Banyak SMA Unggul di Indonesia hanya membuka program / penjurusan IPA saja, tanpa ada program IPS di dalamnya. Hal itu juga hampir dilakukan oleh SMA Negeri Unggul Aceh Timur. Sekolah ini pernah berencana menutup program IPS pada tahun 2010. Sebab akan ditutupnya program IPS adalah kurangnya siswa yang berminat masuk program IPS ini. Selain itu juga ada kekurangan guru rumpun IPS di SMA Negeri Unggul. Dua factor ini ditakutkan akan mengurangi kualitas lulusan IPS dari satu-satunya SMA Unggul di Kabupaten Aceh Timur.
Ketika wacana penutupan IPS di Unggul disampaikan kepada guru, para guru IPS melakukan penolakan. Teman-teman guru rumpun IPS merasa tidak adil bila unggul hanya membuka IPA. "IPS juga memiliki keunggulan yang layak dibuka di sekolah ini", begitu kata salah seorang guru Ekonomi yang merupakan guru senior di unggul. Kepala sekolah, dan saya yang masih menjadi konsultan di sekolah ini pun melakukan pemantauan, boleh dibuka kembali kelas IPS bila jumlah siswa peminatnya lebih dari 20 orang. Yah, 20 orang sebagai syarat minimal sebuah rombel ideal bisa dibuka. Dan ternyata pantastis, hingga saat ini jumlah siswa IPS dan IPA di SMA Negeri Unggul boleh dikatakan berimbang.
Tadi pagi saya dapat SMS dari pak Muhasir, Wakasis di SMA Negeri Unggul, "beh, siswa kita lolos OSN ke tingkat nasional!" Saya sangat girang mengetahui berita ini, dan yang akan mewakilli Aceh ke OSN Tingkat nasional ternyata Bidang Geografi. Ini mapelnya rumpun IPS. Ketika diskusi dengan pak Kepsek berlangsung di depan ruang Tata Usaha, lewat bu Endang, guru ekonomi yang dulu menentang keras penutupan jurusan IPS. Saya menyapa dan mengucapkan "selamat bu Endang, IPS mewakili Aceh ke Yogyakarta", bu Endang pun senyum dan memberikan jawaban sambil sedikit menyindir saya dan pak Kepsek, "Itulah Beh, IPS yang dulu mau pak kepsek dan babeh tutup ternyata bisa berprestasi. Setelah pada 2010 kita meraih medali emas OPSI, sekarang giliran geografi yang akan berangkat." Jawaban bu Endang tentu sangat wajar, setelah wacana penutupan IPS dihembuskan waktu itu, bu Endang bersama rekan guru rumpun IPS "mati-matian" meningkatkan kualitas siswa yang ada di rombel IPS. Luar biasa. Tapi yang jelas, kita tidak menutupnya bu Endang, kita hanya hampir menutup...:D
Prestasi memang harus sesuai dengan bakat dan minat siswa, kita tidak bisa paksakan seorang anak didik harus masuk IPA atau harus memilih IPS. Dwi Candra Pranata, siswa kelas IPS yang meraih emas OPSI tahun 2010, adalah siswa cerdas yang saya harapkan masuk IPA.Namun, dia malah memilih IPS. Saya agak kecewa waktu itu. Ternyata pilihan Dwi benar, IPS adalah pilihan tepat buat dia sehingga sekarang bisa melanjutkan studi dan makin cemerlang karirnya di UIN Malang. Dan saat ini, Al Fany Nurizki, mewakili Aceh pada bidang Geografi lomba OSN 2015 di Yogyakarta. Alhamdulillah, buah dari pembatalan penutupan Program IPS telah melahirkan berbagai prestasi ditingkat local (kabupaten), regional (propinsi Aceh) dan Nasional.
Prestasi juga tidak bisa dilahirkan tanpa kerja sama. Siswa dan guru pembina harus sama-sama menerima untuk saling berbagi, waktu, ilmu, tenaga, dan material. Kerja sama tim dengan guru-guru lainnya juga mutlak diperlukan bagi pengkondisian terciptanya budaya belajar. SMA Negeri Unggul memang sejak awal didedikasikan untuk itu, melakukan praktek-praktek pembelajaran kreatif, memberikan ruang bagi para siswa untuk berkreasi, dalam rangka pencapaian 8 Standar Nasional Pendidikan Indonesia.
Hari ini, hampir seharian saya di ruangan kantor ini. Ruang yang dulu pernah saya gunakan untuk membantu kepala sekolah mengelola SMA Negeri Unggul, sejak 2008. Semoga, dukungan dair berbagai pihak akan semakin besar lagi sehingga sekolah ini benar-benar menjadi sekolah yang layak untuk dijadikan kebanggaan masyarakat Aceh Timur.
Selamat, semoga sukses