Senin, 13 Desember 2021

"MELIHAT ILMU DARI GUNUNG"


 

Saya mulai dengan sebuah catatan tentang kebenaran sejati. Pengandaian gunung, biasanya ada pada puisi-puisi cinta remaja, atau para petualang yang suka mendaki gunung. Semakin tinggi gunung biasanya akan banyak memiliki cerita-cerita rakyat, misalnya legenda gunung Galunggung, Karakatau, Rinjani, Semeru, Bromo, dan lain-lain. Begitu banyak kisah yang berkaitan dengan gunung.

Namun, pada catatan harian tanggal 22 Desember 2015 ini, Sang Guru Besar menggunakan gunung sebagai simbol pengetahuan manusia. Saya sangat menyukai pada detail bagian-bagian gunung yang dijabarkan untuk penggambaran segala hal terkait dengan ilmu. Yang pertama, Tanah datar adalah luasnya ilmu. Ilmu yang ada di dunia tak sebanding dengan luasnya ilmu Tuhan yang menciptakan alam dunia ini. Namun, yang sedikit itupun mustahil bisa dikuasai semuanya oleh manusia. Sungguh, ilmu manusia ini sangat sedikit dan amat terbatas. Seumpama tanah datar yang seolah tiada bertepi. Sejauh mata memandang hanya hamparan rumput hijau dan pepohonan yang tumbuh di beberapa tempat. Tidak semua yang ada di sekitar kita dapat kita ketahui, apalagi apa yang ada dipandangan mata kita saat memandang di tanah yang datar. Oleh karena itu, penggambaran tanah data sebagai luasnya ilmu akan sangat mudah difahami oleh siapapun yang membaca catatan harian ini, karena tidak semua orang pernah naik ke gunung, namun pasti tidak ada satupun manusia yang tidak pernah berjalan dan memandang di tanah yang datar.

Kedua, Puncang gunung adalah bagian tertinggi dari sebuah gunung. Sehebat apapun kita belajar, ilmu kita ada baatasnya. Hal ini juga terkait dengan karakteristik ilmu yang meskipun nampak terbatas tetap menjulang tinggi ke langit. Ilmu itu yang menjadi syarat orang bisa menembus awan. Ilmu yang tinggi akan membuat manusia yang memiliki ilmu tersebut dihormati dan diberikan kedudukan secara sosial dalam kedudukan yang tinggi.

Ketiga, lereng gunung adalah cara memperoleh ilmu. Lereng adalah bagian gunung yang memiliki kemiringan tertentu. Semakin ke atas semakin sulit dilalui karena akan semakin tinggi tingkat kemiringannya. Tepat sekali apa yang Prof. Marsigit tuliskan, begitulah kita menuntut ilmu, ibarat lereng, dimulai dari yang tingkat rendah (mudah), lalu berlanjut secara bertahap ke tingkat yang lebih tinggi (sulit). Ada juga yang mengatakan belajar itu dari yang kongkrit (nyata) menuju kepada kajian yang lebih abstrak.

Keempat, Lembah gunung adalah fondasi ilmu. Lembah menahan tingginya gunung menjulang. Lembah seolah mengikat gunung pada bumi agar tidak bergeser kemana-mana. Lembah gunung membuat gunung-gunung tetap berada di tempatnya dari dulu hingga kini.

Kelima, mata air, lava dan letusan gunung adalah manfaat ilmu. Manusia berilmu tidak akan bermanfaat untuk orang lain sebelum ia mengamalkan ilmunya. Air dan lava tersimpan dalam perut gunung sama dengan ilmu yang tersimpan dalam diri manusia. Setelah air memancar melalui mata air, barulah para petani dan manusia dapat memanfaatkan air untuk beragam kebutuhan, seperti mengairi sawah dan kebun, mandi dan lain sebagainya. Begitu juga lava, setelah keluar melalui letusan gunung, lava akan mengalir menutupi tanah di kaki gunung. Saat lava panas sudah mulai dingin, maka areal pertanian di kaki gunung yang terkena lava akan menjadi lahan yang subur dan bisa memberikan hasil pertanian lebih baik dari sebelumnya. Begitulah manusia, jika ilmu disimpan saja dan tidak pernah diamalkan, maka tidak ada manfaat untuk orang lain. Gunung membentuk mata air dan meledak untuk muntahkan lava agar memberi untuk sekitarnya, maka manusia juga harus mengamalkan ilmunya agar dapat bermanfaat untuk sesamanya.

Keenam, magma gunung adalah hakekat ilmunya. Asala lava adalah magma. Magma tersimpan dalam perut gunung dan hanya akan keluar saat gunung meletus. Saat magma keluar seiring letusan gunung, magma tetap berada di perut gunung, magma yang keluar dari perut gunung disebut sebagai lava. Maka asal lava adalah magma. Itulah umpama hakekat ilmu. Ketika ilmu diamalkan, maka ilmu tidak akan habis, ilmu tetap ada dalam diri manusia yang beramal, bukan berkurang malah akan bertambah. Amal adalah buah dari ilmu yang dipraktekkan. Seumpama magma adalah asal dari lava, maka itulah ilmu, asal dari amal.

Ketujuh, tanaman dan binatangnya adalah objek ilmunya. Tanaman dan binatang hidup diatas perut gunung. Merekalah penikmat dari semua yang dihasilkan oleh gunung. Unsur hara kesuburan diberikan oleh gunung melalui lava untuk tumbuhan. Lalu hewan-hewan herbivora memakan tanaman-tenaman yang hijau. Hewan Karnivora dan omnivora memakan hewan herbivora, dan terciptalah rantai makanan. Hewan-hewan yang mati akan memberikan materi organik tubuhnya menjadi hara bagi tanah dan dimanfaatkan oleh tumbuhan herbivora. Dari situ terciptalah daur biogeokimia alamiah karean Kuasa Tuhan. Bukankah manusia juga diciptakan menjadi rahmat untuk sekalian alam. Semua yang berada di luar diri manusia bisa dikatakan alam (alam dunia). Pada alam ini manusia memberikan “buah” dari ilmu yang dimilikinya. Kita bisa berbagi untuk sesama manusia, tumbuhan, dan hewan serta benda-benda tak hidup di sekitar kita. Meski sebagai ojek, namung semua objek tersebutlah yang menjaga kelangsungan hidup kita sebagai manusia.

Kedelapan, pemandangannya adalah estetika ilmunya. Semua gunung indah saat dipandang. Nampak kehijauan yang meneduhkan mata. Saat berada di gunung, sejak dari lembah hingga ke puncak kita mendapati keindahannya yang khas. Suara-suara hewan menambah indahnya nuansa hijau. Keletihan mendaki tiada terasa tatkala jiwa dapat menemukan keindahan dan kedamaian yang ada di sepanjang perjalanan menuju puncak. Manusia berilmu juga demikian. Ilmu yang ada pada manusia akan menjadikan manusia menjadi pribadi yang indah karena ilmunya. Semakin banyak ilmu yang diamalkan, akan semakin membuat pribadi manusia semakin dinilai baik (indah) oleh manusia lainnya. Karenanya jangan berhenti belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya, agar semakin lama kita hidup akan semakin indah dalam pandangan sesama hidup.

Kesembilan, asapnya naik ke atas, mencari kebenaran sejati milik Allah SWT. Asap dari kawah yang selalu mengepul merangkak naik ke atas. Pelan tapi pasti asap tersebut bersatu dengan penghuni angkasa, terbang mencari kebenaran sejati. Semakin tinggi ilmu, semakin banyak ilmu yang dimiliki setiap insan, hendaknya tidak membuat ia lupa bahwa siapa pemiliki kebenaran ilmu yang sebenarnya. Adalah Allah SWT, Tuhan pemilik semua kebenaran itu. Dialah yang memberikan ilmu kepada hambanya yang mencari maupun yang dikehendakinya. Seumpama asap yang naik ke langit, begitupula doa yang dipanjatkan manusia yang berilmu. Jadi, semakin tinggi ilmu mestinya akan semakin dekat dengan Allah SWT, seumpama gunung yang tertinggi akan lebih dekat menyentuh awan dibandingkan gunung-gunung yang lebih rendah daripadanya.


Kamis, 25 November 2021

DARI ATAS INNOVASI, DARI BAWA BISA ANARKI

 

)


Innovasi adalah kata yang mudah diucapkan tapi sulit saat dilaksanakan. Apalagi innovasi dalam bidang pendidikan. Persoalan pendidikan yang kompleks menjadikan banyak persoalan pendidikan tidak dapat dikenakan innovasi. Setidaknya itulah yang saya tangkap dari salah satu bahasan padat saat zoom kuliah Filsafat dengan Prof. Marsigit. Pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 11 Nopember 2021, Hari Kamis lalu berisi banyak pokok bahasan. Salah satunya adalah tentang Innovasi pendidikan di Indonesia. Selain itu Prof. juga memaparkan tentang pemanfaatan budaya sebagai sarana pembelajaran matematika.

Diselingi senyum khas Prof (saya rasa rekan-rekan mahasiswa kelas A tidak akan bisa lupakan) terkadang masuk kritik membangun. Membangun pemahaman tentang bagaimana merubah mindset mahasiswa S3 yang setelah tamat nanti bisa saja akan menjadi pemimpin di setiap instansinya masing-masing. Ini yang paling ditunggu-tunggu setiap kali zoom berlangsung. Teman-teman menunggu buah pikir yang dalam dan dipadukan dengan pengalaman Prof. Marsigit yang begitu luas, sehingga saat kritik membangun itu mengalir enteng saja dari bibir akademiknya, kami tak bisa memberi komentar, apalagi membantah. Kami hanya bisa tersenyum-senyum malu. Apalagi saat beliau mengatakan bahwa tanpa sadar, kita ini dianggap sebagai bangsa yang kurang kompeten (kira-kira begitu) karena cuma bisa tersenyum. Memang senyum itu ibadah, tetapi senyum-senyum saat ada masalah itu bisa diartikan kita tidak mampu. 

Kita ini bangsa yang paling sering lupa, kata Prof. sambil tersenyum. Kami pun agar merasa gimana gitu, dibilang kita ini bangsa pelupa. Lah, tapi Prof. malah senyum-senyum. "Jangan marah kalau ada yang bilang kita ini pelupa, kalau tidak gampang lupa, mungkin kita saat ini sudah jadi Belanda atau jadi Jepang, karean dijajah bertahun-tahun lamanya. Untung kita pelupa, jadinya kita tetap sebagai Bangsa Indoensia saja. 

Mendengar penjelasan Prof. tentang pemanfaatan budaya dalam pembelajaran matematika juga menarik menurut saya. Budaya kita yang beragam ini kalau digunakan sebagai media beajar matematika pasti akan lebih bermakna dan membuat siswa bisa berkegiatan sosial melalu pembelajaran matematika. dicontohkan juga oleh Prof. bagaimana beliau menyampaikan budaya Palembang yang dijadikan sebagai contoh pemanfaatan dalam pembelajaran matematika. asyik memang, malah sangat menarik dan membuat 2 SKS itu berlalu begitu singkat.

Lalu bagaimana dengan Innovasi pendidikan?  Ada pendapat Prof. yang sulit sekali dibantah argumentasinya. Innovasi itu, di setiap organisasi dimulai dari atas. Perubahan harus dimulai dari pemimpin, bukan dari bawah. Kalau innovasi itu dimulai dari bawah, bisa-bisa akhirnya menjadi anarki. Apalagi di Indonesia. Contoh yang bisa beliau sampaikan adalah tentang persoalan juara PISA dan perankingan pendidikan tingkat Dunia. TErnyata Kunci sukses Finlandia sebagai negara terbaik di bidang pendidikan, adalah CBSA. Bukankah CBSA ini sudah pernah kita lakukan? Memang, sudah qodrat bahwa dalam pembelajaran itu yang akitf adalah siswa, tapi menurut Prof. Marsigit, di Finlandia, CBSA dilakukan karena itu disepakati sebagai kebutuhan metodelogis untuk para siswanya. Beda dengan di Indonesia, CBSA di kita berjalan karena masuk sebagai program Kementrian bidang pendidikan, sehingga saat programnya selesai, CBSA pun berhenti. Begitulah bangsa kita, cepat bosan walau belum ahli.

Jadi jika dalam kelas ingin terjadi perubahan dan ada innovasi-innovasi terbaru, itu harus dimulai dari guru sebagai pemimpin pembelajaran. Bila dalam satu unit sekolah ingin dilakukan perubahan terhadap kinerja guru menjadi lebih baik, maka kepala sekolah harus mulai melakukan perubahan lebih dulu. begitu seterusnya hingga ke Pucuk pimpinan tertinggi. Namun, semua innovasi ini harus juga diikuti oleh adanya motivasi dari siswa saat gurunya berinnovasi. Motivasi guru mendukung innovasi kepala sekolah, dan begitu seterusnya sampai kepada pimpinan tertinggi di Negara kita.

Semoga, di Hari Guru Nasional tahun 2021 ini, semua kita mampu melakukan innovasi sesuai dengan level yang kita miliki saat ini.

Salam Luruh Ego





Senin, 08 November 2021

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PEMBELAJARAN

 Sebagaimana tulisan saya tanggal 29 Oktober 2021, tentang 18 Koreksi Kritis Bagi Kurikulum Baru, terdapat sebuah kritik atau usulan dari Prof. Marsigit, tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran. Alhamdulillah pada Kuliah Kamis lalu, tanggal 4 Nopember 2021, saya langsung meminta penjelasan beliau tentang apa yang dimaksud dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSPBl). 

     "apa yang dimaksud dengan KTSPBl?"


Kurikulum Tingkat Satua eEndidikan (KTSP) itu sudah bersifat otonom atau desentralisasi. Pemerintah Pusat hanya memberikan ketentuan Kompetensi yang harus dicapai untuk seluruh sekolah, ada Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Otonom di tingkat sekolah walaupun pada pelaksanaannya sekolah jarang yang mampu memasukkan kompetensi lain selaian kompeensi-komeptensi yang sudah ditentukan oleh Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Dikti

Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran, otonominya berada pada kegiatan pembelajaran dan ditentukan oleh kebutuhan guru dan siswa dalam pembelajaran. Gambaran sederhanya seperti ini. Misalkan hari ini, Selasa, 9 Nopember 2021 Kita mengajar di kelas XI, IPA. Sebelum pembelajaran berakhir, guru memberikan pertanyaan tentang "apa yang ingin dipelajari siswa pada pertemuan berikutnya (Hari Selasa yang akan datang). 

Jawaban-jawaban siswa lalu dipealari oleh guru. Guru mengelompokkan daftar kegiatan yang ingin dilakukan oleh siswa pada pertemuan berikutnya. Guru lalu menyiapkan media-media yang akan digunakan, menyiapkan srategi dan metode yang sesai dengan keinginan dan kebutuhan Siswa. Dalam hal ini guru juga membuat Lembar Kegiatan Siswa untuk membantu siswa belajar sesuai dengan daftar usulan tadi. sehingga LKS itupun nantinya benar-benar memuat apa yang dibutuhkan dan ingin dipelajari oleh para siswa.

Dalam KTSPBl, semua benar-benar berorientasi pada siswa, sehingga apersepsi pun itu adalah kegiatan siswa, bukan kegiatan guru. begitu juga dengan kegiatan pembelajaran dalam kegiatan inti, sudah merupakan materi yang diminta atau diinginkan oleh siswa pada minggu sebelumnya. dalam hal ini guru menjadi punya otoritas untuk mengembangkan desain pembelajaran. dan ini unik, karena kegiatan pembelajaran di sekolah yang sama tetapi pada kelas paralel yang berbeda, kegaitan pembelajaran bisa berbeda.

KTSPBl akan membuat para siswa berkembang sesuai dengan tuntutan kompetensi nasional yang telah ditetapkan dalam KI dan KD dari pusat, dan ditambah dengan Kompetensi Dasar lain yang berasal dari para siswa sesuai dengan kebutuhan siswa masing-masing. Dan sayup-sayup saya berharap KTPSPBl akan bisa saya lakukan di waktu yang tidak lama lagi.


SAlam Luruh Ego, Kamis, 4 Nopember 2021



Rabu, 03 November 2021

Refleksi Kuliah Filsafat "BIOLOGI SEBAGAI ILMU ATAU KEGIATAN?"


 Kamis, 28 Oktober 2021 ada yang spesial dalam Kulih Filsafat bersama Prof. Dr. Marsigit, M.A. Dari sekian banyak interaksi, pada hari inilah ada satu bahasan yang bingin mindset saya bergeser, mereng ke kanan dan ke kiri. Bagaimana tidak merek, keyankin dan faham yang sudah bertahun-tahun sejak saya kuliah dan jadi guru Biologi, ternyata harus "digeser".

                        Pak Nurdin, menurut anda "apa itu Biologi"

Pertanyaan yang gampang banget jawabannya karena ini pertanyaan dasar pun waktu kuliah tempo hari. saya langsung jawab 

                    "Biologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk makhluk hidup, prof".

Prof. Marsigit tersenyum dan mulai melakukan pembahasan. Panjang ulasan beliau, tetapi secara ringkas saya tuliskan seperti di bawah ini.

Itulah "kesalahan" kita selama ini. Ilmu itu adalah diskusi para pakar, seperti diksusi kita hari ini antara calon doktor dengan guru besar (profesor). Ilmu itu konsumsinya orang-orang dewasa yang kuliah di S1, S2, dan S3. Anak SD, anak SMP dan SMP untuk apa ilmu itu, mereka belum butuh ilmu. Benar apa yang Prof. Marsigit katakan, ilmu itu kebutuhannya orang tua, kita guru ini yang butuh ilmu. Ketika kita memaksakan anak harus menerima ilmu, anak belajar ilmu, itu sama dengan kita memaksakan keinginan orang tua kepada anak-anak. Apakah ini yang disebut pendidikan? Tentu bukan. Pendidikan tidak bisa berjalan dengan jalan main paksa, termasuk paksa (wajib) belajar 6 tahun, 9 tahun dan juga 12 tahun.

lalu, kalau Biologi itu bukan ilmu jadi apakah dia? Biologi untuk level SD, SMP dan SMA adalah kegiatan sosial untuk memahami makhluk hidup. Berbentuk kegiatan, dikemas dalam berbagai kegiatan, jadi bukan diskusi ilmu. Bagaimana anda mau berdiskusi tentang ilmu kepada anak-anak yang belum berilmu. Anak-anak punya hak untuk melakukan kegiatan sosial. Begitulah sebaiknya, karena memang Ideologi Pendidikan Publik menempatkan anak sebagai pusat pembelajaran (student oriented). Selama kita mengartikan Biologi sebagai ilmu di level SD, SMP dan SMA, maka itu bisa dikatakan bahwa kita sebagai orang tua sedang "menjajah", "memaksakan kehendak" kepada anak-anak kita di bangku sekolah.

Prof melanjutkan kuliahnya. Matematika saja sudah berani mengatakan bahwa matematika adalah kegiatan sosial. sehingga pembelajaran matematika di sekolah-sekolah tidak lagi menakutkan. anak belajar matematika sesuai kebutuhannya dan sesuai dengan usia mereka masing-masing. Matematika bukanlah ilmu yang harus diturunkan, atau dipaksakan untuk dipelajari kepada semua siswa meskipun mereka tidak butuh itu dan belum saatnya menguasai ilmu itu.

Jujur, penjelasan ini awalnya membebani pikiran saya. Menjadi beban karean mengingat betapa gigihnya saya selama ini memaksakan ilmu yang ada dalam pikiran saya harus ada juga di dalam pikiran siswa-siswi saya. untuk itu saya mohon maaf kepada semua siswa-siswi saya yang telah terpaksa belajar Biologi sebagai ilmu.


Salam Luruh Ego


Babeh Nurdin, Peureulak 4 Nopember 2021

Jumat, 29 Oktober 2021

18 KOREKSI KRITIS BAGI KURIKULUM BARU


Saya terlambat mendapatkan informasi ini. Sebuah koreksi kritis yang berisi masukan-masukan yang sangat penting bagi Insan Pendidikan di Indonesia. Ada 18 Koreksi Kritis (saya menyebutnya begitu) yang dituliskan dan telah diseminarkan di beberapa Perguruan Tinggi. Usulan-usulan yang fundamental terhadap Kurikulum 2013 sebelum kurikulum ini resmi diberlakukan Kemendikbud. Ini bisa jadi bahan masukan bagi kita yang masih mau memikirkan perbaikan Pendidikan di Indonesia. 

Anda semua boleh setuju dan terbuka ruang untuk memberi tambahan. Begitu juga anda semua boleh tidak setuju dan menolak sebagian atau semua usulan ini. Silahkan tuliskan komen anda di kolom komentar. Bagi saya, ini patut kita jadikan pembelajaran apabila Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berencana mengganti Kurikulum Lama dengan Kurikulum yang baru.

Berikut 18 Koreksi Kritis dari Prof. Dr. Marsigit, M.A. dalam sebuah seminar Seminar dan Workshop dengan Tema "Membangun Karakter Bangsa dengan Pendidikan Melalui Kurikulum 2013" yang diselenggarakan oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, pada  Hari Jumat, dan Sabtu, Tanggal  13 dan 14 September 2013. 

  1. Janganlah disebut sebagai Kurikulum 2013, tetapi lebih baik disebut sebagai Revisi Kurikulum 2006, agar masyarakat tidak menganggap Kurikulum baru sebagai asing sama sekali dengan Kurikulum 2006.
  2.  Janganlah menyebut kurikulum berpendekatan Sain, karena istilah ini sangat asing dan dapat mengejutkan masyarakat dan para guru. Sebagai gantinya saya mengusulkan agar digunakan istilah “Pendekatan Eksploratif”
  3. Perlu pendefinisian secara jelas baik secara konseptual maupun filosofis pengertian Kurikulum pada masing-masing Jenjang Pendidikan. Saya mengusulkan agar ada 1 (satu) lagi jenis kurikulum sebagai ujung tombak operasional dilapangan yaitu yang saya sebut sebagai “Kurikulum Pada Tingkat Satuan Pembelajaran” atau disingkat “KTSPbl”. Alasannya agar persiapan, RPP, silabus, bahan ajar, metode, lebih operasional dan lebih kongkrit serta bersifat kontekstual.
  4. Untuk mendukung adanya KTSPbl, guru perlu mengembangkan 10 (sepuluh) langkah: a. Mengembangkan RPP yang memfasilitasi siswa untuk membangun hidup (ilmu)-Lile Skill, b. Mengembangkan Apersepsi sebagai kegiatan siswa dan bukan kegiatan guru, c. Mengembangkan Kegiatan Diskusi Kelompok, karena hakekat Ilmu bagi siswa SD dan SMP adalah Kegiatan Diskusi, d. Mengembangkan Skema Pencapaian Ketrampilan Hidup (lebih tinggi dari Kompetensi), e. Mengembangkan LKS yang memfasilitasi siswa agar memperoleh Ketrampilan Hidup (LKS harus dibuat sendiri oleh guru dan bukan dari membeli; LKS bukan sekedar kumpulan soal), f. Mengembangkan kegiatan assessment (bukan sekedar penilaian), berupa Portfolio dan Authentics Assessment, g, . Mengembangkan Kegiatan Refleksi Siswa untuk menyampaikan dan menjelaskan kesimpulan diskusi kelompoknya, h. Mengembangkan dan mendorong agar Siswa sendiri yang memperoleh Kesimpulan, i. Mengembangkan Media atau Alat Peraga yang menunjang, j. Menembangkan Metode Pembelajaran yang Dinamis, Kreatif, Fleksibel, dan Kontekstual.
  5. Agar perbaikan Kurikulum memperhatika sistem-sistem atau sub-sistem yang sudah dikembangkan misalnya adanya berbagai sekolah: SSN, RSBI, SBI, KNSI.
  6. Agar dilakukan perubahan-perubahan Paradigma atau Teori-teori agar sesuai dengan tuntutan jaman
  7. Agar Kurikulum baru mampu menjawab 2 (dua) pertanyaan besar dan fundamental yaitu: a. Akuntabilitas Pendidikan, dan b. Sustainabilitas Pendidikan (termasuk CPD=Continuing Professional Development bagi para Guru)
  8. Hendaknya Karakter yang dikembangkan diturunkan dari sila-sila Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung pada UUD 45
  9. Diperlukan redefinisi tentang hakekat keilmuan (Mapel), yaitu bahwa untuk Jenjang Pendidikan Menengah dan Rendah, Keilmuan merupakan proses berpikir atau kegiatan social. Diperlukan redefinisi matematika untuk sekolah yaitu Matematika Sekolah yang didefinisikan sebagai Proses Berpikir atau Kegiatan Sosial. Ebbutt and Straker (1995) mendefinisikan School Mathematics sebagai: Kegiatan mencari pola, Kegiatan menyelesaikan masalah, Kegiatan eksplorasi, dan Kegiatan berkomunikasi. Demikian juga untuk maple-mapel yang lain
  10. Nilai Karakter harusnya diturunkan dari butir-butir Sila Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
  11. Agar dilakukan redefinisi tentang Orientasi Kurikulum yaitu bukan Pengembangan Kompetensi melainkan Pengembangan Ketrampilan Hidup
  12. Redefinisi Hakekat Belajar dan Hakekat Mengajar, yaitu bahwa Belajar adalah kegiatan eksplorasi dan Mengajar juga adalah Kegiatan Penelitian. Hal ini belum cukup, perlu ditambah bahwa Belajar adalah Membangun Hidup (Life Skill)
  13. Redefinisi Metode Mengajar menuju Mngembangkan Ketrampilan Hidup (Life Skill), sehingga Metode Mengajar yang tepat adalah bersifat kontekstual, fleksibel, dinamis dan kreatif, misal : Metode Investigasi/Eksplorasi (yang disebut sebagai Metode Sain) dan Metode Diskusi.
  14. Perlunya kewajiban bagi guru untuk membuat LKS nya sendiri. Karena LKS selama ini hanya membeli dari Penerbit atau bantuan dari Pemerintah, dan itu belum termasuk criteria LKS yang benar, karena hanya merupakan Kumpulan Soal. RPP danLKS yang benar adalah RPP dan LKS yang membantu siswa mengembangkan Ketrampilan Hidup.
  15. Pemerintah harus berani melangkah untuk menghapuskan UAN
  16. Perlu redifinisi hakekat siswa yaitu bahwa Siswa adalah makhluk yang bersifat Hidup, oleh karena itu maka hakekat siswa adalah diri subyek belajar yang berusaha membangun hidupnya (Life Skill)
  17. Perlu dipromosikan bahwa Kompetensi Siswa berkaitan dengan Kebutuhannya dan berkaitan dengan Aspek Budayanya. Maka untuk memperoleh kompetensi ketramilan hidup, siswa perlu melalui tahap-tahap hirarkhis sebagai berikut: WILL, ATTITUDE, KNOWLEDGE, SKILL, and EXPERIENCE, Untuk mencapai Kompetensi tersebut guru perlu membuat Skenario Pembelajaran yaitu Skenario Pencapaian Kompetensi.
  18. Dikembangkan komunikasi agar diperoleh kejelasan tentang perihal tersebut di atas. Sudah saatnya dipromosikan Pendidikan Kontekstual yaitu sesuai dengan Daerah masing-masing; sehingga Pendidikan akan mengembangkan Multi Solusi dan Multi Budaya
Demikianlah koreksi kritis terhadap Kurikulum 2013 yang saat itu baru akan diberlakukan. Semoga jika Mendikbud melakukan pemberlakuan Kurikulum baru, bisa benar-benar menjawab apa yang sedang dibutuhkan oleh Dunia Pendidikan Indoensia khususnya para siswa di sekolah-sekolah.

Salam perubahan

Kamis, 28 Oktober 2021

AKHIRNYA UJIAN AKHIR

 Ujian Nasional sebagai Ujian Akhir di Sekolah-sekolah Format resmi dihapuskan. Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2021 telah menyatakan secara resmi UN tahun 2021 ditiadakan. Ini menandakan berakhirnya era Ujian Nasional yang telah berlangsung cukup lama. Ujian Nasional malahan pernah memiliki beberapa nama, tahun 80an saat saya menamatkan pendidikan Dasar, Ujian Akhir Nasional ini dikenal dengan istilah Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Etanas). berikutnya beberapa kali terjadi perubahan nama, seperti Ujian Akhir Nasional dan Ujian Nasional. Kini pelaksanaan ujian yang dimaksud sudah tidak ada lagi. Lalu bagaimana sikap Publik terhadap kejadian ini

Pro-Kontra Ujian Nasional

Pihak yang mendukung adanya Ujian Nasional tentu kecewa terhadap penghapusan Ujian Nasional (UN). Mereka menganggap selama ini UN menjadi alat yang bisa digunakan untuk "memaksa" siswa kelas akhir tetap fokus belajar. Para siswa dilatih dengan berbagai program, seperti les sore, agar para siswa bisa lulus UN dan lulus sekolah. Setelah UN dihapus, sekarang anak-anak di kelas akhir, kelas 6, Kelas 9, dan kelas 12 tidak serius lagi belajar, karena tidak ada UN lagi. siswa merasa bebas dan tidak mau belajar lagi secara serius. tanpa UN sepertinya guru tidak punya alasan untuk "memaksa" siswa belajar.

Sementara pihak yang mendukung penghapusan UN (penentang UN) menganggap bahwa UN itu "menyiksa" siswa. Menghakimi siswa. Kenapa? karena kelulusan siswa selama berbulan-bulan belajar hanya ditentukan oleh UN yang dilaksanakan selama 4 hari. UN membuat anak stress, malah ada kasus yang bunuh diri karena stress setelah menerima hasil UN di bawah rata-rata. UN itu begitu mengerikan bagi para pihak yang tidak menyetujuinya. Mereka pun sepakat mendukung SE Nomor 1 Tahun 2021. 

Perdebatan kedua pihak yang pro dan kontra tentang ada tidaknya UN ini tentu tiada akhir. seperti rel kereta api yang sampai stasiun akhir pun tetap tidak bertemu. lalu bagaimanan jika kita tinjau dari sisi ideologi pendidikan.

Kita mengenal setidaknya ada lima ideologi pendidikan yaitu:: 1) industrial trainer, 2) technological pragmatism, 3) old humanism, 4) progressive educator, dan 5) public educator, penggunaan ujian sejenis Ujian Nasional ini ditemukan pada ideologi nomor 1, 2, dan 3. sedangkan pada ideologi pendidikan yang 4) progressive educator dan yang kelima yaitu public educator, sudah tidak ditemukan lagi teknik evaluasi seperti UN. Sebagaimana kita tahu, ideologi pendidikan Industrial trainer itu muncul saat awal-awal revolusi industri, dan selanjutnya diikuti oleh ideologi yang kedua yaitu technological pragmatism dan yang ketiga yaitu old humanism. 

Progressive educator dengan public educator adalah dua ideologi yang saat ini banyak diadopsi oleh negara-negara yang demokratis. Indonesia sebagai salah satu negara demokratis memang mestinya menggunakan cara-cara evaluasi sesuai dengan dengan Ideologi Negara kita yang mengusung Demokrasi Pancasila. di dalam sebuah negara yang demokratis, ideologi pendidikannya umumnya progressive educator dan public educator dengan sistem penilaiannya menggunakan Portofolio dan social context. sehingga sebagai negara berkembang yang menuju menjadi negara maju, sistem penilaian di Negara Kita ini pun sudah layak menggunakan portofolio atau social context.

Namun, sudah sering kita menemukan sebuah perdebatan tentang apa yang terjadi di Indonesia, "ganti pimpinan ganti kebijakan", sehingga kadang pendidikan kita ini seperti mengadopsi kelima ideologi pendidikan yang ada, Misalnya, kita menginginkan pembelajaran kita berorientasi pada siswa (progressive educator) tetapi evaluasi kita masih external test (seperti UN) yang masuk dalam kategori evalusi dalam ideologi Industrial trainer.

Namun demikian, kita tepat harus optimistis sekaligus berdoa dan selalu beri dukungan agar pendidikan Indoenesia semkain baik dan semakin maju.


Inspirasi saya dari cuplikan makalah "Pergulanan memperebutkan Filsafat Ideologi dan Paradigma: "Sebuah Kesadaran untuk Lembaga Pendidikan Ke Islaman dalam rangka ikut Membangun Karakter Bangsa (Melalui KKNI dan Kurikulum 2013?)" karya Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Technological

Pragmatism

Kamis, 23 September 2021

LURUH EGO 3



Kemarin, Kamis 23 September 2021 saya dan teman-teman di PPs. S3 PEP UNY kembali masuk ruang zoom. Tepat pukul 11.10 perkuliahan dimulai. Dosen yang mengampu mata kuliah ini adalah Prof. Dr. Marsigit, M.A. Ini salah satu ruang zoom yang plaing ditunggu-tunggu oleh para mahasiswa, kenapa?

Kuliah ini sebetulnya berat. Matakuliahnya adalah Filsafat PEP. Mendengar kata filsafat saja sudah terbayang kalau ruang kuliah akan diisi wajah-wajah tegang, serius mendengarkan penjelasan dosen tentang teori-teori Filsfat. Pembahasan dimulai dari abad-abad lampau saat Filsafat mulai dikenal dan tumbuh. Kita pasti akan terbayang dengan Tokoh-tokoh Filsafat seperti Socrates, Aristoteles, Hume, Heraclitos, dll. Intinya para mahasiswa kemungkinan akan tertidur. 

Tapi di ruang zoom ini tidak. Dijamin tidak akan tertidur. Setelah masuk ruang zoom, Prof. Marsigit akan langsung menyapa semua mahasiswa yang hadir dengan sapaan khasnya. Setelah itu beliau akan meminta para mahasiswa berdoa menurut agamanya masing-masing. setelah berdoa selesai, dilanjutkandengan luruh EGO. Nah, luruh Ego inilah yang jadi obat anti ngantuk di kelas Filsafat bersama Prof. Marsigit.

Luruh Ego pada Kamis, 23 September 2021 berisi 40 pertanyaan yang harus dijawab langsung sesaat setelah soal dibacakan oleh Prof. Marsigit. tidak ada waktu untuk nyontek, liat buku, apalagi telpon kawan yang jago filsafat. Kita harus jawab real time. Langsung dijawab di kertas. Lalu kertas jawaban difoto, dan dikirimkan ke Japri WA Prof. Marsigit. Semua yang ada di ruang zoom Filsafat ini dijamin gak ngantuk dan gak bosen. Sebab hampir bisa dipastikan soal tidak bisa dijawab dengan benar Yang dapat Nol mungkin 98,5%. Sisanya ada yang betul 1 atau 2. itupun tidak banyak jumlahnya. Kata Prof, tujuan diberikan soal ini memang untuk meluruhkan ego mahasiswa supaya bisa belajar dengan ihklas.

Jika kita cermati, memang seluruh pertanyaan yang diberikan adalah judul-judul materi yang akan dibahas dalam perkuliahan. Oleh karena itu, luruh ego ini memiliki banyak fungsi:

1. Menjadi apersepsi sekaligus pre test. 

2. Menjadi instrumen kehadiran. Mahasiswa yang tidak hadir akan langsung terdata karean tidak memiliki bukti jawaban luruh ego yang dikirim langsung ke nomor WA Prof.

3. Tersedianya bahan atau topik diskusi yang melimpah. 

Begitulah kegiatan hari keempat kemarin. Prof. Marsigit tampil dengan selalu bersama senyuman khasnya. Hal ini membuat belajar Filsafat seperti sedang melaksanakan tour ke dalam alam pikiran Prof Marsigit dan disana kita bisa menjumpai banyak pikiran para tokoh Filsafat yang memang telah lama ada.


Salam Luruh Ego


Nurdin, 21701261010