Rabu, 04 Januari 2017

DELAPAN JAM DI SEKOLAH, APA YANG DAPAT DILAKUKAN GURU SMA?


Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Begitu pentingnya tugas profesi ini, maka Pemerintah mengangkat Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan sebagai guru.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam melaksanakan tugasnya mempunya kewajiban jam kerja. Jam kerja PNS sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995, sebanyak 37 jam 30 menit per minggu, baik untuk 5 (lima) hari kerja maupun 6 (enam) hari kerja sesuai dengan penetapan Kepala Daerah Masing-masing.

Selain memiliki kewajiban jam kerja 37 jam 30 menit, guru diwajibkan melakukan pembelajaran tatap muka minimal 24 jam pelajaran (JP) dan maksimal 40 JP per minggu. Inilah yang selama ini sering menjadi diskusi hangat di kalangan guru, wajib hadir ke sekolah 37 jam 30 menit, ataukah cukup 24 jam tatap muka mengajar di kelas.

Jam tatap muka dalam pembelajaran di sekolah, lama waktunya berbeda-beda. Jenjang SMA, 1 JP = 45 menit; SMP = 40 menit; dan SD = 35 menit. Sehingga di SMA, 24 JP dikali 45 menit berjumlah 1080 menit atau sama dengan 18 jam. Artinya, jika hanya memenuhi kewajiban24 jam tatap muka, guru  SMA baru melaksanakan kewajiban jam PNS sebesar 18 jam atau 48% dari jumlah jam wajib per minggu yang ditentukan yaitu 37,5 jam (37 jam, 30 menit).

Kalau hanya 48% pemenuhan jam kerja PNS, apakah guru melanggar jam kerja PNS sebesar 52% tiap minggu?”

Jawabannya belum tentu. Kenapa? Karena tugas guru bukan hanya mengajar. Ada tugas lain yang juga membutuhkan waktu dalam pelaksanaannya, yaitu : membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Selain itu, tugas mengajar merupakan salah satu tahapan dalam pemenuhan standar proses pembelajaran. Sebelum mengajar guru harus mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), membuat Lembar Kerja Pesert Didik, dan unsur-unsur lain yang harus ada dalam melengkapi RPP. Ini semua memerlukan waktu, mungkin saja waktu yang digunakan untuk menyiapkan itu semua lebih dari 52% total jam wajib PNS.

Lalu, bagaimana guru menyikapi wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang merencanakan peraturan baru dimana guru wajib berada di sekolah selama 8 jam per hari selama 5 (lima) hari setiap minggunya? Dengan jam kerja 37,5 jam selama 6 hari, rata-rata jam kerja setiap hari adalah 37,5 jam : 6 hari = 6,25 jam (6 jam 15 menit). Jika jam masuk sekolah pukul 08.00 WIB, maka siswa meninggalkan sekolah pada pukul 14.15 WIB. Nyatanya saat ini jarang ada sekolah di Aceh, yang keluar sekolah pada pukul 14.15 WIB.

Bagaimana dengan sekolah yang lama belajarnya adalah 5 hari per minggu. Maka setiap hari jam kerja guru di sekolah adalah 37,5 jam : 5 = 7,5 jam          (7 jam 30 menit). Bila sekolah tersebut memulai jam pertama pada pukul 08.00 WIB, maka pembelajaran akan berakhir pada pukul 15.30 WIB (pukul 3.30 sore hari). Sepertinya tidak ada Kabupaten/Kota di Propinsi Aceh yang memberlakukan 5 hari sekolah per minggu.

Kebijakan 37,5 jam per minggu bagi PNS saja tidak bisa dipenuhi secara maksimal oleh guru, apalagi kalau 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Namun tuntutan profesi guru ini tidak bisa dihindari oleh para pendidik di Sekolah. Oleh karena itu, wacana baru yang dilontarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang keberadaan guru 8 jam di sekolah harus diisi dengan berbagai aktivitas sehingga terjadi peningkatan kualitas para lulusan. Pertama, guru bisa memanfaatkan waktu luang untuk merefleksi kegiatan pembelajaran setiap hari. Hasil refleksi ini diikuti dengan hal-hal antara lain: memperkaya materi dan media pembelajaran, memperbaiki metode, serta memperkaya pembelajaran melalui integrasi antar Kompetensi Dasar atau dengan Kompetensi Dasar Mata pelajaran yang berbeda.

Kedua, waktu bisa dikonversi untuk memeriksa seluruh pekerjaan siswa seteiap hari. Hal ini akan menjamin terciptanya penilaian yang otentik. Hasil pekerjaan siswa bila diperiksa, diberi nilai, dan dievaluasi setiap hari, akan meningkatkan kualitas kinerja guru. Nilai-nilai yang diperoleh siswa menjadi semakin cepat diketahui oleh siswa. Percepatan pengungkapan hasil belajar siswa ini akan mempercepat juga pelaksanaan tindak lanjutnya, yaitu berupa pengayaan bagi siswa yang mendapatkan hasil belajar tuntas, atau pembelajaran remedi bagi siswa yang belum tuntas.

Ketiga, waktu luang adalah anugerah Allah SWT untuk setiap manusia, termasuk bagi para guru. Jika tidak ada yang perlu media/metode yang harus diperbaiki, juga tidak ada masalah mengenai hasil belajar siswa, maka guru bisa mengisi waktu luangnya dengan menghidupkan Gerakan Literasi Sekolah melalui kegiatan membaca dan menulis. Pustaka sekolah akan dipenuhi oleh beragama karya tulis guru sebagai hasil berliterasi produktif.

Keempat, guru semakin memiliki waktu untuk berdiskusi dengan rekan sejawat. Diskusi para pendidik tentu akan melahirkan konsep-konsep atau gagasan-gagasan berupa tawaran solusi terhadap berbagai persoalan yang ada di sekolah.

Setiap kebijakan tentu tidak ada yang sempurna, selalu ada celah kekurangan dan kesalahannya, sangat tergantung bagaimana kita menilainya. Titik pentingnya adalah marilah kita konversi waktu luang kita menjadi sesuatu yang berguna khususnya dalam memajukan dunia pendidikan di tanah Aceh.

(sudah publish di Media Citra Aceh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar