Saya mulai dengan sebuah catatan
tentang kebenaran sejati. Pengandaian gunung, biasanya ada pada puisi-puisi
cinta remaja, atau para petualang yang suka mendaki gunung. Semakin tinggi
gunung biasanya akan banyak memiliki cerita-cerita rakyat, misalnya legenda
gunung Galunggung, Karakatau, Rinjani, Semeru, Bromo, dan lain-lain. Begitu
banyak kisah yang berkaitan dengan gunung.
Namun, pada catatan harian
tanggal 22 Desember 2015 ini, Sang Guru Besar menggunakan gunung sebagai simbol
pengetahuan manusia. Saya sangat menyukai pada detail bagian-bagian gunung yang
dijabarkan untuk penggambaran segala hal terkait dengan ilmu. Yang pertama, Tanah
datar adalah luasnya ilmu. Ilmu yang ada di dunia tak sebanding dengan
luasnya ilmu Tuhan yang menciptakan alam dunia ini. Namun, yang sedikit itupun mustahil
bisa dikuasai semuanya oleh manusia. Sungguh, ilmu manusia ini sangat sedikit
dan amat terbatas. Seumpama tanah datar yang seolah tiada bertepi. Sejauh mata
memandang hanya hamparan rumput hijau dan pepohonan yang tumbuh di beberapa
tempat. Tidak semua yang ada di sekitar kita dapat kita ketahui, apalagi apa
yang ada dipandangan mata kita saat memandang di tanah yang datar. Oleh karena
itu, penggambaran tanah data sebagai luasnya ilmu akan sangat mudah difahami
oleh siapapun yang membaca catatan harian ini, karena tidak semua orang pernah
naik ke gunung, namun pasti tidak ada satupun manusia yang tidak pernah
berjalan dan memandang di tanah yang datar.
Kedua, Puncang gunung
adalah bagian tertinggi dari sebuah gunung. Sehebat apapun kita belajar, ilmu
kita ada baatasnya. Hal ini juga terkait dengan karakteristik ilmu yang
meskipun nampak terbatas tetap menjulang tinggi ke langit. Ilmu itu yang
menjadi syarat orang bisa menembus awan. Ilmu yang tinggi akan membuat manusia
yang memiliki ilmu tersebut dihormati dan diberikan kedudukan secara sosial
dalam kedudukan yang tinggi.
Ketiga, lereng gunung adalah
cara memperoleh ilmu. Lereng adalah bagian gunung yang memiliki kemiringan
tertentu. Semakin ke atas semakin sulit dilalui karena akan semakin tinggi tingkat
kemiringannya. Tepat sekali apa yang Prof. Marsigit tuliskan, begitulah kita
menuntut ilmu, ibarat lereng, dimulai dari yang tingkat rendah (mudah), lalu berlanjut
secara bertahap ke tingkat yang lebih tinggi (sulit). Ada juga yang mengatakan
belajar itu dari yang kongkrit (nyata) menuju kepada kajian yang lebih abstrak.
Keempat, Lembah gunung
adalah fondasi ilmu. Lembah menahan tingginya gunung menjulang. Lembah seolah
mengikat gunung pada bumi agar tidak bergeser kemana-mana. Lembah gunung membuat
gunung-gunung tetap berada di tempatnya dari dulu hingga kini.
Kelima, mata air, lava dan
letusan gunung adalah manfaat ilmu. Manusia berilmu tidak akan bermanfaat untuk
orang lain sebelum ia mengamalkan ilmunya. Air dan lava tersimpan dalam perut
gunung sama dengan ilmu yang tersimpan dalam diri manusia. Setelah air memancar
melalui mata air, barulah para petani dan manusia dapat memanfaatkan air untuk
beragam kebutuhan, seperti mengairi sawah dan kebun, mandi dan lain sebagainya.
Begitu juga lava, setelah keluar melalui letusan gunung, lava akan mengalir
menutupi tanah di kaki gunung. Saat lava panas sudah mulai dingin, maka areal
pertanian di kaki gunung yang terkena lava akan menjadi lahan yang subur dan
bisa memberikan hasil pertanian lebih baik dari sebelumnya. Begitulah manusia,
jika ilmu disimpan saja dan tidak pernah diamalkan, maka tidak ada manfaat
untuk orang lain. Gunung membentuk mata air dan meledak untuk muntahkan lava
agar memberi untuk sekitarnya, maka manusia juga harus mengamalkan ilmunya agar
dapat bermanfaat untuk sesamanya.
Keenam, magma gunung adalah
hakekat ilmunya. Asala lava adalah magma. Magma tersimpan dalam perut gunung
dan hanya akan keluar saat gunung meletus. Saat magma keluar seiring letusan
gunung, magma tetap berada di perut gunung, magma yang keluar dari perut gunung
disebut sebagai lava. Maka asal lava adalah magma. Itulah umpama hakekat ilmu. Ketika
ilmu diamalkan, maka ilmu tidak akan habis, ilmu tetap ada dalam diri manusia
yang beramal, bukan berkurang malah akan bertambah. Amal adalah buah dari ilmu
yang dipraktekkan. Seumpama magma adalah asal dari lava, maka itulah ilmu, asal
dari amal.
Ketujuh, tanaman dan
binatangnya adalah objek ilmunya. Tanaman dan binatang hidup diatas perut
gunung. Merekalah penikmat dari semua yang dihasilkan oleh gunung. Unsur hara
kesuburan diberikan oleh gunung melalui lava untuk tumbuhan. Lalu hewan-hewan
herbivora memakan tanaman-tenaman yang hijau. Hewan Karnivora dan omnivora
memakan hewan herbivora, dan terciptalah rantai makanan. Hewan-hewan yang mati
akan memberikan materi organik tubuhnya menjadi hara bagi tanah dan
dimanfaatkan oleh tumbuhan herbivora. Dari situ terciptalah daur biogeokimia
alamiah karean Kuasa Tuhan. Bukankah manusia juga diciptakan menjadi rahmat untuk
sekalian alam. Semua yang berada di luar diri manusia bisa dikatakan alam (alam
dunia). Pada alam ini manusia memberikan “buah” dari ilmu yang dimilikinya. Kita
bisa berbagi untuk sesama manusia, tumbuhan, dan hewan serta benda-benda tak
hidup di sekitar kita. Meski sebagai ojek, namung semua objek tersebutlah yang
menjaga kelangsungan hidup kita sebagai manusia.
Kedelapan, pemandangannya
adalah estetika ilmunya. Semua gunung indah saat dipandang. Nampak kehijauan yang
meneduhkan mata. Saat berada di gunung, sejak dari lembah hingga ke puncak kita
mendapati keindahannya yang khas. Suara-suara hewan menambah indahnya nuansa
hijau. Keletihan mendaki tiada terasa tatkala jiwa dapat menemukan keindahan
dan kedamaian yang ada di sepanjang perjalanan menuju puncak. Manusia berilmu
juga demikian. Ilmu yang ada pada manusia akan menjadikan manusia menjadi
pribadi yang indah karena ilmunya. Semakin banyak ilmu yang diamalkan, akan
semakin membuat pribadi manusia semakin dinilai baik (indah) oleh manusia
lainnya. Karenanya jangan berhenti belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya,
agar semakin lama kita hidup akan semakin indah dalam pandangan sesama hidup.
Kesembilan, asapnya naik
ke atas, mencari kebenaran sejati milik Allah SWT. Asap dari kawah yang selalu
mengepul merangkak naik ke atas. Pelan tapi pasti asap tersebut bersatu dengan penghuni
angkasa, terbang mencari kebenaran sejati. Semakin tinggi ilmu, semakin banyak
ilmu yang dimiliki setiap insan, hendaknya tidak membuat ia lupa bahwa siapa
pemiliki kebenaran ilmu yang sebenarnya. Adalah Allah SWT, Tuhan pemilik semua
kebenaran itu. Dialah yang memberikan ilmu kepada hambanya yang mencari maupun
yang dikehendakinya. Seumpama asap yang naik ke langit, begitupula doa yang
dipanjatkan manusia yang berilmu. Jadi, semakin tinggi ilmu mestinya akan
semakin dekat dengan Allah SWT, seumpama gunung yang tertinggi akan lebih dekat
menyentuh awan dibandingkan gunung-gunung yang lebih rendah daripadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar