Kamis, 22 November 2012

OTONOMI PENDIDIKAN

TUGAS PENGAWAS DALAM OTONOMI PENDIDIKAN


Tiga tantangan besar yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah : 1) mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah dicapai, 2) mempersiapkan sumberdaya manusia yang kompeten dan mampu bersaing dalam pasar kerja global, dan 3) sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyseuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memerhatikan kebutuhan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat (UU No.25 Thn 2000 tentang Program Pembangunan Nasional).

Sebelum reformasi berlangsung, pelaksanaan pendidikan di Indonesia bersifat sentralistik, hal ini dianggap kurang bisa mengakomodasi keberagaman daerah, keberagaman sekolah, serta keberagaman peserta didik, bahkan cenderung mematikan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Selain itu, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional lebih berorientasi pada pencapaian target-target tertentu, seperti target kurikulum, yang pada gilirannya mengabaikan proses pembelajaran yang efektif dan mampu menjangkau seluruh ranah dan potensi peserta didik. Dimana muara dari itu semua adalah perjudian pada Ujian Nasional. lulus atau tidak.

Sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah kini mempunyai kewenangan yang lebih besar untuk mengelola dunia pendidikan di daerah. Menurut analisis para pakar dan praktisi pendidikan, di Indonesia saat ini sedikitnya ada lima persoalan pokok yang harus dipikirkan secara kontekstual di daerah bersangkutan, yakni 1) mutu pendidikan, 2) efisiensi pengelolaan, 3) pemertaan pendidikan, 4) peran serta masyarakat, dan 5) akuntabilitas pendidikan.

Namun harapan adanya perubahan pendidikan dengan pemberlakukan otonomi daerah nampaknya belum terwujud. Beberapa persoalan pendidikan di daerah saat ini muncul seiring perberlakuan otonomi daerah. Persoalan-persoalan pendidikan di daerah antara lain:
  1. mutu lulusan masih rendah,
  2. kondisi fisik sekolah masih memprihatinkan,
  3. kekurangan guru dan kualifikasinya tidak sesuai,
  4. ketidakmertaan penyelenggaraan pendidikan,
  5. masalah relevansi,
  6. kurikulum,
  7. dan lain-lain..
Persoalan di atas diperparah lagi dengan persoalan lain dimana desentraliasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan yang terkonsentrasi pada tingkat kabupaten dan kota. Desentralisasi pendidikan justru sampai pada tingkat sekolah, umumnya sekolah di daerah belum siap melaksanakan desentralisasi bidang pendidikan ini.

Dalam upaya memaksimalkan penyelenggaraan desentralisasi pendidikan tersebut, maka dikembangkanlah konsep Manajemen Berbasis Sekolah. MBS ini berupaya untuk meningkatkan peran sekolah dan masyarakat sekitar (stakeholder) dalam pengelolaan pendidikan, sehingga penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih baik dan mutu lulusan bisa ditingkatkan. Namun untuk postingan kali ini saya tidak bermaksud menjelaskan tentang MBS. Mungkin pada postingan yang berikutnya.

MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah. Ini adalah salah satu peluang yang harus dimanfaatkan oleh pengawas sekolah untuk melaksanakan tugas kepengawasannya melalui kerjasama sinergis dengan kepala sekolah di sekolah binaan. Betapa peran pengawas sebagai unsur penting penjaminan mutu pendidikan belum begitu tampak sejalan dengan pelaksanaan MBS ini. Pengawas semestinya memang harus menyadari dan mulai melakukan pengawasan yang sesuai dengan pelaksanaan desentralisasi pendidikan melalui pelaksanaan desentralisasi pengawasan sekolah.

Desentralisasi pengawasan belum begitu banyak dibicarakan para ahli pendidikan. Padahal salah satu kunci penting suksesnya pelaksanaan otonomi bidang pendidikan adalah peran serta pengawas. Dunia pendidikan di daerah membutuhkan pengawas kreatif yang dapat melakukan kepngawasan secara kontekstual di kabupaten dan kota nya masing-masing. Produk kreatifitas yang harus segera diwujudkan oleh teman-teman pengawas saat ini minimal adanya strategi kepengawasan baru yang sesuai dengan pelaksanaan otonomi bidang pendidikan dan pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah.

Semoga akan segera dilakukan kajian-kajian guna membantu pengawas sekolah di daerah dalam menyusun strategi kepengawasan di kabupaten dan kota. Jangan sampai sekolah sudah berbuat secara kontekstual berdasarkan kewenangan desentralasi bidang pendidikan tapi pengawas masih melakukan kepengawasan dengan prinsip sentralisasi penuh ala pengawas jadul...

semoga bermanfaat...

Bahan Bacaan :
Hasbullah, 2010, Otonomi Pendidikan "Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap  
       Penyelenggaraan Pendidikan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Zainal Aqib, 2007. Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah. CV. Yrama Widya.
      Bandung.






2 komentar:

  1. otonomi daerah di Indonesia masih sarat dengan politisasi pemegang kebijakan, sehingga mungkin akan mengalami kendala untuk menerapkan MBS itu sendiri...apalagi setiap daerah belum menentukan standar mutu sekolah yang baik yang sesuai dengan keunggulan daerah tersebut...pengawas sebagai penjamin mutu pendidikan sebaiknya mulai mempatronkan standar mutu sekolah yang ber-MBS yang berbasis keunggulan lokal/daerah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat..kondisi pengawas yang saya maksudkan kreatif setidaknya melakukan hal itu.
      MBS bukan hanya terkendala dalam penerapan, malah kecendrungan di beberapa daerah seperti mulai dilupakan dan tak jarang ada sekolah yang menginginkan kembali kemasa dominansi sentralisasi pendidikan..
      terima kasih atas komentarnya...

      Hapus