Sabtu, 08 Maret 2014

Mau dibawa kemana UN

Tinggal beberapa hari lagi sebuah hajatan besar dunia pendidikan akan berlangsung, Ujian Nasional yang biasa disingkat UN. Meskipun gonjang-ganjing tentang UN ini selalu merebak setiap tahunnya, menjelang hari H gonjang-ganjing pun makin santer terdengar, tetap saja UN ada sampai tahun pelajaran 2013/2014 ini.

Suara penolakan UN terdengar dari berbagai pihak yang terlibat di garda terdepan pendidikan, guru dan siswa serta masyarakat. UN amat meresahkan, itu komentar paling sering terdengar. Siswa stres menghadapi UN. Meskipun begitu, sebenarnya ada persoalan lain dari sekedar stres nya siswa menghadapi UN. Berikut adalah persoalan yang ditemukan berdasarkan pengalaman penulis di Kabupaten Aceh Timur seputar pelaksanaan UN.

1. Les sore
Penambahan kegiatan pembelajaran untuk menghadapi UN, yang umum dilakukan bahkan hampir masif di sekolah-sekolah di Indonesia, adalah pelaksanaan Les Sore khusus mata pelajaran yang di UN-kan. Les sore memaksa guru dan siswa untuk menambah kegiatan tatap muka di sore hari. Dimulai pukul 14.30 sampai dengan pukul 17.00 WIB.
Kegiatan tatap muka pada Les Sore diisi dengan pembahasan soal-soal UN tahun lalu, pendalaman materi, pembahasan materi-materi sulit serta kegaitan motivasi pada siswa agar selalu belajar dengan teratur menjelang UN.
Kegiatan Les Sore ini apakah suatu kebutuhan siswa atau justeru menjadi beban?
Tidak semua siswa mau hadir pada kegaitan Les ini. Siswa dengan motivasi belajar rendah umumnya tidak hadir. Ada juga siswa yang hadir tetapi terkantuk-kantuk di dalam kelas tidak bergairah. Memang les sore ini bermanfaat bagi siswa yang memiliki minat tinggi untuk belajar dan punya tujuan belajar yang ideal. Tujuan belajar yang ideal tentu bukan hanya tamat UN melainkan memang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dan memperbaiki sikap.
Les sore tidak akan bermanfaat juga bagi siswa yang memang sudah mentok daya serapnya. Ibarat sepeda motor yang sudah ada pada kecepatan maksimum, maka tidak mungkin bisa ditambah lagi kecepatannya.

2. Penambahan jam Mapel UN
Kekhawatiran kepala sekolah, guru, atau bahkan kepala dinas terhadap bayang-bayang kegagalan peserta dalam mengikuti Ujian Nasional disikapi dengan berbagai program siap pakai. Diantara program tersebut adalah penambahan durasi (jumlah jam) mata pelajraan UN. Normalnya taktik ini adalah untuk memperpanjang diskusi antara guru dan siswa di dalam kelas. Dengan durasi yang panjang itu diharapkan terjadi pembahasan kemungkinan soal yang akan keluar dari setiap kisi-kisi ynag telah dibagikan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan.
Lagi-lagi apa yang diharapkan ternyata berdampak sistemik, bila jam mapel UN ditambah maka jam mapel lain yang bukan UN akan tersisih dari kehidupan akademis di kelas. SEmua cerita, simulasi, praktek diarahkan praktis hanya untuk satu tujuan "mengantarkan siswa lolos UN".
Bagaimanakah nasib Mapel Lain yang bukan UN?
Namanya saja mapel pelengkap, maka keberadaannya seperti antara ada dan tiada. Tidak terlalu diperhitungkan lagi. Tidak penting. Bila itu yang tertanam dalam benak insan pendidikan di setiap sekolah, lalu masih mungkinkah kegiatan di ruang kelas menghasilkan penambahan ilmu pengetahuan pada kognisi siswa. Masih bisakah siswa berubah sikapnya jadi lebih baik atau bertambah kemampuan psikomotoriknya. Latihan-latihan kognisi demi UN yang memfokuskan pada penyelesaian soal-soal ternyata bukan hanya meminggirkan mapel non UN tetapi juga meminggirkan aspek psikomotorik dan afektif dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

3. Jam nol ( 0 )
Jam pelajaran di sekolah ada yang berbeda anara semester 1 dengan semester 2. Pada semester 1, sekolah memulai jam pelajaran dengan jam ke-1, ke2-, dan setersunya hingga berakhir pada jam ke-8. Namun pada semester 2, jam pelajaran akan dimulai pada jam ke-0. Jadi kalau pada semester 1, seluruh siswa di Aceh Timur masuk sekola pukul 07.45 WIB, maka pada semester 2, siswa kelas 3 akan memulai jam pelajaran pada jam ke-0, atau pukul 07.00 WIB.
Jam ke-0 inipun akan diisi oleh guru-guru mapel UN saja. Sebuah upaya serius memang, walau hasilnya belum tentu efektif dibandingkan dengan merubah UN dari alat kelulusan menjadi alat pemetaan mutu pendidikan.

Banyak gonjang-ganjing lain, tentu anda punya pengalaman dan cerita unik tentang UN....mari berbagi cerita.

Jumat, 07 Maret 2014

PENGAWAS PROFESIONAL

MENGATASI KETERBATASAN FASILITAS BELAJAR


Postingan kali ini pertama sekali saya dedikasikan untuk siswa-siswi tercinta, murid-murid terbaik yang pernah saya jumpai. Mereka adalah :
  1. Nurul Fatwa, saat ini kuliah di IPB-Bogor
  2. Nurul Fajriah, sekarang menjalankan sebuah usaha di Medan-Sumut
  3. Istia Mentari, sedang kuliah di Unsyiah-Banda Aceh
  4. T. Nazarullah, berada di STT-Telkom Bandung
  5. T. Igfar Hajar, USU-Medan Sumut
  6. Muhammad Muntasir, kini kuliah di Unsyiah - Banda Aceh
  7. Uun Lestari, mahasiswi aktif di USU-Medan Sumut
  8. Agus Heri, menempuh pendidikan tinggi saat ini di Bireun-Aceh
  9. Fitriani, berwiraswasta di Aceh Timur
  10. Rahmat Efendi, menempuh pendidikan lanjutan di salah satu  perguruan tinggi di Aceh
Saya tidak pernah menyangka melakoni hal seperti yang terjadi di Belitong dengan Laskar Pelanginya. Betapa ternyata di Aceh Timur, pada abad millenium ini juga masih ada duplikasi pengalamannyata Andre Hierata. Benar, kami belajar dengan keterbatasan fasilitas, kelas yang berdebu, referensi yang minim, anggaran yang tak mencukupi, tapi tuntutan prestasi begitu berat diletakkan di pundak kami demi sebuah obsesi pemerintah menyukseskan sebuah Program SMA Negeri Unggul Aceh Timur.

Simulasi Model Pembelajaran
Tapi, bukan kesedihan yang ingin kami bagi, melainkan bagaimana upaya kami melakoni semuanya dengan gembira, kompak, ulet, dan menjadikan keterbatasan sebagai sebuah kekuatan tersembunyi menggapai sukses.Dalam video, pembaca akan melihat kami menggunakan karton bekas sebagai media belajar Struktur DNA. Proses rekaman menggunakan kamera (webcam) laptop sumbangan kepala sekolah.

Kami berhrap, apa yang kami perlihatkan dalam video di bawah ini juga menjadi pelajaran buat seluruh siswa, guru, dan orang tua murid, bahwa keterbatasan fasilitas bukan sebuah alasan untuk tidak melaksanakan yang terbaik. Lakukan hal terbaik bila kita ingin jadi yang terbaik.

Akhirnya, saya medoakan semoga "Laskar Pelangi SMA Unggul Aceh Timur" mendapatkan kesuksesan hidup di masa depan. Amin

(diambil dari Draft Tulisan yang belum sempat terkirim)