Kamis, 16 Oktober 2014

IN ON IN KURIKULUM 13 "GURU TAMBAH PINTAR MURID JADI BODOH"


Mengawali kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan untuk Kepala Sekolah SMP/MTs adalah perjalanan 4 jam dari Langsa menjuju hotel Garudaplaza di Medan. Ada 7 orang penumpang, 3 pengawas dan 4 orang lagi adalah Kepsek binaan yang akan menjadi peserta utama pelatihan PKB dari ProDEP-Ausaid. Dengan mobil Inova keluara tahun 2012 kami meluncur meninggalkan kota Langsa pukul 8.30 WIB. Duduk di Bangku sewa depan, di samping pak supir adalah sahabat saya Pak Abdul Rahim, S.Pd. M.Pd. Beliau sudah membekali diri dengan koleksi lagu-lagu yang akan diputar agar perjalanan menuju medan tidak sepi.

Di barisan tengah ada Pak Ikhsan, kepala SMPN 1 Peureulak Timur, di tengah ada Pak Sinarta Purba Kepala SMPN 4 Birem Bayeun, dan di Pinggir paling kanan ada saya sendiri yang sengaja memilih duduk di bagian paling pinggir kanan supaya gak terganggu penumpang lain yang mau masuk ke belakang. 
Di  bagian belakang juga terisi penuh oleh 3 orang penumpang. Penumpang paling kiri adalah Pak Supiono, S.Pd. M.Pd. Korwas yang merupakan penumpang  paling terakhir naik ke mobil. Di samping beliau ada pak Nasir Birem Bayeun I serta di sudut diisi oleh Pak Jasman, Kepsek SMPN 1 Rantau Seulamat.

Perjalanan ini kami lewati dengan selingan diskusi-diskusi kecil pengalaman kami selama menjalankan tugas sehiari-hari. Candaan namun bisa juga dijadikan pelajaran saat dengan lepas dan santai saya coba lepaskan isu-isu yang ada di sekolah. Misalnya, "gimana dampak kegiatan pelatihan yang berhubungan dengan K-13 dilakukan menggunakan pola In-On-In?" Pak Ikhsan santai menjawab bahwa dengan kegiatan pelatihan yang  begitu intens, guru-guru mendapatkan porsi pelatihan yang sangat maksimal malah di atas maksmimal lagi, jelaslah guru-guru sekarang akan bertambah pintar, namun siswa-siswa di kelas bertambah bodoh. "Kok bisa?" tanya saya. Pak Kepsek Petir itu bilang karena di kelas sering tidak ada guru. Hehehe, mungkin guru penggantinya pun  tidak ada karena sedang mengikuti pelatihan juga.

Begitulah, pemerintah sangat fokus menyediakan anggaran yang besar untuk Diklat guru agar mahir "berselancar" dengan K-13. Tetapi pelaksanaan Diklat untuk seluruh guru, khususnya di Aceh dalam tempo 2 bulan secara masif jelas akan mengganggu sekolah. Dalam sehari bisa 3 guru absen. Kelas kosong bisa seharian penuh. Guru piket tidak bisa masuk, sebab anak-anak sudah bosan dikasih tugas dan catatan. "Kan bisa masuk kepala sekolahnya?" kata saya.
Kepala sekolah ada yang menjawab "tidak bisa pak".
"Kenapa pak tidak berani masuk?" tanya saya sambil sedikit terkejut
Pak kepsek sambil tersenyum jawab "takut gurunya marah, saya saja tidak masuk kenapa bapak masuk".

Hehehe, begitulah situasi imajiner dalam diskusi dengan pak kepsek. Betapa upaya yang dianggap baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui diklat guru sebagai keniscayaan perubahan kurikulum secara sadar atau tidak telah menyebabkan siswa kehilangan haknya mendapatkan pengalaman belajar. Pola pendidikan guru mestinya didesain agar tidak atau minimal mengurangi adanya penghilangan hak-hak siswa mendapatkan pembelajaran di kelas. semoga ke ada perubahan di bawah kabinet baru 20 Oktober 2014.

2 komentar:

  1. hahhaa ah alasan aja tu pak kepsek gk mau masuk, waktu sy SMA aja tahun 2004 aja, kepsek kami pak Ibnu sering masuk berbagi pengalaman :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ia,mungkin begitu bang zwar, kepseknya satu nomor dengan gurunya X

      Hapus