Kamis, 28 Oktober 2021

AKHIRNYA UJIAN AKHIR

 Ujian Nasional sebagai Ujian Akhir di Sekolah-sekolah Format resmi dihapuskan. Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2021 telah menyatakan secara resmi UN tahun 2021 ditiadakan. Ini menandakan berakhirnya era Ujian Nasional yang telah berlangsung cukup lama. Ujian Nasional malahan pernah memiliki beberapa nama, tahun 80an saat saya menamatkan pendidikan Dasar, Ujian Akhir Nasional ini dikenal dengan istilah Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Etanas). berikutnya beberapa kali terjadi perubahan nama, seperti Ujian Akhir Nasional dan Ujian Nasional. Kini pelaksanaan ujian yang dimaksud sudah tidak ada lagi. Lalu bagaimana sikap Publik terhadap kejadian ini

Pro-Kontra Ujian Nasional

Pihak yang mendukung adanya Ujian Nasional tentu kecewa terhadap penghapusan Ujian Nasional (UN). Mereka menganggap selama ini UN menjadi alat yang bisa digunakan untuk "memaksa" siswa kelas akhir tetap fokus belajar. Para siswa dilatih dengan berbagai program, seperti les sore, agar para siswa bisa lulus UN dan lulus sekolah. Setelah UN dihapus, sekarang anak-anak di kelas akhir, kelas 6, Kelas 9, dan kelas 12 tidak serius lagi belajar, karena tidak ada UN lagi. siswa merasa bebas dan tidak mau belajar lagi secara serius. tanpa UN sepertinya guru tidak punya alasan untuk "memaksa" siswa belajar.

Sementara pihak yang mendukung penghapusan UN (penentang UN) menganggap bahwa UN itu "menyiksa" siswa. Menghakimi siswa. Kenapa? karena kelulusan siswa selama berbulan-bulan belajar hanya ditentukan oleh UN yang dilaksanakan selama 4 hari. UN membuat anak stress, malah ada kasus yang bunuh diri karena stress setelah menerima hasil UN di bawah rata-rata. UN itu begitu mengerikan bagi para pihak yang tidak menyetujuinya. Mereka pun sepakat mendukung SE Nomor 1 Tahun 2021. 

Perdebatan kedua pihak yang pro dan kontra tentang ada tidaknya UN ini tentu tiada akhir. seperti rel kereta api yang sampai stasiun akhir pun tetap tidak bertemu. lalu bagaimanan jika kita tinjau dari sisi ideologi pendidikan.

Kita mengenal setidaknya ada lima ideologi pendidikan yaitu:: 1) industrial trainer, 2) technological pragmatism, 3) old humanism, 4) progressive educator, dan 5) public educator, penggunaan ujian sejenis Ujian Nasional ini ditemukan pada ideologi nomor 1, 2, dan 3. sedangkan pada ideologi pendidikan yang 4) progressive educator dan yang kelima yaitu public educator, sudah tidak ditemukan lagi teknik evaluasi seperti UN. Sebagaimana kita tahu, ideologi pendidikan Industrial trainer itu muncul saat awal-awal revolusi industri, dan selanjutnya diikuti oleh ideologi yang kedua yaitu technological pragmatism dan yang ketiga yaitu old humanism. 

Progressive educator dengan public educator adalah dua ideologi yang saat ini banyak diadopsi oleh negara-negara yang demokratis. Indonesia sebagai salah satu negara demokratis memang mestinya menggunakan cara-cara evaluasi sesuai dengan dengan Ideologi Negara kita yang mengusung Demokrasi Pancasila. di dalam sebuah negara yang demokratis, ideologi pendidikannya umumnya progressive educator dan public educator dengan sistem penilaiannya menggunakan Portofolio dan social context. sehingga sebagai negara berkembang yang menuju menjadi negara maju, sistem penilaian di Negara Kita ini pun sudah layak menggunakan portofolio atau social context.

Namun, sudah sering kita menemukan sebuah perdebatan tentang apa yang terjadi di Indonesia, "ganti pimpinan ganti kebijakan", sehingga kadang pendidikan kita ini seperti mengadopsi kelima ideologi pendidikan yang ada, Misalnya, kita menginginkan pembelajaran kita berorientasi pada siswa (progressive educator) tetapi evaluasi kita masih external test (seperti UN) yang masuk dalam kategori evalusi dalam ideologi Industrial trainer.

Namun demikian, kita tepat harus optimistis sekaligus berdoa dan selalu beri dukungan agar pendidikan Indoenesia semkain baik dan semakin maju.


Inspirasi saya dari cuplikan makalah "Pergulanan memperebutkan Filsafat Ideologi dan Paradigma: "Sebuah Kesadaran untuk Lembaga Pendidikan Ke Islaman dalam rangka ikut Membangun Karakter Bangsa (Melalui KKNI dan Kurikulum 2013?)" karya Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Technological

Pragmatism

Tidak ada komentar:

Posting Komentar