Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi
atas Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan
kota. Pembagian daerah ini tentu juga diikuti dengan pembagian wewenang dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan.
Urusan pemerintahan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014
terdiri atas urusan pemerintahan absolut, konkuren, dan urusan pemerintahan
umum. Sehubungan dengan judul tulisan ini, maka tulisan akan fokus pada urusan
pemerintahan yang kedua saja, yaitu urusan pemerintahan konkuren saja. Urusan
pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah Provinsi dan daerah kabupaten/kota. Berdasarkan urusan
pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah inilah yang menjadi dasar
pelaksanaan Otonomi Daerah.
Salah satu
Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) adalah menyangkut urusan pendidikan. Meskipun
belum ada Peraturan Pemerintah yang menjelaskan tentang detail proses
pengelolaan SMA / SMK ke Propinsi, nyatanya pelimpahan data P3D (Personil,
Peralatan, Pembiayaan, dan Dokumen) terus berjalan. Artinya jika tidak ada
perubahan terhadap proses verifikasi dan pelimpahan data P3D dari
kabupaten/kota ke Propinsi, pada 1 Januar 2017 semua pengelolaan pendidikan
menengah (SMA dan SMK) akan sepenuhnya menjadi wewenang propinsi.
Siapakah yang diuntungkan jika hal
ini benar-benar terjadi?
Bicara untung rugi dalam
pengelolaan pendidikan ini tentu tidak hanya tertuju pada aspek pengelolaan
anggaran, ada hal-hal lain yang mengikuti proses pengalihan wewenang
pengelolaan urusan pendidikan menengah ini. Pertama,
bila kita tinjau dari sisi pengelolaan anggaran, tentu saja Pemerintah Propinsi
akan menerima berkah. Betapa Tidak, anggaran yang selama ini tersebar di
kabupaten/kota, akan dipusatkan pengelolaannya di propinsi. Berdasarkan data
BPS Aceh, pada tahun 2014 jumlah SMA di Propinsi Aceh sebanyak 373 unit. Bila
selama ini anggaran untuk sekolah tersebut dikelola oleh 23 Kabupaten/Kota,
maka mulai tahun 2017 pengelolaannya ada di propinsi.
Kedua,
dari sisi penjaminan mutu, khususnya pada Sistem Penjaminan
Mutu Internal (SPMI), sekolah akan memiliki kualitas dengan standar yang sama
antar kabupaten/kota. Hal ini karena perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
SPMI berlaku sama. Propinsi tentu akan memberikan dukungan yang sama kepada
semua sekolah yang sejak 1 Januari 2017 nanti berada di bawah wewenangnya.
Kualitas sumberdaya insan pendidikan menengah juga akan bisa ditingkatkan secara menyeluruh oleh Pemerintah Aceh. Saat
masih berada di bawah naungan pemerintah kabupaten/kota, terdapat kesenjangan
peningkatan sumberdaya insan pendidikan yang tentu saja disebabkan perbedaan
PAD tiap daerah, ke depan semua bisa diminimalisir karena sumber pembiyaan
program-program peningkatan sumberdaya insan pendidikan berasal dari kas
Pemprop Aceh.
Ketiga,
distribusi guru lebih mudah dilakukan. Hal ini disebabkan
perpindahan guru berada pada kebijakan gubernur. Guru-guru yang menumpuk di
daerah perkotaan seperti Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa, dan kota-kota
lainnya, bisa didistribusikan ke kabuapten/kota yang membutuhkan.
Pendistribusian guru ini penting dilakukan, karena selain kurang dari sisi
jumlah, ada daerah-daerah yang kekurangan dari segi kualifikasi jenis mata
pelajaran yang diampu. Apalagi untuk sekolah-sekolah kejuruan yang baru
dibangun. Mengapa bisa kekurangan guru? Karena selama ini, kabupaten/kota
banyak mendapatkan bantuan Unit Sekolah Baru (USB) tetapi tidak diiringi dengan
pengangkatan guru (PNS) baru di sekolah tersebut. Selain itu, sekolah-sekolah
tertentu yang memiliki jumlah rombel besar, banyak yang mengalami kekurangan
guru. Jika dikelola oleh propinsi, kita berharap bahwa Gubernur melalui Dinas
Pendidikan Aceh dapat mengatasi kekurangan guru ini, minimal dengan
mengeluarkan SK guru Kontrak Propinsi. Ini penting, karena guru-guru honor
murni yang selama ini mengabdi di sekolah-sekolah di kabupaten/kota mendapatkan
honor yang jauh dari besaran Upah Minimum. SK Guru Kontrak setidaknya bisa
memberikan penghasilan para guru minimal sebesar UMP.
Tentu masih ada
keuntungan-keuntungan lain yang bisa kita dapatkan dari proses pengalihan ini.
Disamping keuntungan tersebut, ada beberapa hal yang mungkin bisa kita anggap
sebagai kerugian. Pertama, kabupaten/kota
yang selama ini telah melakukan investasi di SMA akan “kehilangan” asetnya.
Artinya ada perpindahan kepemilikan aset dari kabupaten/kota ke propinsi.
Kedua,
sekolah yang selama ini mendapatkan bantuan pembiayaan
operasional pendamping dari kabuapten/kota – meskipun tidak semua daerah
memberikan ini – tentu tidak akan mendapatkannya lagi. Hal ini tidak menjadi
persoalan apabila Pemerintah propinsi mau menganggarkan bantuan operasional
pendamping dana BOS Pusat. Bila tidak ada anggaran pengganti dari Propinsi,
dampaknya adalah pelaksanaan program pendidikan di sekolah akan terganggu.
Mudah-mudahan hal ini sudah diantisipasi oleh pemerintah Propinsi. Menjadi
terganggu karena ini terjadi di semester genap, sementara semua perencanaan
termasuk penggajian guru honorer selama ini dibiaya oleh dana bantuan
operasional pendamping dari kabupaten/kota. Bila ini tidak ada, sumber anggaran
untuk membayar guru honorer tidak ada. Sebagaimana kita ketahui, dana BOS pusat
yang terbatas jumlahnya itu tidak bisa digunakan untuk membayar guru honor
murni di sekolah menengah atas.
Ketiga,rantai
adminstrasi menjadi panjang. Selama ini semua urusan selesai sampai ibu kota
kabupaten/kota, malahan ada urusan yang cukup diselesaikan di tingkat
kecamatan, yaitu di UPTD. Bila telah berada di bawah kendali propinsi, tentu
semua administrasi sekolah berakhirnya di Ibukota Propinsi. Banyak yang
berharap dihidupkan lagi Kantor perwakilan Dinas Pendidikan Propinsi di setiap
kabupaten/kota. Wacana ini pernah mencuat saat rakor dengan Kepala Dinas
Pendidikan di Banda Aceh, dimana nanti akan ada kantor bidang pendidikan
menengah Dinas Pendidkan Aceh yang lokasinya ada di daerah kabupaten/kota. Bisa
jadi satu kantor pewakilan itu melayani 2 atau 3 kabupaten/kota sebagaimana
posisi PPMG saat ini.
Apapun yang terjadi, semua kita
berharap agar pengalihan urusan pendidikan dari kabupaten/kota ke Propinsi
dapat menguntungkan kita semua, khususnya insan sekolah di seluruh Aceh.
Semoga.
(Sudah publish di Media Citra Aceh)
(Sudah publish di Media Citra Aceh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar