Senin, 13 Desember 2021

"MELIHAT ILMU DARI GUNUNG"


 

Saya mulai dengan sebuah catatan tentang kebenaran sejati. Pengandaian gunung, biasanya ada pada puisi-puisi cinta remaja, atau para petualang yang suka mendaki gunung. Semakin tinggi gunung biasanya akan banyak memiliki cerita-cerita rakyat, misalnya legenda gunung Galunggung, Karakatau, Rinjani, Semeru, Bromo, dan lain-lain. Begitu banyak kisah yang berkaitan dengan gunung.

Namun, pada catatan harian tanggal 22 Desember 2015 ini, Sang Guru Besar menggunakan gunung sebagai simbol pengetahuan manusia. Saya sangat menyukai pada detail bagian-bagian gunung yang dijabarkan untuk penggambaran segala hal terkait dengan ilmu. Yang pertama, Tanah datar adalah luasnya ilmu. Ilmu yang ada di dunia tak sebanding dengan luasnya ilmu Tuhan yang menciptakan alam dunia ini. Namun, yang sedikit itupun mustahil bisa dikuasai semuanya oleh manusia. Sungguh, ilmu manusia ini sangat sedikit dan amat terbatas. Seumpama tanah datar yang seolah tiada bertepi. Sejauh mata memandang hanya hamparan rumput hijau dan pepohonan yang tumbuh di beberapa tempat. Tidak semua yang ada di sekitar kita dapat kita ketahui, apalagi apa yang ada dipandangan mata kita saat memandang di tanah yang datar. Oleh karena itu, penggambaran tanah data sebagai luasnya ilmu akan sangat mudah difahami oleh siapapun yang membaca catatan harian ini, karena tidak semua orang pernah naik ke gunung, namun pasti tidak ada satupun manusia yang tidak pernah berjalan dan memandang di tanah yang datar.

Kedua, Puncang gunung adalah bagian tertinggi dari sebuah gunung. Sehebat apapun kita belajar, ilmu kita ada baatasnya. Hal ini juga terkait dengan karakteristik ilmu yang meskipun nampak terbatas tetap menjulang tinggi ke langit. Ilmu itu yang menjadi syarat orang bisa menembus awan. Ilmu yang tinggi akan membuat manusia yang memiliki ilmu tersebut dihormati dan diberikan kedudukan secara sosial dalam kedudukan yang tinggi.

Ketiga, lereng gunung adalah cara memperoleh ilmu. Lereng adalah bagian gunung yang memiliki kemiringan tertentu. Semakin ke atas semakin sulit dilalui karena akan semakin tinggi tingkat kemiringannya. Tepat sekali apa yang Prof. Marsigit tuliskan, begitulah kita menuntut ilmu, ibarat lereng, dimulai dari yang tingkat rendah (mudah), lalu berlanjut secara bertahap ke tingkat yang lebih tinggi (sulit). Ada juga yang mengatakan belajar itu dari yang kongkrit (nyata) menuju kepada kajian yang lebih abstrak.

Keempat, Lembah gunung adalah fondasi ilmu. Lembah menahan tingginya gunung menjulang. Lembah seolah mengikat gunung pada bumi agar tidak bergeser kemana-mana. Lembah gunung membuat gunung-gunung tetap berada di tempatnya dari dulu hingga kini.

Kelima, mata air, lava dan letusan gunung adalah manfaat ilmu. Manusia berilmu tidak akan bermanfaat untuk orang lain sebelum ia mengamalkan ilmunya. Air dan lava tersimpan dalam perut gunung sama dengan ilmu yang tersimpan dalam diri manusia. Setelah air memancar melalui mata air, barulah para petani dan manusia dapat memanfaatkan air untuk beragam kebutuhan, seperti mengairi sawah dan kebun, mandi dan lain sebagainya. Begitu juga lava, setelah keluar melalui letusan gunung, lava akan mengalir menutupi tanah di kaki gunung. Saat lava panas sudah mulai dingin, maka areal pertanian di kaki gunung yang terkena lava akan menjadi lahan yang subur dan bisa memberikan hasil pertanian lebih baik dari sebelumnya. Begitulah manusia, jika ilmu disimpan saja dan tidak pernah diamalkan, maka tidak ada manfaat untuk orang lain. Gunung membentuk mata air dan meledak untuk muntahkan lava agar memberi untuk sekitarnya, maka manusia juga harus mengamalkan ilmunya agar dapat bermanfaat untuk sesamanya.

Keenam, magma gunung adalah hakekat ilmunya. Asala lava adalah magma. Magma tersimpan dalam perut gunung dan hanya akan keluar saat gunung meletus. Saat magma keluar seiring letusan gunung, magma tetap berada di perut gunung, magma yang keluar dari perut gunung disebut sebagai lava. Maka asal lava adalah magma. Itulah umpama hakekat ilmu. Ketika ilmu diamalkan, maka ilmu tidak akan habis, ilmu tetap ada dalam diri manusia yang beramal, bukan berkurang malah akan bertambah. Amal adalah buah dari ilmu yang dipraktekkan. Seumpama magma adalah asal dari lava, maka itulah ilmu, asal dari amal.

Ketujuh, tanaman dan binatangnya adalah objek ilmunya. Tanaman dan binatang hidup diatas perut gunung. Merekalah penikmat dari semua yang dihasilkan oleh gunung. Unsur hara kesuburan diberikan oleh gunung melalui lava untuk tumbuhan. Lalu hewan-hewan herbivora memakan tanaman-tenaman yang hijau. Hewan Karnivora dan omnivora memakan hewan herbivora, dan terciptalah rantai makanan. Hewan-hewan yang mati akan memberikan materi organik tubuhnya menjadi hara bagi tanah dan dimanfaatkan oleh tumbuhan herbivora. Dari situ terciptalah daur biogeokimia alamiah karean Kuasa Tuhan. Bukankah manusia juga diciptakan menjadi rahmat untuk sekalian alam. Semua yang berada di luar diri manusia bisa dikatakan alam (alam dunia). Pada alam ini manusia memberikan “buah” dari ilmu yang dimilikinya. Kita bisa berbagi untuk sesama manusia, tumbuhan, dan hewan serta benda-benda tak hidup di sekitar kita. Meski sebagai ojek, namung semua objek tersebutlah yang menjaga kelangsungan hidup kita sebagai manusia.

Kedelapan, pemandangannya adalah estetika ilmunya. Semua gunung indah saat dipandang. Nampak kehijauan yang meneduhkan mata. Saat berada di gunung, sejak dari lembah hingga ke puncak kita mendapati keindahannya yang khas. Suara-suara hewan menambah indahnya nuansa hijau. Keletihan mendaki tiada terasa tatkala jiwa dapat menemukan keindahan dan kedamaian yang ada di sepanjang perjalanan menuju puncak. Manusia berilmu juga demikian. Ilmu yang ada pada manusia akan menjadikan manusia menjadi pribadi yang indah karena ilmunya. Semakin banyak ilmu yang diamalkan, akan semakin membuat pribadi manusia semakin dinilai baik (indah) oleh manusia lainnya. Karenanya jangan berhenti belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya, agar semakin lama kita hidup akan semakin indah dalam pandangan sesama hidup.

Kesembilan, asapnya naik ke atas, mencari kebenaran sejati milik Allah SWT. Asap dari kawah yang selalu mengepul merangkak naik ke atas. Pelan tapi pasti asap tersebut bersatu dengan penghuni angkasa, terbang mencari kebenaran sejati. Semakin tinggi ilmu, semakin banyak ilmu yang dimiliki setiap insan, hendaknya tidak membuat ia lupa bahwa siapa pemiliki kebenaran ilmu yang sebenarnya. Adalah Allah SWT, Tuhan pemilik semua kebenaran itu. Dialah yang memberikan ilmu kepada hambanya yang mencari maupun yang dikehendakinya. Seumpama asap yang naik ke langit, begitupula doa yang dipanjatkan manusia yang berilmu. Jadi, semakin tinggi ilmu mestinya akan semakin dekat dengan Allah SWT, seumpama gunung yang tertinggi akan lebih dekat menyentuh awan dibandingkan gunung-gunung yang lebih rendah daripadanya.