Saya belum pernah secara khusus melihat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaranm milik negara-negara yang telah maju pendidikannya. Katakanlah
misalnya RPP guru dari Finlandia, New Zealand, Australia, Jepang, Korea, atau Inggris.
Sehingga saya belum bisa memastikan apakah RPP di negara-negara maju tersebut mirip
atau berbeda dengan RPP yang dibuat oleh guru-guru di sekolah yang saya pimpin. RPP yang dibuat oleh guru-guru yang baru saja pulang pelatihan dengan tutor atau fasilitator handal
binaan Kemendikbud RI.
Riset tentang kemiripan RPP ini ingin saya lakukan kalau ada kesempatan dan ada yang bantu, terutama bantuin duitnya..hehehe. Karena hampir sering saya temui di berbagai kegiatan guru, misalnya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),
didominasi oleh materi pembuatan RPP. Kenapa ya Perencanaan pembelajaran kok gak selesai-selesai dibuat
guru! Kalau persoalan kualitas RPP yang jadi masalah, tentunya para ahli di
Kemnedikbud dapat menyelesasikannya gak pake lama. Kalau memang masalah utama dunia pendidikan adalah buruknya RPP, saya rasa dengan kecanggihan teknologi saat ini
kita bisa dapat RPP dari banyak sumber. Kalaupun gak bisa langsung dipakai,
paling modifikasi sedikit sudah oke digunakan guru. Jadi, kalau memang kita
berpedoman perencanaan pembelajaran menentukan kualitas hasil belajar, berarti
negara negara maju tadi punya perencanaan pembelajaran yang mantap. Perlu
diteliti, mana tahu justru RPP yang dihasilkan guru kita jauh lebih baik,
karena dibuat dalam forum forum kegiatan guru yang profesional seperti MGMP
dan KKG.
Salah seorang kepala dinas pendidikan pernah menyampaikan bahwa RPP
kita sudah sangat tebal, tetapi kenapa mutu pendidikan kita tidak setebal RPP
nya. Benar gak ya kualitas pendiidkan kita disebabkan oleh RPP yang tebal itu
namun gak bisa diterapkan. Kalau kita mau jujur, berapa persen guru yang
mengajar sesuai dengan RPP yang telah disusunnya? Berapa persenkah RPP itu
mampu disajikan oleh para guru sekaliber IN, IP, atau IK? Pertanyaan yang
gampang-gampang susah jawabnya. Gak perrcaya, cobalah diriset.
Miris jadinya apabila pemerintah ngasih biaya, kadang biaya itu adalah hasil ngutang
dari luar negeri duitnya, terus dipake untuk kegiatan penyusunan RPP. Lah, setelah RPP selesai disusun, bukan diterapkan
di kelas tetapi disimpan dilemari kaca. RPP ini akan keluar saat guru yang
bersangkutan disupervisi oleh pengawas atau kepala sekolahnya. Tahun depan, RPP
itu akan dibongkar oleh pemiliknya. Nama kepala sekolah, tahun pelajaran
disesuaikan agar saat diperiksa tetap dianggap up-todate. Terus ngajarnya
gimana? Anda bisa jawab sendiri ya pembaca semua, guru lebih nyaman ngikutin
materi buku paket yang ada padanya, plus LKPD yang juga disediakan oleh penerbit. Biasanya LKPD nya sepaket dengan buku teksnya.
Saya pernah ditantang untuk menyederhanakan RPP di suatu sekolah
pada tahun 2008. Saat itu saya masih seorang guru yang semangat bikin administrasi guru (bukan sombong). Sampai sekarang tantangan
itu masih terngiang di benak saya. Ingin saya buat RPP ini jadi 1
lembar saja. Selembar tapi benar-benar bisa jadi pedoman guru dalam melaksanakan
Pembelajaran di kelas. Persoalan sering muncul saat kita melakukan kreatifitas dalam bentuk penyederhanan perencanaan pembelajaran ini.
Bila tak sesuai standar akan dianggap salah, menyimpang dan tidak standar nasional.
Orang tidak mau atau jarang melihat keterpakaiannya. Tidak standar tapi kalau
bisa dimanfaatkan dan justru dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil
pembelajaran, kenaapa tidak kita coba. Hayo yang sudah dipanggil bimtek menulis, siapa yang bisa bantuin saya menyederhanakan RPP.
Haruskah kita menghabiskan waktu sampai seminggu untuk menyusun RPP,
padahal itu hanya digunakan untuk waktu yang lebih singkat, 90 menit. Jadi
wajar kalau guru mengeluh gak sempat belajar karena waktunya habis digunakan
untuk bikin RPP. Saatnya memangkas waktu dan menyederhanakan perencanaan terapi
hasilnya bisa mengimbangi kualitas pendidikan di Finland sana. Mungkinkah?
Ngomongin RPP akan menghasilkan suatu telaah positif bagi perbaikan dan
penyederhanaan RPP. Kalau bisa, perencanaan pembelajaran bisa dimasukan ke saku baju para
guru dan bisa dibuka saat akan digunakan. Ringan namun memuat rangakain kegiatan
terstruktur dalam pembelajaran. Perenanaan seperti ini bisa selesai dibuat
dalam waktu 15 menit tapi dapat digunakan untuk durasi pembelajaran 180 menit. Inovasi
kurikulum yang berubah setiap 10 tahun mestinya makin menyederhanakan tugas
guru dalam membuat RPP, bukan sebaliknya.
Kita menunggu ada guru yang berani membuat perencanaan pembelajaran
sendiri yang sederhana tapi efektif dalam meningkatkan kualitas hasil belajar
para siswanya. Selamat mencoba.
SMK...BISA!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar