Jumat, 29 Oktober 2021

18 KOREKSI KRITIS BAGI KURIKULUM BARU


Saya terlambat mendapatkan informasi ini. Sebuah koreksi kritis yang berisi masukan-masukan yang sangat penting bagi Insan Pendidikan di Indonesia. Ada 18 Koreksi Kritis (saya menyebutnya begitu) yang dituliskan dan telah diseminarkan di beberapa Perguruan Tinggi. Usulan-usulan yang fundamental terhadap Kurikulum 2013 sebelum kurikulum ini resmi diberlakukan Kemendikbud. Ini bisa jadi bahan masukan bagi kita yang masih mau memikirkan perbaikan Pendidikan di Indonesia. 

Anda semua boleh setuju dan terbuka ruang untuk memberi tambahan. Begitu juga anda semua boleh tidak setuju dan menolak sebagian atau semua usulan ini. Silahkan tuliskan komen anda di kolom komentar. Bagi saya, ini patut kita jadikan pembelajaran apabila Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berencana mengganti Kurikulum Lama dengan Kurikulum yang baru.

Berikut 18 Koreksi Kritis dari Prof. Dr. Marsigit, M.A. dalam sebuah seminar Seminar dan Workshop dengan Tema "Membangun Karakter Bangsa dengan Pendidikan Melalui Kurikulum 2013" yang diselenggarakan oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, pada  Hari Jumat, dan Sabtu, Tanggal  13 dan 14 September 2013. 

  1. Janganlah disebut sebagai Kurikulum 2013, tetapi lebih baik disebut sebagai Revisi Kurikulum 2006, agar masyarakat tidak menganggap Kurikulum baru sebagai asing sama sekali dengan Kurikulum 2006.
  2.  Janganlah menyebut kurikulum berpendekatan Sain, karena istilah ini sangat asing dan dapat mengejutkan masyarakat dan para guru. Sebagai gantinya saya mengusulkan agar digunakan istilah “Pendekatan Eksploratif”
  3. Perlu pendefinisian secara jelas baik secara konseptual maupun filosofis pengertian Kurikulum pada masing-masing Jenjang Pendidikan. Saya mengusulkan agar ada 1 (satu) lagi jenis kurikulum sebagai ujung tombak operasional dilapangan yaitu yang saya sebut sebagai “Kurikulum Pada Tingkat Satuan Pembelajaran” atau disingkat “KTSPbl”. Alasannya agar persiapan, RPP, silabus, bahan ajar, metode, lebih operasional dan lebih kongkrit serta bersifat kontekstual.
  4. Untuk mendukung adanya KTSPbl, guru perlu mengembangkan 10 (sepuluh) langkah: a. Mengembangkan RPP yang memfasilitasi siswa untuk membangun hidup (ilmu)-Lile Skill, b. Mengembangkan Apersepsi sebagai kegiatan siswa dan bukan kegiatan guru, c. Mengembangkan Kegiatan Diskusi Kelompok, karena hakekat Ilmu bagi siswa SD dan SMP adalah Kegiatan Diskusi, d. Mengembangkan Skema Pencapaian Ketrampilan Hidup (lebih tinggi dari Kompetensi), e. Mengembangkan LKS yang memfasilitasi siswa agar memperoleh Ketrampilan Hidup (LKS harus dibuat sendiri oleh guru dan bukan dari membeli; LKS bukan sekedar kumpulan soal), f. Mengembangkan kegiatan assessment (bukan sekedar penilaian), berupa Portfolio dan Authentics Assessment, g, . Mengembangkan Kegiatan Refleksi Siswa untuk menyampaikan dan menjelaskan kesimpulan diskusi kelompoknya, h. Mengembangkan dan mendorong agar Siswa sendiri yang memperoleh Kesimpulan, i. Mengembangkan Media atau Alat Peraga yang menunjang, j. Menembangkan Metode Pembelajaran yang Dinamis, Kreatif, Fleksibel, dan Kontekstual.
  5. Agar perbaikan Kurikulum memperhatika sistem-sistem atau sub-sistem yang sudah dikembangkan misalnya adanya berbagai sekolah: SSN, RSBI, SBI, KNSI.
  6. Agar dilakukan perubahan-perubahan Paradigma atau Teori-teori agar sesuai dengan tuntutan jaman
  7. Agar Kurikulum baru mampu menjawab 2 (dua) pertanyaan besar dan fundamental yaitu: a. Akuntabilitas Pendidikan, dan b. Sustainabilitas Pendidikan (termasuk CPD=Continuing Professional Development bagi para Guru)
  8. Hendaknya Karakter yang dikembangkan diturunkan dari sila-sila Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung pada UUD 45
  9. Diperlukan redefinisi tentang hakekat keilmuan (Mapel), yaitu bahwa untuk Jenjang Pendidikan Menengah dan Rendah, Keilmuan merupakan proses berpikir atau kegiatan social. Diperlukan redefinisi matematika untuk sekolah yaitu Matematika Sekolah yang didefinisikan sebagai Proses Berpikir atau Kegiatan Sosial. Ebbutt and Straker (1995) mendefinisikan School Mathematics sebagai: Kegiatan mencari pola, Kegiatan menyelesaikan masalah, Kegiatan eksplorasi, dan Kegiatan berkomunikasi. Demikian juga untuk maple-mapel yang lain
  10. Nilai Karakter harusnya diturunkan dari butir-butir Sila Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
  11. Agar dilakukan redefinisi tentang Orientasi Kurikulum yaitu bukan Pengembangan Kompetensi melainkan Pengembangan Ketrampilan Hidup
  12. Redefinisi Hakekat Belajar dan Hakekat Mengajar, yaitu bahwa Belajar adalah kegiatan eksplorasi dan Mengajar juga adalah Kegiatan Penelitian. Hal ini belum cukup, perlu ditambah bahwa Belajar adalah Membangun Hidup (Life Skill)
  13. Redefinisi Metode Mengajar menuju Mngembangkan Ketrampilan Hidup (Life Skill), sehingga Metode Mengajar yang tepat adalah bersifat kontekstual, fleksibel, dinamis dan kreatif, misal : Metode Investigasi/Eksplorasi (yang disebut sebagai Metode Sain) dan Metode Diskusi.
  14. Perlunya kewajiban bagi guru untuk membuat LKS nya sendiri. Karena LKS selama ini hanya membeli dari Penerbit atau bantuan dari Pemerintah, dan itu belum termasuk criteria LKS yang benar, karena hanya merupakan Kumpulan Soal. RPP danLKS yang benar adalah RPP dan LKS yang membantu siswa mengembangkan Ketrampilan Hidup.
  15. Pemerintah harus berani melangkah untuk menghapuskan UAN
  16. Perlu redifinisi hakekat siswa yaitu bahwa Siswa adalah makhluk yang bersifat Hidup, oleh karena itu maka hakekat siswa adalah diri subyek belajar yang berusaha membangun hidupnya (Life Skill)
  17. Perlu dipromosikan bahwa Kompetensi Siswa berkaitan dengan Kebutuhannya dan berkaitan dengan Aspek Budayanya. Maka untuk memperoleh kompetensi ketramilan hidup, siswa perlu melalui tahap-tahap hirarkhis sebagai berikut: WILL, ATTITUDE, KNOWLEDGE, SKILL, and EXPERIENCE, Untuk mencapai Kompetensi tersebut guru perlu membuat Skenario Pembelajaran yaitu Skenario Pencapaian Kompetensi.
  18. Dikembangkan komunikasi agar diperoleh kejelasan tentang perihal tersebut di atas. Sudah saatnya dipromosikan Pendidikan Kontekstual yaitu sesuai dengan Daerah masing-masing; sehingga Pendidikan akan mengembangkan Multi Solusi dan Multi Budaya
Demikianlah koreksi kritis terhadap Kurikulum 2013 yang saat itu baru akan diberlakukan. Semoga jika Mendikbud melakukan pemberlakuan Kurikulum baru, bisa benar-benar menjawab apa yang sedang dibutuhkan oleh Dunia Pendidikan Indoensia khususnya para siswa di sekolah-sekolah.

Salam perubahan

Kamis, 28 Oktober 2021

AKHIRNYA UJIAN AKHIR

 Ujian Nasional sebagai Ujian Akhir di Sekolah-sekolah Format resmi dihapuskan. Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2021 telah menyatakan secara resmi UN tahun 2021 ditiadakan. Ini menandakan berakhirnya era Ujian Nasional yang telah berlangsung cukup lama. Ujian Nasional malahan pernah memiliki beberapa nama, tahun 80an saat saya menamatkan pendidikan Dasar, Ujian Akhir Nasional ini dikenal dengan istilah Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Etanas). berikutnya beberapa kali terjadi perubahan nama, seperti Ujian Akhir Nasional dan Ujian Nasional. Kini pelaksanaan ujian yang dimaksud sudah tidak ada lagi. Lalu bagaimana sikap Publik terhadap kejadian ini

Pro-Kontra Ujian Nasional

Pihak yang mendukung adanya Ujian Nasional tentu kecewa terhadap penghapusan Ujian Nasional (UN). Mereka menganggap selama ini UN menjadi alat yang bisa digunakan untuk "memaksa" siswa kelas akhir tetap fokus belajar. Para siswa dilatih dengan berbagai program, seperti les sore, agar para siswa bisa lulus UN dan lulus sekolah. Setelah UN dihapus, sekarang anak-anak di kelas akhir, kelas 6, Kelas 9, dan kelas 12 tidak serius lagi belajar, karena tidak ada UN lagi. siswa merasa bebas dan tidak mau belajar lagi secara serius. tanpa UN sepertinya guru tidak punya alasan untuk "memaksa" siswa belajar.

Sementara pihak yang mendukung penghapusan UN (penentang UN) menganggap bahwa UN itu "menyiksa" siswa. Menghakimi siswa. Kenapa? karena kelulusan siswa selama berbulan-bulan belajar hanya ditentukan oleh UN yang dilaksanakan selama 4 hari. UN membuat anak stress, malah ada kasus yang bunuh diri karena stress setelah menerima hasil UN di bawah rata-rata. UN itu begitu mengerikan bagi para pihak yang tidak menyetujuinya. Mereka pun sepakat mendukung SE Nomor 1 Tahun 2021. 

Perdebatan kedua pihak yang pro dan kontra tentang ada tidaknya UN ini tentu tiada akhir. seperti rel kereta api yang sampai stasiun akhir pun tetap tidak bertemu. lalu bagaimanan jika kita tinjau dari sisi ideologi pendidikan.

Kita mengenal setidaknya ada lima ideologi pendidikan yaitu:: 1) industrial trainer, 2) technological pragmatism, 3) old humanism, 4) progressive educator, dan 5) public educator, penggunaan ujian sejenis Ujian Nasional ini ditemukan pada ideologi nomor 1, 2, dan 3. sedangkan pada ideologi pendidikan yang 4) progressive educator dan yang kelima yaitu public educator, sudah tidak ditemukan lagi teknik evaluasi seperti UN. Sebagaimana kita tahu, ideologi pendidikan Industrial trainer itu muncul saat awal-awal revolusi industri, dan selanjutnya diikuti oleh ideologi yang kedua yaitu technological pragmatism dan yang ketiga yaitu old humanism. 

Progressive educator dengan public educator adalah dua ideologi yang saat ini banyak diadopsi oleh negara-negara yang demokratis. Indonesia sebagai salah satu negara demokratis memang mestinya menggunakan cara-cara evaluasi sesuai dengan dengan Ideologi Negara kita yang mengusung Demokrasi Pancasila. di dalam sebuah negara yang demokratis, ideologi pendidikannya umumnya progressive educator dan public educator dengan sistem penilaiannya menggunakan Portofolio dan social context. sehingga sebagai negara berkembang yang menuju menjadi negara maju, sistem penilaian di Negara Kita ini pun sudah layak menggunakan portofolio atau social context.

Namun, sudah sering kita menemukan sebuah perdebatan tentang apa yang terjadi di Indonesia, "ganti pimpinan ganti kebijakan", sehingga kadang pendidikan kita ini seperti mengadopsi kelima ideologi pendidikan yang ada, Misalnya, kita menginginkan pembelajaran kita berorientasi pada siswa (progressive educator) tetapi evaluasi kita masih external test (seperti UN) yang masuk dalam kategori evalusi dalam ideologi Industrial trainer.

Namun demikian, kita tepat harus optimistis sekaligus berdoa dan selalu beri dukungan agar pendidikan Indoenesia semkain baik dan semakin maju.


Inspirasi saya dari cuplikan makalah "Pergulanan memperebutkan Filsafat Ideologi dan Paradigma: "Sebuah Kesadaran untuk Lembaga Pendidikan Ke Islaman dalam rangka ikut Membangun Karakter Bangsa (Melalui KKNI dan Kurikulum 2013?)" karya Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Technological

Pragmatism