Minggu, 16 Februari 2014

DATARAN TINGGI ANUGERAH ILAHI DI TANAH SERAMBI

Bila dilihat dari peta di buku geografi, tentulah Kabupaten Aceh Timur akan berbatasan langsung dengan Kabupaten Bener Meriah. Namun karena ketiadaan akses berupa jalan yang layak dan bisa dilalui mobil kecil sekelas Avanza, maka perjalanan memutar dilakukan melewati 3 Kabupaten/Kota tetangga. Dari Aceh Timur perjalanan akan langsung melewati Kabupaten Aceh Utara, lalu masuk Kota Lhokseumawe, melalui Kabupaten Bireun, dan diakhiri dengan masuk ke daerah tujuan yaitu Kabupaten Bener Meriah.

sisi Bukit Cot Panglima yang tersohor
Kabupaten Bener Meriah dulunya merupakan bagian dari Kabupaten Aceh Tengah. Setelah Pemekaran, Aceh Tengah dibagi Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Udara dingin, walaupun tidak sedingin tempo dulu, tetap saja berbeda dengan udara yang terasa di Pesisir Kota Peureulak yang selalu hangat saat musim kemarau. Air yang sejuk mengalir genit dari pegunungan, hanya dengan membuat alur kecil, atau menggunakan pipa plastik, setiap warga menerima anugerah air jernah tak tercemar masuk ke rumah-rumah penduduk, tanpa perlu membayar dan tak pernah berhenti, terus menerus selama huta di pegunungan dijaga kelestariannya.


Menempuh perjalanan 6 jam dari Kota Peureulak di Kabupaten Aceh Timur sampai ke Kabupaten Bener Meriah tiadalah terasa. Waktu begitu singkat saja rasanya, karena setiap sisi-sisi bukit barisan ini memberikan penawar penat kala lelah melingkari punggung bukit barisan. Bukit hijau, jalan yang sudah lumayan bagus dan lebar, menambah keceriaan dalam perjalanan. Pemandangan sedikit terganggu tatkala ada keanehan, masa di dalam hutan pegunungan tiba-tiba kita disuguhkan hutan sawit yang begitu akrab bagi masyarakat pesisir. Pohon sawit yang tak berbuah meski hijau daunnya tampak bergoyang di tiup angin pengunungan.

Rasa bahagia muncul tatkala melihat pohon pinus berjejer tak teratur di pinggir bukit. Memang jumlahnya tak sebanyak dulu, maklum sudah banyak ditebang untuk bahan baku industri kertas yang sempat jaya di Aceh Utara (waktu itu). Tegakan pinus yang tidak teratur menunjukkan itu adalah sisa-sisa vegetasi alami yang bukan ditanam oleh manusia. Tegakan pinus yang membuat sejuk dataran tinggi tempo dulu sempat menjadikan dataran tinggi diprediksi akan menandingi ketenaran daerah Puncak di Bogor dan Lembang di Bandung. Jalannya yang berkelok-kelok, serta adanya sumber pemandian air panas, menjadi daya tarik tersendiri bagi pendatang seperti saya untuk mau menjelajah merangkak naik ke atas sana dan merasakan betapa indahnya anugerah Ilahi di tanah Serambi ini.

Sis pohon pinus yang luput
dari penebangan
Kedatangan kami sambut dengan senyum ramah masyarakat, serta hujan rintik-rintik yang segera turun, meski tak lama kemudian hujan mereda, namun cukup membuat lokasi acara jadi teduh. Merasakan shalat berjamaah di Mesjid Babussalam-Reronga, menyegarkan dahaga bathin seiring terbasuhnya anggota dengan jernih dan segarnya air wudhu yang dikirim dari puncak bukit. Sulit sekali melukiskan keindahan dan kesempurnaan dari Mahakarya sang Pencipta Tunggal. Tiadalah kita mampu membuat yang lebih indah dengan membangun vila, dan lain sebagainya, itu justru akan merusak tatanan keindahan yang sudah dianugerahkan pada kita. Jaga, tanam, dan rawat. Itu saja sudah cukup untuk membuatnya lestari. Ingat, satu batang pohon yang hilang dari dataran tinggi sama artinya kita menanam satu bencana untuk seluruh negeri. Cadangan air tanah yang tersempan akan berkurang karena saat musim hujan jumlah air yang dismpan akan berkurang, bencana longsor, banjir di daerah dataran rendah seperti Aceh Timur, Aceh Utara, Lhokseumawe, dan Bireun. Semoga kita semua bisa mengendalikan nafsu eksploitasi yang dapat merusak tatanan Mahasempurna demi mengejar keuntungan sesaat berupa limpahan materi semu.

Sampai jumpa di Bener Meriah...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar