Minggu, 23 September 2012

KOMPETENSI MANAJERIAL

STANDAR PEMBIAYAAN SATUAN PENDIDIKAN


Dari 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang diamanatkan oleh UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN), lalu dijabarkan lagi dalam PP Nomor 19 tahun 2005, Standar Pembiayaan adalah Peraturan tentang SNP yang paling terakhir dibuat. Peraturan ini baru diteken oleh Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2009, melalu Permendiknas nomor 69 tahun 2009 tentang Standar Biaya Pendidikan Nonpersonalia.

Mengapa Standar Biaya ini memakan waktu TERLAMA untuk disahkan? Mengapa baru disahkan saat Kabinet akan berakhir di tahun 2009, tepatnya tanggal 5 Oktober 2009? Sementara 7 Standar lainnya telah diselesaikan pada tahun 2008. Tentu saja yang paling berkompeten menjawab pertanyaan itu para pengambil kebijakan di jajaran Kemendikbud dan Komisi Bidang Pendidikan DPR-RI.

Standar pembiyaan
Lalu bagaimana pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional, khususnya di Jenjang Pendidikan menengah, tanpa ada aturan atau standar pembiayaan? Memang telah ada peraturan tentang pendanaan pendidikan, yaitu PP nomor 48 tahun 2008. Tetapi inti dari PP tersebut tidak secara tegas menentukan berapa standar biaya untuk SD, SMP, atau SMA/SMK. Kita hanya tahu besaran biaya per siswa itu setelah ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS), walaupun kita tidak banyak yang faham bagaimana menentukan besaran dana BOS itu, item-item pembiayaan apa saja yang digunakan dalam perhitungannya sehingga muncul sejumlah angka tersebut.

Inti dari PP nomor 48 tahun 2008 ini secara umum memang telah memuat beberapa hal penting tentang pembiayaan, antara lain tentang Jenis-jenis biaya pendidikan. 

PASAL 3
Ayat (1) Biaya pendidikan meliputi

a. biaya satuan pendidikan;
b. biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan; dan
c. biaya pribadi peserta didik.

Ayat (2) Biaya satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. biaya investasi, yang terdiri atas:
   1. biaya investasi lahan pendidikan; dan
   2. biaya investasi selain lahan pendidikan.
b. biaya operasi, yang terdiri atas:
   1. biaya personalia; dan
   2. biaya nonpersonalia.
c. bantuan biaya pendidikan; dan
d. beasiswa.

Untuk lebih jelasnya silahkan diunduh saja dan dibaca-baca waktu sudah ada keluangan, sudah saya siapkan link nya di bawah.

Berdasarkan pengalaman saya selama melakukan tugas-tugas kepengawasan, teman-teman pengawas dan kepala sekolah kan tahu bahwa pendidikan kita sebagian besar hidup dari dana Bantuan Operasional Pendidikan (Pasal 3, ayat 2, huruf b). Nah, apakah teman-teman -- terutama yang kepala sekolah -- bisa menjawab kalau ada pertanyaan "Apakah dana BOS yang dikirim dari pusat itu cukup?" Umumnya teman-teman kita yang kepala sekolah akan menjawab "pas-pasan", atau ada juga yang menjawab lantang "KURANG". Yang jelas tidak ada yang berani menjawab bahwa dana BOS itu sudah berlebih..hahaha. Di sini permasalahan mulai muncul, ternyata memang tidak mudah membuat standar pembiayaan di Indonesia yang begitu beragam perbedaan antara satu sekolah dengan sekolah lain, baik dalam satu propinsi ataupun antara propinsi yang berbeda.

Dana BOS, tidak akan mungkin bisa membiayai pendidikan secara maksimal, karena memang jumlah dana yang diberikan itu adalah dana minimal pembiayaan Satuan Pendidikan, malah hanya untuk satu komponen pembiayaan yaitu Biaya Operasional saja. Maka dari itu, kita masih menyaksikan adanya satuan pendidikan yang melakukan pengutipan, karena memang dana BOS itu tidak mencukupi. Apakah pengutipan ini boleh atau tidak, itu soal lain, karena setiap daerah juga punya kebijakan sendiri-sendiri. Tetapi yang kita mau adalah janganlah kekurangan pembiayaan operasional Satuan Pendidikan langsung kita bebankan kepada masyarakat. Dimana peran Pemerintah Daerah (Proinsi dan Kabupaten)?

Permasalahan lain sering terjadi, seperti yang dialami di Propinsi Aceh, Pemerintah Propinsi ingin memberikan bantuan kepada semua satuan pendidikan yang Anggarannya defisit, artinya tidak mampu ditanggulangi oleh dana BOS, apalagi bila sekolah kecil dengan jumlah murid sedikit. Satu pertanyaan penting dari pak Gubernur waktu itu adalah "berapa jumlah kekurangan yang harus pemerintah propinsi berikan kepada setiap satuan pendidikan untuk setiap jenjang?" Jika kita menjadi kepala sekolah, jawabannya tentu harus ilmiah dan ril. artinya pemerintah propinsi akan membantu pembiayaan yang diperoleh dari pengurangan Biaya Operasional Satuan Pendidikan dengan Biaya Operasional Sekolah, kalau ditulis pake rumusan jadinya begini:

Bantuan Propinsi = Biaya Operasional Satuan Pendidikan - Biaya Operasional Sekolah, atau
BP = BOSP-BOS , dengan catatan bahwa BOSP lebih besar daripada BOS

Disinilah peran pengawas itu diperlukan, kita harus dapat membantu kepala sekolah untuk menghitung Berapa besaran Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) sekolah binaan kita. Bagi teman-teman yang sudah bisa tentu tinggal aplikasikan saja. Sedangkan yang belum bisa melakukan pembimbingan penghitungan BOSP itu, silahkan dipelajari lagi secepatnya. Bagi teman-teman yang sedang melakukan studi di Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Kepengawasan, terutama yang di UI, mungkin bisa meminta penjelasan tambahan tentang penghitungan BOSP ini pada saat kuliah Ekonomi Pendidikan.

Sampailah kita di penghujung tulisan, bahwa untuk menentukan besaran BOSP dalam lingkup kecil saja kita sudah memiliki berbagai kesulitan, apalagi dalam skala nasional, pasti lebih sulit lagi. Namun itulah nasib pengawas, biasanya memang yang datang pada kita itu banyak hal yang sulit, tapi permasalahan tersulit apapun, asalkan masalah itu berhubungan dengan kompetensi pengawas, harus kita selesaikan. Namanya juga Guru Super---vision. hahaha, harus bisa.

Insya Allah pada postingan berikutnya saya akan menyampakan tentang teknis penghitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Kabupaten Aceh Timur, sebagai contoh atau ilustrasi, semoga ada manfaatnya.

Wassalam


Lampiran:
1. PP nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Mau!)
2. Permendiknas nomor 69 tahun 2009 tentang Standar Pembiayaan (Mau!)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar