru berprestasi Kabupaten Aceh
Timur tahun 2010. Menjadi guru berprestasi saja belum pernah, tapi langsung
menjadi jurinya.
Apa makna guru berprestasi? Bagi saya
pada saat itu, guru berprestasi adalah seorang guru yang profesional, mampu
menjalankan tugas profesinya sebagai guru di atas rata-rata kinerja guru
lainnya, baik di tingkat sekolah, UPTD, kabupaten, propinsi, dan tingkat
nasional. Namun, kenyataannya saya salah persepsi. Guru berprestasi pada saat
saya menjadi juri itu ternyata ditentukan lewat sebuah lomba, yaitu “Lomba Guru
Berprestasi tingkat kabupaten”.
Pertanyaann selanjutnya “apakah
bisa lomba seperti itu menghasilkan guru yang memiliki kinerja di atas
rata-rata guru lainnya?” Kenapa ini perlu dipertanyakan, karena kita memang
ingin dan sudah lama menunggu lahirnya
guru-guru yang profesional dan berkarakter sebagai guru sejati. Guru yang bisa
diteladani oleh semua orang yang berada di sekeliling profesinya, siswa, guru
mitra, kepala sekolah, tenaga kependidikan, bahkan lebih luas lagi adalah
diteladani oleh masyarakat. Maka, lomba pemilihan guru berprestasi sejatinya
dapat menjadi instrumen membidani
lahirnya guru berprestasi sejatI yang dapat diteladani, bukan malah menciptakan guru berprestasi etalase, yang hanya
bagus dilihat, tapi tidak memiliki memiliki keistimewaan dalam menjalankan
tugas profesinya.
Kalau begitu, sia-sia saja lomba
itu diadakan, apakah tidak lebih baik dihapuskan saja, selain untuk menghemat
anggaran dinas pendidikan, juga untuk menghilangkan polarisasi antara guru
berprestasi (etalase) dengan guru yang berprestasi di lapangan (sekolah)? Tentu
saja tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengeliminir atau meniadakan lomba
guru berprestasi itu. Saya hanya menginginkan apa yang baik dan seharusnya
terjadi bisa diwujudkan, yaitu lahirnya guru-guru profesional yang memang layak
kita nobatkan sebagai guru berprestasi. Dan itu bisa saja dilakukan melalui
ajang lomba guru berprestasi.
Pembentukan karakter guru berprestasi melalui MGMP |
Jadi, intinya adalah tata cara pelaksanaan
lomba guru itu yang mesti kita reformasi.
Selama ini lomba guru berprestasi acapkali dilakukan terkesan dadakan, dan
kurang persiapan. Dinas mengumumkan kepada kepala sekolah tentang pelaksanaan
lomba, kepala sekolah mengirimkan satu guru peserta untuk mengikuti lomba (dengan
melengkapi syarat tertentu), dan dalam 2 hari pelaksanaan lomba dipilihlah 3
orang guru berprestasi tiap jenjang, mulai TK, SD, SMP, dan SMA/SMK.
Hasilnya tentu akan lain apabila
pemilihan guru berprestasi itu kita laksanakan secara terencana, terpadu,
melibatkan lebih banyak pihak, dan memasukkan unsur pembinaan kepengawasan yang
berkelanjutan sebagai bagian tak terpisahkan bagi pembentukan guru berprestasi
atau guru teladan. Oleh karena itu, saya mengusulkan tahapan-tahapan pemilihan
guru berprestasi sebagai beriut:
1.
Tahap
pembinaan
Pengawas sekolah secara profesional menyusun program
kepengawasan yang memasukkan unsur pembinaan guru untuk mengikuti lomba guru
berprestasi. Artinya ada sebuah fokus atau penekanan pada bidang “peningkatan
kinerja guru di sekolah” melalui pembinaan yang intens dan berkelanjutan. Tahapan
awal ini amat penting, karena guru akan dibimbing serta dididik agar
benar-benar memiliki karakter sebagai guru yang layak untuk ditiru atau
diteladani berdasarkan prestasinya di sekolah.
2.
Tahap
pemilihan di tingkat sekolah
Pengawas sekolah mengumumkan hasil kerja kepengawasaan
di setiap sekolah binaan, salah satu yang harus diumumkan adalah peringkat guru
di setiap sekolah binaan berdasarkan penilaian kinerja guru. Peringkat teratas,
akan diusulkan untuk mewakili sekolah mengikuti kontes “lomba guru berprestasi” tingkat kecamatan. Ini dilakukan
pada awal semester ganjil. Bagi guru yang belum diikutkan sebagi peserta lomba,
maka akan mendapatkan pembinaan lagi dari pengawasnya.
3.
Penentuan
guru berprestasi tingkat Kecamatan UPTD
Roslina, S.Pd. (Jilbab hitam), guru berprestasi Aceh Timur 2010, Tkt. SMP |
Seluruh peserta yang diusulkan sekolah-sekolah di
tingkat kecamatan, selanjutnya dipantau oleh tim penilai. Tim ini melibatkan
unsur pengawas sekolah, organisasi profesi guru, dan perwakilan UPTD. Tugas tim
ini adalah menilai kinerja guru selama satu semester, yaitu pada semester
ganjil. Pada akhir semester ganjil atau awal semester genap, tim mengumumkan peringkat
guru tingkat kecamatan berdasarkan penilaian oleh tim, guru yang berada di
peringkat teratas akan diutus sebagi peserta lomba guru berprestasi tingkat
kabupaten.
4.
Tahap
Pemilihan Tingkat kabupaten
Dinas Pendidikan Kabupaten lalu membuat SK penetapan
peserta lomba guru berprestasi tingkat kabupaten, diikuti dengan pemberian dana
stimulus bagi guru peserta untuk melakukan sebuah riset penelitian tindakan. Seluruh
peserta ini selanjutnya dinilai kinerjanya selama satu semester, termasuk hasil
riset yang berupa karya tulis inilah. Sama seperti tingkat kecamatan, tim di
tingkat kabupaten ini terdiri dari pengawas sekolah, organisasi profesi, unsur
Dinas Pendidikan, dan melibatkan Akademisi dari perguruan tinggi.
Pada tahapan ini, tim juri akan menentukan 3 orang peserta
terbaik yang akan diundang ke Ibu Kota Kabupaten untuk mempresentasikan hasil
risetnya.
5.
Penentuan
dan Pelantikan Guru Beprestasi tingkat kabupaten
Sebagai tahapan puncak dari pemilihan guru beprestasi
tingkat kabupaten adalah tahap penentuan dan pelantikan. Di fase ini, setiap
peserta diuji secara akademis, melalui serangkai uji kompetensi tertulis,
wawancara, dan pemaparan hasil riset (karya ilmiah) yang telah dilakukan pada
semester genap. Seluruh peserta yang diundang ini sudah pasti mendapatkan
juara, hanya saja tim harus menentukan peringkat guru berprestasi untuk tiap
jenjang. Jumlah peserta yang kecil, 12 orang, masing-masing 3 orang untuk tiap
jenjang, TK, SD, SMP, SMA/SMK, akan membuat pelaksanaan tahapan ini menjadi
lebih maksmimal. Pada akhir tahapan ini, guru yang terpilih sebagai peringkat
terbaik akan diutus sebagai wakil Kabupaten dalam lomba yang sejenis di tingkat
propinsi, tentu saja setelah dilantik oleh Bupatei/Walikota, sebagai guru
terbaik tingkat kabupaten.
Kelima tahapan ini, tentu saja
memerlukan kerja keras dari banyak pihak. Namun, penulis memiliki keyakinan
apabila proses ini bisa dilakukan dengan dukungan banyak pihak, tentu bisa
memenuhi keinginan kita memiliki guru unggul, berprestasi, dan layak dijadikan
teladan bagi kita semua. Selamat berjuang, teman!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar