Sabtu, 29 November 2014

SEKILAS GURU HONORER



Sabtu, 29 Nopember 2014

Pada 19 Juli 2014 saya berkegaitan di MAS Alwidyan. Foto itu menggambarkan beberapa guru honorer yang ikut dalam kegiatan. Harus saya akui, dari sisi fasilitas tidak semua guru honorer menerima nasib baik seperti mereka.

Guru honorer selalu menjadi fenomena tersendiri dalam pemberitaan dunia pendidikan. Berbagai kontroversi mengiringi setiap pemberitaan. Mulai dari minimnya upah yang diterima sebagia imbalan kerja sampai pada permintaan guru honorer diangkat menjadi guru dengan status PNS. Berita paling anyar tentang guru honorer adalah belum selesainya persoalan pengangkatan honorer K-2 menjadi PNS.

Pemerintah pusat memang telah melakukan berbagai program untuk menghilangkan status honorer dan mengangkatnya menjadi guru PNS. Pengangkatan PNS besar-besaran di era reformasi di mulai pada masa presiden BJ. Habibie berkuasa sebagai presiden di tahun 1999. Lalu era Presdien SBY juga dilakukan pemutihan honorer menjadi PNS. Program ini malah mengangkat honorer menjadi PNS bukan hanya untuk guru melainkan juga untuk tenaga administrasi lain. Puncaknya adalah pemutihan di tahun 2009.

Program pemutihan honorer menjadi PNS ternyata tidak membuat guru honorer hilang dari dunia pendidikan Indonesia. Program itu secara nyata justru telah mendorong para sarjana melamar jadi honorer di sekolah. Bahkan ada yang menyatakan siap tidak dibayar asal diterima mengabdi sebagai honorer. Tentu ada harapan besar semoga ke depan para honorer ini juga diangkat menjadi PNS sama seperti tahun-tahun lalu. Melihat kenyataan ini pemerintah melanjutan "pembersihan" tenaga honorer (khususnya di sekolah) dengan program K1 dan K2. Tapi apakah bila ini selesai dilakukan guru honorer atau tenaga kependidikan honorer bisa hilang. Jawabannya tentu sama-sama kita ketahui tenaga honorer tetap ada. Alasannya jelas karena memang lapangan pekerjaan khususnay di Daerah-daerah miskin sangat sedikit. Menjadi honorer dengan upah sangat minim tentu harus dipilih. Pahit tapi tetap harus dilakoni.

Khusus untuk guru, pemerintah memang tidak lagi mengakui guru honorer. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan Meneg PAN-RB Nomor 16 tahun 2009. Pada pasal 1 disebutkan bahwa "Jabatan fungsional guru adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing,mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang diduduki oleh PEGAWAI NEGERI SIPIL."

Berdasarkan peraturan itu maka hanya guru dengan status PNS saja yang mendapatkan penganggaran dari APBN. Sementara guru honorer tidak mendapatkan porsi penganggaran. Pemerintah pusat juga beralasan bahwa pengangkatan honorer seluruhnya menjadi tanggung jawab pejabat yang mengangkat. Kalau di sekolah, maka yang bertanggung jawab termasuk pada honor atau upah honorer adalah kepala sekolah. Persoalan muncul saat kepala sekolah tidak bisa lagi membayar semua honorer itu dari dana BOS. Makin terpuruklah nasib para guru honorer ini.

Kalau kita tinjau dari sisi pengangkatannya, memang ada 2 macam honorer. Pertama honorer (guru honorer) atas permintaan guru itu sendiri. Biasanya bila guru honorer yang meminta, posisi sekolah menjadi lebih aman dari gugatan apapun. Perjanjian yang hanya memberikan guru honorer upah ssangat rendah pun bisa disepakati. "Tak apalah murah, gak dibayar pun siap", begiut biasanya jawaban para calon guru honorer. Mereka berharap dengan menjadi honorer akan memiliki peluang besar diangkat menjadi PNS.

Selain itu, ada juga guru honorer yang justru dibutuhkan oleh sekolah. Umumnya sekolah-sekolah kejuruan. Gencarnya pemerintah membuka SMK tidak diimbangi dengan penyediaan guru. Oleh karena itu khusus pada guru produktif sekolah terpaksa menerima jasa guru honorer. Tentu saja jika diminta oleh sekolah calon guru honorer bisa mengajukan berapa honor mereka dalam satu bulan. Bila tercapai kesepatakan biasanya upahnya akan lebih baik dibandingkan guru honorer yang diangkat karean permintaan sendiri.

Apapaun dan bagaimanapun prosesnya, guru honorer nyatanaya masih ada. Bahkan di sekolah-seklah pedaalaman justru guru honorer lah yang menjadi tulang punggung keberlangsungan pelaksanaan pendidikan. Kalaulah memang pemerintah tidak bisa atau belum mampu secara anggaran mengangkat para guru honorer ini, carilah alternative lain. Misalnya dengan membuka kembali tes guru kontrak propinsi. Dengan status kontrak, guru akan mendapatkan upah sesuai dengan UMP. Mekanismenya silahkan dibuat sehingga tidak muncul guru kontrak yang abal-abal. Dengan system online tentu semua memungkinkan untuk dimenej lebih baik.

Sungguh, kalau kita mau dalami apa yang terjadi di sekolah terkadang memang peran para tenaga honorer termasuk guru honorer di dalamnya masih sangat amat dibutuhkan. Semoga 2015 tidak ada lagi "penzaliman" atas nama honorer bagi para tenaga pendidik professional yang belum bernasib baik karena tak memiliki identitas PNS.

Rabu, 26 November 2014

MENJAGA ASA GURU DI SEUMALI

 
Aceh Timur, 26 Nopember 2014

Desa Seumali berada di Kecamatan Ranto Peureulak. Di Seumali ini terdapat sebuah sekolah yaitu SMPN 2 Ranto Peureulak. Sekolah yang dibangun atas bantuan Pertamina pada tahun 2000, dulunya merupakan sekolah top di kawasan Peureulak ini. Jumlah siswanya pun sangat banyak, mencapai 200 orang lebih. Berbeda dengan sekarang.

Sekolah ini juga menjadi salah satu binaan Pertamina Ranto Peureulak. Fasilitas berupa gedung sangat lengkap. Ruang kelas permanen kokoh berdiri bersama mushalla, lab, perpustakaan, bahkan rumah tinggal bagi kepala sekolah, penjaga sekolah dan guru. Areal yang luas mengindikasikan pendirian sekolah ini dirancang untuk pengembangan jangka panjang. Betapa tidak, sekolah ini selain memiliki lapangan bola voley yang bisa dijadikan tempat upacara, juga memiliki lapangan sepakbola bagi para warganya. Sangat jarang ada sekolah di Aceh Timur yang mempunyai fasilitas berupa lapangan sepakbola.

Tanggal 26 Kemarin saya mengunjungi sekolah ini. Kegiatan kunjungan rutin sebagai pengawas kali ini juga diisi dengan kegiatan bimbingan untuk program ProDEP.Program jangka menengah selama tiga tahun hasil kerja sama kementiran pendidikan dengan Kedutaan Australia. Diskusi dengan pak Abdullah S.Pd., Kepala Sekolah SMPN 2 Ranto Peureulak berlangsung di ruang kantornya yang sederhana. Kesederhanaan yang memang sudah menjadi keharusan. Tidak bisa ada barang bagus di ruang ini, walaupun satu set kursi tamu, mengapa? karena banjir yang bisa mencapai 1 meter menjadi langganan sekolah ini.

Saat diskusi santai dengan pak kepsek berlangsung, kami kedatangan tamu, Pak Syarifuddin, S.Pd. Kepala SMP Negeri 5Tanjung Tani. Sekolah yang lokasinya lebih jauh lagi dari tempat diskusi. Pak Syarifudin yang pernah satu tempat tugas dengan saya di SMA Negeri 1 Peureulak Kab Aceh Timur tahun 2006 lalu,menyampaikan beberapa keluhan tentang pelaksanaan kinerja kepsek. Saya mengingat dengan jelas apa yang beliau sampaikan. Intinya tentang manajemen yang begitu ruwetnya harus dijalani



Pukul 12 siang lewat sedikit, kami pun melanjutkan kegiatan dengan melaksanakan diskusi bersama dewan guru. Pertemuan singkat ini dilakukan juga di kantor dewan guru. Kami mendiskusikan tentang pelaksanaan PKG tahun 2014. Saya memaparkan instrument penilaian dan format pengamatan PKG. Selain dihadiri oleh kepala sekolah dan 5 orang guru, kegiatan juga melibatkan 2 guru SM3T yang dengan setia bertugas di sekolah ini.

Singkat cerita pertemuan berakhir pukul 13.30 WIB. kami segera mengakhiri dan pulang ke rumah masing-masing. Saya sendiri ditemani pak Kepsek menuju rumah makan di kota Ranto Peureulak. Kota yang masa konflik dulu begitu mencekam kini telah kembali normal aktivitasnya. Banyak pedagang yagn menjajakan dagangannya.

Sungguh sebuah kunjungan yang diharapakan dapat menjaga asa para warga sekolah. Semoga kondisi selalu menjadi lebih dan perubahan positif pada saatnya kelak akan berpihak ke Seumali.

Salam Pengawas.

Minggu, 23 November 2014

SUBSIDI UNTUK PARA GURU


Aceh Timur, 23 Nopember 2014

Anggaran Sektor pendidikan di Republik ini memang besar persentasenya. Undang-Undang Dasar mewajibkan alokasi anggaran dalam APBN untuk Pendidikan sebesar 20%. Angka yang besar karena 1/5 dari APBN wajib digunakan untuk membangun pendidikan di Indonesia. Namun sayang,  di dalam alokasi itu juga sudah termasuk pembayaran Gaji dan Tunjangan lainnya untuk Para Guru dan Dosen. Sehingga bila 20% itu diambil yang benar-benar murni untuk belanja pendidikan (termasuk modal PBM) jumlahnya masih sangat luar biasa kecil sekali.

Kecilnya alokasi anggaran untuk modal PBM ini dapat dilihat dari masih banyak sekolah yang belum mencapai standar pelayanan minimal. Pak Mendikbud malah merilis angka 70%. Berarti hanya 30% sekolah yang telah memiliki standar dan bisa dikatakan sekolah yang layak untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional. Anda semua tentu dapat menebak dimana kira-kira beradanya sekolah yang telah memenuhi standar itu? Benar, jawabannya adalah sekolah itu terletak di kota-kota besar. Kalaupun tidak di kota besar, umumnya sekolah itu ada di daerah yang memiliki PAD tinggi dibandingkan daerah lain di Indonesia.
 
Dari 8 Standar Nasional Pendidikan, belum semuanya terpenuhi. Sebagai contoh kita ambil standard sarana dan prasarana. Kemampuan keuangan pemerintah untuk membangun sarana pendidikan selama ini masih lemah. Belum ada satu pun sekolah di Kabupaten Aceh Timur ini yang memiliki sarana prasarana lengkap dan memadai sehingga mampu mencapai visi dan misi sekolah. Pustaka, Laboratorium, sarana olahraga belum bisa dilengkapi. Ada yang sudah punya gedung laboratorium tapi isinya belum ada. Ada pustaka tapi bukunya belum memadai. Malah masih ada sekolah yang tidak punya ruang kelas untuk belajar sehingga dengan terpaksa sekolah membuka kelas siang.
 
Memang seolah tiada habisnya masalah yang ditemukan dalam bidang pendidikan. Apalagi masalah yang muncul sejak Bahan Bakar Minyak naik. Pemerintah bilang naiknya tidak besar, hanya Rp. 2000 per liter. Padahal kenyataannya guru sangat berat menerma kenyataan pahit ini. Tapi guru bukanlah buruh yang setiap saat bisa berdemo. Guru tidak bisa sembarangan berdemo. Apabila guru berdemo maka ada ribuan bahkan jutaan siswa akan terbengkalai dan bisa  menimbulkan persoalan lain yagn lebih pelik. Dengan bijak guru menerima kenyataan pahit ini tetapi hanya menjerit di dalam hati.
 
Kenaikan BBM ini bukan ditolak oleh para guru. Kita tahu, berapapun naiknya BBM guru pasti akan tetap datang ke sekolah. Mengapa? karena guru memiliki tugas mulia mendidik generasi penerus. Tugas mulia ini tidak boleh berhenti hanya gara-gara guru tidak punya cukup ongkos untuk naik JUMBO.
 
Kondisi dompet guru di Aceh Timur tentu sangat berbeda dengan daerah lain, khususnya dengan guru di Daerah Jabodetabek. Guru di Jakarta misalnya, meskipun naik BBM ini tetapi tetap bisa naik busway dengan harga tetap. Ongkos yang dikeluarkan guru di Aceh Timur sangat jauh bedanya dengan ongkos tiket busway atau Commuter line. Di Jakarta seorang guru masih bisa berangkat ke sekolah dengan ongkos Rp.3.500, meskipun dia tinggal di Jakarta Barat dan mengajar di Jakarta Timur. Di Aceh Timur uang sebesasr itu paling hanya cukup untuk naik RBT. Belum lagi kenaikan ongkos angkutan yang tidak terkontrol di daerah kami yang jauh dari pusat pemerintahan. Luar biasa, ongkos yang biasanya Rp.12.000 sekarang naik jadi Rp.15.000, itupun masih ada tambahan naik becak lagi. Luar biasa.
 
Begitu beratnya beban yang dihadapi teman-teman guru tentu tidak ada salahnya jika para guru berharap subsidi BBM yang katanya dialihkan dari subsidi barang menjadi subsidi juga diterima para guru. Paling tidak ada beberapa hal yang bisa dibantu melalui subsidi ini:
1. Bus Guru.
Silahkan BBM naik, tapi sediakanlah bus khusus untuk para guru. Sehingga kita bisa memastikan guru dapat kesekolah tanpa dipengaruhi mahalnya ongkos angkutan.
 
2. Rumah guru / mess guru
Buatlah rumah untuk para guru di kawasan sekolah. Sehingga para guru tidak pelru lagi memnjam uang di Bank dengan bunga yagn tinggi hanya untuk membuat rumah. Rumah guru ini menjadi penting untuk memberikan kenyamanan para guru baik sebelum mengajar ataupun setelah pulang mengajar. Energi guru tidak terkuras habis puluhan menit di dalam angkutan umum yang juga tidak kecil resiko terjadinya kecelakaan.
 
3. Beasiswa untuk anak guru
jangan mentang-mentang sudah PNS (apalagi yagn belum) guru dan keluarganya tidak mendapatkan fasilitas beasiswa. Tidak dapat beasiswa miskin, tidak dapat bantalan social, dan lain-lain. apakah pemeirntah menganggap semua guru sudah dapat TPP sehingga punya penghasilan lebih. Bila dihitung dengan jujur, penghasilan guru - dengan TPP sekalipun - belum memadai untuk membiaya pendidikan anak-anaknya sampai ke tingkat perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi ternama dan jurusan-jurusan favorit.
 
4. Mobil murah untuk guru
BAgi guru yagn sudah terlanjut memiliki rumah sendiri dan tidak dilalui oleh jalur bus umum, sebaiknya diberikan kredit mobil murah tanpa bunga dengan cicilan jagnka panjang yagn rendah. Sehingga tidak ada guru yang absen ke sekolah hanya gara-gara hujan.
 
Tentunya masih banyak hal lain yang bisa dibantu lewat pengaihan subsidi. Jangan sampai pemerintah memandang nelayan miskin dan tidak dapat melaut karena tidak mampu membeli solar. Bukankah hasil yagn diperoleh nelayan dalam 1 hari kadang jauh lebih besar dari apa yang diperoleh guru 1 bulan. Begitu juga dengan petani, bukankah tidak jarang hasil panen yang diperoleh petani dalam satu musim tanam lebih besar dari penghasilan guru satu tahun.
 
Guru juga butuh perhatian pemerintah karena memang memiliki kerentanan yang sangat mungkin untuk masuk wilayah garis miskin. Semoga pemerintahan baru pilihan rakyat tidak mengabaikan derita yagn ditanggung insan cendekia.
 
Salam guru

Senin, 17 November 2014

GURU MISKIN REFERENSI MURID KENA GETAHNYA



Diskusi informal tim penilai KTI Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Timur sering terjadi tanpa direncanakan. Kadang setelah selesai satu kegiatan kami bincang-bincang banyak hal tentang kondisi Pendidikan Aceh Timur, termasuk kondisi terkini para guru yang bertugas di Aceh Timur. Memang tidak semua guru Aceh Timur yang berjumlah 4500 orang itu kami bahas, karena itu pasti tidak mungkin dilakukan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Diskusi ini juga tidak menuntut tempat khusus, kadang di kantin, kadang di ruang pengawas (ruang darurat), atau bahkan terjadi di dalam mobil pribadi Pak Korwas yang sudah seperti mobil dinas itu. Seperti yang terjadi hari jumat lalu, 14 Nopember 2014. Waktu itu ada pertemuan kepala sekolah UPTD Darul Aman dengan pihak dinas di SMPN 3 Darul Aman.

Pembicaraan saya buka dengan rencana Ikatan Guru Indoensia (IGI) Kabupaten Aceh Timur yang akan melaksanakan seminar Hasil Penelitian Tindakan Kelas pada akhir tahun ini. Diskusi panjang akhirnya terfokus pada kualitas hasil Karya Tulis atau Laporan PenelitianTindakan Kelas guru Kabupaten Aceh Timur. Sejak menyelesaikan tugas belajar, saya memang baru satu kali mengikuti kegiatan Guru Beprestasi di Kabupaten Aceh Timur. Pada kegiatan tersebut ada penilaian tentang KTI PTK. Nah dari situ juga saya dapat bahan yang bisa didiskusikan bersama tim penilai KTI Kabupaten Aceh Timur.

Kualitas PTK yang pernah saya nilai tahun 2013 memang tidaklah lebih baik dari hasil PTK teman-teman guru Aceh Timur yang pernah saya baca pada tahun 2009. Kalau mau adil dalam menilai tentu bisa dikatakan yang tahun 2009 itu masih lebih baik. Menapa? Karena pada tahun 2009 tersebut masih sedikit sekali contoh PTK yang bisa dibaca oleh. Sehingga PTK yagn dibuat pada saat itu sangat kekurangan referensi. Apalagi pada saat itu perekmbangan teknologi informasi - termasuk didalamnya jumlah warkop yang memiliki wifi - belum memadai seperti sekarang.

Namun fakta yang ada saat ini dapat kita lihat pada hasil laporan PTK teman-teman guru di Aceh Timur. Bukan bicara pada kualitas atau keaslian PTK itu hasil tindakan ril atau rekayasa, tetapi dari sisi bahan bacaan atau referensi pendukungnya. PTK itu terkesan banyak yang asal-asalan dalam hal referensinya. Kalaulah para guru masih miskin referensi bagaimana mungkin bisa kaya dalam berbahasa tulisan berbentuk Laporan PTK.

Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan. Guru harus diberikan bahan bacaan yang memadai. sehingga kemampuan literasi menulisnya juga akan bertambah. Guru yang kaya literasi ini tentu akan membuaskan dahaga para siswa dalam belajar. Tanpa Literasi tinggi yang dimulai dari bahan bacaan yang tersedia, murid kemungkinan akan kena getahnya.

Sudahkah kita membaca sesuatu yang penting hari ini...?

Salam IGI

Minggu, 16 November 2014

PESAN KERJA SAMA IGI DAN PGRI DI ACEH TIMUR


Sejak menjadi anggota PGRI 14 tahun lalu (otomatis sejak jadi Guru) ini adalah kali pertama saya hadir dalam konfrensi PGRI. Musyawarah tertinggi untuk pengambilan keputusan partai, eh maaf, maksud saya organisasi. Adalah pak M. Isa, M.Pd. yang mengundang secara resmi. Undangan dari ketua sterring committee ini tentu harus dihadiri. Mau ngelak juga gak bisa karena acara konfrensi ini dilaksanakan di Cot Geulumpang. Tepatnya di Aula SMA Negeri 1 Peureulak.

Kehadiran yang pertama dalam konferensi ini justru bukan dalam kapasitas sebagai pengurus ranting atau cabang PGRI, apalagi sebagai pengurus Kabupaten. Dan juga bukan sebagai anggota PGRI (kader yang akan dipromosikan jadi pengurus), saya datang mewakili Ketua Ikatan Guru Indonesia. Ya begitulah, saya mewakili salah satu organisasi guru yang setelah era reformasi. IGI adalah sebuah pilihan untuk dihadirkan mendampingi organisasi guru lain yang lebih tua dan tentu saja lebih dahulu lahir karena Rahim sejarahnya menghendaki demikian. Apapun jenis undangannya, nyatanya saya telah hadir dan menjadi satu-satunya orang yang berbaju biru yang ada tulisan Ikatan Guru Indonesia Kabupaten Aceh Timur.

Anggota PGRI yang berasal dari SD atau MI/MTs ada yang terkejut, bahkan ada yang bertanaya "apa itu IGI?" "Bapak tugas dimana", Tanya saya. Sipenanya menjawab "saya tugas di MTs". Oh pantas belum tahu. Karena memang IGI di Atim baru melakukan 5 kegiatan (2 diantaranya skala nasional). Jadi wajar kalau ada yagn belum tahu. Sedikti penjelasan dalam tempo urang lebih 10 menit sang penanya pun faham.

Dari atas "panggung", saat sesi sidang Paripurna pertama dibuka, Ketua PGRI Aceh, Drs. Ramli mengumumkan bahwa dalam konferensi dihadiri oleh undangan dari Pengurus Ikatan Guru Indonesia. Beliau juga meminta maaf karena pada opening ceremony tadi belum mengetahuinya. Beliau masih berpikir dan menganggap yang hadir adalah anggota PGRI. Memang saya mengikuti dan mencatat beberapa poin dalam kata sambutan Pak Ketua PGRI Aceh ini tadi. Antara lain tentang pentingnya kerja sama antara organisasi guru di Aceh. Janganlah sesama organiasi guru berantem. Bukankah kita memperjuangkan kepentingan yang sama yaitu kepentingan guru.

Salah satu komentar ketua PGRI Aceh yang sangat berbekas dalam ingatan saya adalah tentang sertifikasi. Betapa isu paling hot saat ini di kalangan guru adalah tunjangan profesi bagi guru bersertifikasi. Menurut data beliau, saat ini di aceh baru 36% guru yang memperoleh tunjangan profesi pendidik itu. Masih banyak lagi ternyata guru yang belum menikmati TPP. Kalau kita hitung jumlah guru pemilik NUPTK di Aceh berjumlah 143.000 orang guru. Dari data itu dapat diketahui bahwa ada 64% x 143.000 guru di Aceh belum menikmati sedapnya Tunjangan Profesi sebesar satu kali gaji pokok.

Dari paparan itu, tentunya tidak tepat juga kalau kita bilang tunjangan profesi ini tidak berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan di Aceh. Mengapa? karena ada satu hipotesis lagi yaitu "mungkin karena baru sebagian kecil guru yang menerima TPP maka mutu pendidikan Aceh masih rendah".

Sementara itu, pada sesi pembukaan sebelumnya, Kadisdik Aceh Timur Bapak Abdul Munir, SE., M.Ap. menyatakan jumlah guru di Aceh Timur saat ini sebanyak 4500 orang. Dari jumlah tersebut yang telah menerima TPP saat ini sebanyak 1600 orang. Data ini juga menunjukkan masih besarnya jumlah guru yang belum bersertifikasi dan belum juga merasakan "sedapnya" TPP.

Jumlah guru secara nasional saat ini ada 2.800.000 lebih. Jumlah yang besar dengan sebaran yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Jadi wajar kalau PGRI adalah organisasi besar dan dapat memainkan fungsi tekan terhadap pengambil kebijakan. Namun hal ini tentu butuh kerja keras. Dalam pandangan saya, PGRI harus benar-benar menjadi milik para guru. PGRI bukan hanya menjadi milik pengurus. Pertemuan sekelas konfrensi ini tentu menjadi momen penting bagi para anggotanya. Jangan sampai anggota hanya tahu telah ada pergantian pengurus tanpa mengetahui kapan proses pemilihannya. Kaderisasi partai bisa dijadikan prioritas bila PGRI ingin survive sebagai organsiasi yang bertugas sebagai penggedor.

IGI di satu sisi masih harus belajar untuk terus tumbuh menjadi organisasi nomor 2 di Republik ini. Di usia muda tentu saja IGI perlu belajar dari pengalaman PGRI yang telah matang. Talenta-talenta guru muda di IGI merupakan sumber daya manusia yang menjadi kekuatan IGI. Organisasi kecil memiliki ciri cepat bergerak, kompak, dan sangat dinamis. Keputusan bisa diambil dengan cepat.

Kelahiran organisasi guru, apapun bentuknya, apapun mereknya, harus bisa dipandang oleh PGRI sebagai mitra. Dan pandangan ini harus benar-benar bisa diwujudkan dalam sebuah sinergi dalam rangka memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan para guru. Saya mewakili IGI Aceh Timur menyatakan siap bekerja sama memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan guru tersebut selama dilakukan dengan professional, amanah, jujur, dan bermartabat (sesuai tema konfrensi).

Pesan kerja sama itupun berakhir di ruang makan. Kuah sop dan daging rending olahan guru-guru SMAN 1 Plk memang top. Sepotong irisan semangka merah menjadi pencuci mulut alami sebelum saya meninggalkan arena konferensi menuju ke ruang kerja Ketua IGI. Ruang kerja yang jadi saksi perjuangan guru.

Akhirnya, saya titp pesan kepada pengurus baru PGRI Aceh Timur "IGI menunggu anda di arena". Dan selamat bekerja, kerja, kerja. Kerja keras, Kerja Ikhlas dan Kerja sama...

Salam IGI

Jumat, 14 November 2014

JEJAK LITERASI GURU SM3T DI SMPN 3 DARUL AMAN ACEH TIMUR



Hari ini saya dan Pak Supiono M.Pd. (Korwas DisdikAtim) serta pak Syafar, M.Ed. (Ketua APSI) Aceh Timur mengikuti kegiatan pertemuan Kepala Sekolah se UPTD Darul Aman dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Timur. Struktural dinas diwakili oleh para Kabid. Pak Kadis yang semula menyatakan akan hadir ternyata batal. Batalnya pak kadis ikut bersama kami disebabkan adanya kegiatan lain yaitu persiapan MTQ di Alun-alun Kota Idi.

Rombangan pengawas menggunakan "mobil Dinas Pengawas" BL. 889 JZ. Pak Korwas didaulat sebagai supir. Saya pun tidak mau menrima posisi itu, karena memang belum bisa nyetir. hemm. Dengan penuh percaya Diri pak Korwas tancap gas menuju lokas kegiatan. Saya tidak tahu banyak soal rencana pertemuan ini, maklumlah yang punya janji adalah Korwas dengan Kadis. Target lokasi diduga sudah benar dan sampailah kami ke SD Negeri 3 Idi Cut. Jalan masuk yang sempit dan melewati pasar Idi Cut. Sesampainya di lokasi kok tidak ada tanda-tanda keramaian. Karena ragu lalu kami Tanya pihak sekolah tentang pertemuan para kepsek, pihak SD 3 bilang "acaranya di SMP 3, pak!" Wah salah sasaran...

Kami pun putar haluan dan segera menuju lokasi yang benar "SMP Negeri 3 Darul Aman". Keluar dari pasar Idi Cut arah Banda Aceh, segera Nampak persimpangan menuju lokasi. "Belok kiri pak!" saya coba memberi aba-aba. Jalan mulus yang kami lalui kira-kira 200 meter telah menghadirkan simpang dua. Kali ini saya diam, Korwas belok ke kanan. Setelah 300 meteran jalan kami lewati muncul keraguan. "Ini nampaknya bukan ke SMP Negeri 3, rasa saya ini jalan ke SMP Negeri 2." Daripada ragu dan salah jalan lagi, kami pun bertanya kepada penduduk setempat. Ternyata benar, salah jalan lagi. Harus putar lagi dan kembali ke jalan yang benar.

Jalan menuju SMP Negeri 3 Darul Aman Aceh Timur begitu indah. Kiri kanan hijau. Sawah-sawah yang kami lalui mengeluarkan aroma bau Tanah yang baru selesai dibajak. Ada yagn menggunakan mesin (handtractor) dan ada juga saya lihat petani yang mencangkul menggunakan Pacul atau cangkul. Pemandangan yang mengingatkan romantisme masa kecil. Sudah lama sekali saya tidak pernah lagi menginjak Tanah sawah. Yah sudah 20 tahun lebih. Itupun jauh di Kampung sana, di Kota Tangerang. Kota yang sudah langka sawahnya. Kalau tidak sedang tugas, mau rasanya masuk ke sawah.

Beberapa sawah yang saya lihat di Aceh Timur memiliki kesamaan fenomena. Fakta yang membikin saya agak sedih, semua orang yang bekerja di sawah adalah orang tua yagn sudah sepuh. Orang tua yang lanjut usia. Malah ada sepasang tua renta yagn masih setia memegang cangkul. Sungguh luar biasa sekali pengabdian mereka. Bekerja untuk pangan ummat manusia tanpa keluh kesah. Hingga di senja hidup mereka masih setia menanam. Apalah artinya pengorbanan diri ini untuk sesame dibandingkan mereka yang seumur hidup berteman dengan lumpur di sawah.

SMP Negeri 3 Darul Aman ada di depan kami. Jalan masuk Tanah sawah yang dipadatkan tak membuat kendaraan dinas kami mundur. Maju terus, masuk, parkir di dalam sekolahan aja. Hehehe. Sambutan ramah Ibu Fatimah, S.Pd., Kepala Sekolah ini yang telah bertugas hampir 4 tahun, adalah hal pertama yang kami dapat. "Silahkan masuk pak, mau langsung ke Aula atau ke Kamar kecl dulu?" Kata Bu kepsek sambil tersenyum. Pak Supiono dan Pak Syafar langsung ke Aula. Saya sendiri memilih ke kamar kecil dulu, biar leibh tenang nantinya.

Masuk ke kamar kecil di ruang kepala sekolah yang bersih membuat saya rehat sejenak. Duduk di bangku tamu kepsek yang juga begitu sederhana. "Bersih sekali sekolah ini, apakah setiap hari kondisinya seprti ini ini atau dibersihkan karena ada kegiatan pertemuan?" Tanya saya pada Bu Kepsek. Beliau pun menajwab "bukan mau pamer pak, tapi memang ada program gotong royong kebersihan yang rutin kami lakukan 2 minggu sekali. Ini kebetulan baru siap gotong royong hari rabu kemarin". Jawaban bu kepsek ternyata menjadi pembuka diskusi selanjutnya.

Bu Kepsek yang luar biasa. Dua guru PNS saja yang ada di sekolahnya


"Berapa orang murid di SMP 3 ini, Bu?" Saya mulai membuka diskusi.
Bu kepsek menjawab "104 orang pak".

Wow, banyak juga muridnya (kata saya dalam hati). Untuk sekolah di pedalaman jumlah murid di sekolah ini termasuk banyak. Kaena ada sekolah di pedalaman lain yang hanya punya murid 12 orang saja. Tapi sekarang kepala sekolah tidak terlalu pusing. Walaupun murid sedikit, dana BOS nya tetap dihitung untuk 120 orang siswa. Maka amanlah sekolah...hehehe

Kami pun diskusi panjang lebar tenang banyak hal. Salah satu yang menjadi topic diskusi adalah tentang kegiatan Literasi siswa di sekolah ini. Betapa budaya literasi masih begitu jauh hadir di sekolah ini. Jangankan untuk hal lain, bahkan untuk membaca buku paket K-13 saja para siswa berat melaksanakannya. Rendahnya minat baca siswa ini ternyata dipengaruhi juga oleh budaya baca para cek gu yang belum optimal. Keadaan literasi membaca dan kegiatan kesiswaan justeru hidup saat guru SM3T tahun lalu bertugas di sekolah ini. Guru-guru yang jebolan UPI Bandung itu berhasil menghidupkan Majalah dinding. Siswa sudah mulai rajin menulis untuk mengisi majalah dinding. Malah yang membuat Bu kepsek terkejut, ternyata pada saat perpisahan dengan guru SM3T tersebut, para siswa di sekolah ini menyumbangkan sebuah teater atau drama singkat. Penampilan siswa dalam sebuah drama menunjukkan potensi siswa di sekolah ini sebenarnya ada. Tinggalah lagi bagaimana para guru mengelolanya. Namun sebelum hal itu dilakukan guru, adalah keharusan bagi pengawas sekolah melakukan pembinaan secara terprogram untuk para guru.

Persoalan-persoalan lain yang kami bicarakan tentu tidak mungkin saya ungkap di sini. Hanya saja ada satu kabar yang kami diskusikan telah membawa focus diskusi tiba di Tanah Tamiang...hehehe.


Kamis, 13 November 2014

BERBAGI PENGALAMAN DI MAN PEUREULAK DAN SMP NEGERI 1 JULOK



Menghadiri undangan untuk kebaikan adalah wajib. Artinya bila bisa berhadir tentu pahala akan didapat dari memenuhi undangan tersebut. Alhamdulillah saya bisa memenuhi undangan dari Sahabat saya Pak M.Isa, M.Pd. Kepala Madrasah Aliyah Negeri 1 Peureulak yang sangat visioner dan aktif di berbagai organisasi profesi guru, khususnya PGRI.

Sejak 2 minggu yang lalu pak Isa meminta saya untuk hadir ke MAN Peureulak. Agenda pentingnya adalah terus memberikan pendampingan kepada guru MAN Peureulak supaya meningkat kinerjanya hari ke hari. Tepat di hari Rabu, 12 Nopember 2014 kami berhasil melaksanakan janji yang telah lama terucap. Di ruangan lab computer pertemuan itu dilakukan. Ruangan yang sangat nyaman dengan semburan AC yang begitu dingin. Sampai gak terasa di luar sedang penuh limpahan cahaya matahari.

Ini adalah pertemuan kedua saya dg teman-teman dari MAN Peureulak. Pertemuan kedua ini diisi dengan diskusi tentang penilaian proses dan hasil pembelajaran. Dimulai sejak pukul 2 siang, acara ditutup pada pukul 4 sore WIB. Meski waktu singkat, namun apa yang saya lakukan bersama teman-teman dewan guru MAN Peureulak adalah sesuatu yang jarang terjadi di Madrasah. MAN Peureulak adalah sekolah negeri di bawah binaan Kemenag Atim yang saya kunjungi dalam rangka berbagi pengalaman. semoga bermanfaat.


DISKUSI BARENG MKKS JULOK DI SMPN 1 JULOK



Hari ini, Kamis 13 Nopember 2014 saya mendampingi bu Hajjah Nursalamah berkegiatan di SMPN 1 Julok. Adalah pak Haji Lukman yang mengundang saya hadir ke sekolah yang beliau pimpin sudah cukup lama juga yaitu SMPN 1 Julok. Para peserta yagn hadir adalah kepala SMP yang berada dalam UPTD Julok. Materi kegiatan yang dibahas bukanlah hal baru, PKG. Istilah yang mudah untuk diucapkan dengan benar tapi sulit diaplikasikan dengan fasih tanpa cacat.

Para kepsek yang hadir begitu antusias mengikuti kegiatan. Saya memberikan materi umum tenang PKG diikuti dengan simulasi mengisi instrument dan format pengamatan. Alhamdulillah lancer. acara selesai pukul 3.00  WIB sore hari. Senang rasanya bisa berbagi dengan para Kepala sekolah. Sebab, biasanya sulit sekali bertemu dengan Kepsek dalam jumlah lebih dari satu beini...hehehe

Di akhir sesi (setelah makan siang dan shalat berjamaah), kegiatan dilanjutkan dengan bimbingan program Prodep. Saya permisi lebih awal karena ada pertemuan lagi dengan anggota IGI di kanti UT. Jam 5 lewat dikit (singkat cerita) saya sudah ada di rumah...




Selasa, 11 November 2014

BLUSUKAN AKHIR TAHUN KADISDIK PROPINSI ACEH


Bersama Kepala Dinas Pendidikan Aceh

Lama terasa penantian para Kepala Sekolah SMP, SMA, SMK, MTs, dan MA pada hari itu. Senin 10 Nopember 2014 di SKB Peudawa Kab. Aceh Timur. Penantian yang harus dilakukan oleh Direktur sekolah dan madrasah karena intruksi Kadisdik Aceh Timur melalui Kabid Dikmen. "Jam 3 Sore harus sudah berada di SKB!" begitu bunyai sms singkat Pak Drs. Ridwan Kabid dikmen Disdik Aceh Timur.

Para Pengawas Sekolah yang sejak Sabtu, 8 Nopember 2014 sudah mengetahui instruksi itu, telah juga ada di lokasi. Saya sendiri yang datang ke SKB pukul 14.30 WIB langsung diminta bergabung oleh pak Korwas di Kedai air tebu tepat di samping gerbang SKB. Segelas air tebu murni menghilangkan dahaga sekaligus menambah stamina. Persiapan mengikuti acara "blusukan" kadisdik prop Aceh.

Penantian panjang berakhir. Ketika pukul 3 sore (lewat sedikit lah) pak Kadisdik Aceh memasuki ruang SKB.Sosok kadis yang sudah tidak muda lagi tetapi sehari ini saja sudah blusukan di 3 tempat. Pertama menjadi pembina upacara bendera di SMA Negeri 4 Kota Langsa, Lalu membuka seminar MGMP di STAIN Cot Kala Kota langsa, setelah itu menyempatkan diri berdialog dengan para Kepala Sekolah se Kota Langsa di STM Langsa. Sore ini giliran kami yang diblusukin.

Acara sedrhana ini langsung dibuka oleh protokol yaitu Pak Rian Kasikur Dikmen. Setelah membaca diikuti sambutan pak Kabid dikmen, Pak kadisdik aceh timur, setelah itu langsung pak Drs. Anas Adam, M.Pd. menyampaikan presentasinya.

Banyak hal yang beliau sampaikan. Tetapi saya mungkin hanya bisa mencatat beberapa poin saja yang saya anggap penting, anara lain:

1. Anggaran Pendidikan Dinas Pendidikan Aceh
Anggaran pendidikan untuk dinas pendidikan Aceh terus terjadi peningkatan. Pada tahun 2012 anggaran yang dikelola Dinas Pendidikan sebesar 63M. tahun 2013 naik menjadi 131M, dan tahun 2014 meningkat lagi menjadi 295. Besarnya anggaran ini tentu harus diimbangi dengan peningkatan kualitas pendidikan di Aceh. Sementara ini, mutu pendidikan Aceh masih berada di posisi ketiga (dari bawah).
Dinas pendidikan menggunakan dana itu antara lain untuk meningkatkan mutu guru. Berbagai pelatihan diberikan kepada guru, mulai dari skala local. nasional, maupun mengirim guru-guru aceh mengikuti pendidikan / pelatihan di luar negeri. Semoga saja peningkatan anggaran ini akan berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan di Aceh.

2. Kualitas Alumni
Pak Anas Bilang "memang ada orang Aceh yang jadi menteri, tapi lihat lulusan manakah pak menteri itu? Lulusan Aceh atau dari luar." Bila ditelusuri memang hampir semua meteri yang dari Aceh adalah lulus universitas ternama di Indonesia. Ada yang lulusan ITB, UI, atau UGM. Jadi dari sisi alumni kampus kita memang kalah bersaing. Oleh karena itu, harus ada lulusan sekolah menengah kita yang melanjutkan ke universitas top. Untuk itu pemerintah aceh membuat jatah beasiswa untuk 150 alumni sma/smk yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi ternama Tanah air. Tetapi apa yagn terjadi, dari 150 kuota yang ditawarkan hanya terisi 45 orang. Dari 45 orang yang lulus tersebut hanya menyisakan 43 orang yang kuliah.
Banyaknya siswa yagn tidak lulus itu dikarenakan tidak lulus mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri yang dituju.

3. Kepala Sekolah tidak pernah supervise
Berdasarkan info yang diperoleh pak Anas dari berbagai sumber, diketahui bahwa salah satu factor penyebab rendahnya mutu guru di Aceh karena Kepala Sekolah tidak pernah melakukan supervise. Kalau ada yang melakukan supervise paling-paling setahun satu kali saja. Tanpa ada supervise maka kepala sekolah dan kita semua tidak pernah tahu "APA YANG DILAKUKAN" guru di kelas. Sehingga guru bisa saja melakukan kesalahan seumur hidupnya saat mengajar. Kenapa bisa begitu? karena kesalahan guru itu tidak diketahui oleh orang lain, termasuk oleh kepala sekolahnya.
maka dari itu, pak Anas berpesan agar kepala sekolah melakukan supervise guru secara rutin satu bulan satu kali untuk seluruh guru.

4. Pengawas tidak professional
Beliau juga menyampaikan kalau pengawas sekolah di Aceh belum menjalankan profesinya atau belum professional. Masih banyak pengawas yang diambil dari kepala sekolah gagal atau bermasalah. Pengawas tidak tahu apa yagn harus dikerjakannya. Maka dari itu pengawas juga hendaknya selalu dibeirkan pelatihan. Pak Anas telah mengirim pengawas propinsi untuk belajar melaksankaan sueprvisi klinis ke Malaysia. Yang di Propinsi sudah, yagn kabupaten kapan pak..hehehe.

5. Revitalisasi MGMP dan KKG
Banyak guru yang tidak mau belajar lagi setelah jadi guru. Padahal pengetahuan dan persoalan yagn ada di sekolah begitu dinamis. Seandainya MGMP dan KKG bisa hidup, tentu persoalan itu bisa diatasi dalam waktu singkat.

6. Oreintasi pada mutu
Kini saatnya kita (di Aceh) berorientasi pada mutu, tidak lagi pada bangunan semata. Membangun pendidikan pada intinya adalah membangun mutu bukan hanya gedung. Memagn sarana itu penting, tetapi bila mengejar membangun fisik dan mengabaikan mutu, inilah hasil yang kita dapat, pendidikan kita kalah mutuya dibandingkan daerah lain.

Ada beberapa hal penting lainnya yang disampaikan oleh pak Kadisdik Propinsi Aceh. Ini adalah 6 poin yagn menurut saya penting untuk dicatatt. semoga bermanfaat untuk kita semua.


Sabtu, 08 November 2014

LIPUTAN KHUSUS DARI KARANG INONG



Hari Sabtu yang menyenangkan. Saya, untuk pertama kalinya bias berdiskusi dengan guru-guru di SMP Negeri 3 Ranto Peureulak. Adalah Bu Hajijah, sahabat saya yang telah meminta saya untuk mau datang guna melakukan diskusi dengan dewan guru di sekolah itu. Undangan yang sangat penting karena saya memang belum pernah bermusyawarah dengan dewan gurunya. Kunjungan ke sekolah ini biasanya dalam rangka monev Ujian Nasional atau keperluan yang bukan diskusi.

Faktor cuaca memang hampir saja menggagalkan jadwal ke SMPN 3 Ranto Peureulak yang terletak di Gampong Karang Inong. Hujan sejak pagi mengguyur deras. Langit pun mendung, merata seolah pertanda matahari akan terlambat muncul hari ini. Makin ditunggu hujan bukan mereda tetapi malahan semakin deras. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB. Tidak ada waktu lagi untuk menunggu. Bila saya tetap menunggu tentu tidak bisa tiba tepat waktu. Janji kami adalah pukul 09.00 WIB mulai kegiatan. Saya bulatkan tekad dan meluruskan niat bahwa kegiatan ini adalah untuk berbagi ilmu dan bersilaturahmi dengan teman-teman, para guru yang luar biasa pengabdiannya di sekolah tersebut.

Satu setel baju ganti pun saya masukkan dalam tas. Tak lupa semua perlengkapan elektronik saya masukkan kantong plastic besar. "Jangan dibuang yah plastiknya," kata Isteri saya yang membantu persiapan di pagi itu. Untunglah jaket hujan warna kuning yang biasa saya pakai masih dalam kondisi baik untuk menahan tetes air hujan yang turun dari langit. Oli mesin sepeda motor plat merah juga baru 2 hari lalu saya ganti. Dan rante pun telah diservis. Maka persiapan saya rasakan cukup matang untuk menempuh perjalanan selama 45 menit nonstop.

Basah kuyup kaki saya. Celana panjang yang saya pakai tetap basah karena tempiyas air di jalan. Kecipratan. Kondisi jalan yang becek tentu memaksa saya tidak bisa berkendara dengan kecepatan tinggi. Demi keselamatan, kuda besi itu saya pacu dibawah 80 Km/jam saja. Alon-alon asal kelakon kata orang timur tengah (Jawa Timur dan Jawa Tengah). Alhamdulillah, sebelum jam 9.00 saya sudah ada di lokasi. Sebuah sekkolah yang biasanya hanya saya lewati saja saat menuju Peunaron. Teman-teman telah menunggu. Mereka juga basah kuyup. Malahan ada guru yang dari Kota langsa juga menempuh perjalanan menggunakan sepedar motor. Guru perempuan sekarang tidak bisa dianggap remeh lagi. Bayangkan, jarak Langsa-Karang Inong itu butuh waktu 1,5 sampai 2 Jam. Namun sobat guru ini tetap setia pada janji tugasnya.Luar biasa.



Acara dibuka oleh wakil kepala sekolah. Kebetulan kepala sekolah yang memang masih Plt pun tidak hadir. Mungkin beliau ada kesibukan lain.Jadi murnilah kegiatan ini antara saya dengan dewan guru. Setelah kata sambutan singkat, maka sayapun langsung memulai kegiatan diskusi. Materi diskusi diisi dengan bahasan yang sedang hangat "Kurikulum 2013". Saya pun tidak menyangka teman-teman minta diskusi tentang K-13 ini. Padahal hampir semua guru telah dipanggil mengikuti pelatihan dan K-13, baik yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Aceh maupun Disdik Kab. Aceh Timur.

Ternyata para guru SMP ini memang cerdas-cerdas dan punya motivasi tinggi. Proses diskusi tanpa henti meski listrik 4 kali mati. Satu buah RPP yang akan dipakai untuk minggu kesembilan pun berhasil disusun. Mereka betul-betul kompak. Kopi dan gorengan ringan tak pernah sepi dari atas meja. Saya malah sampai tidak sanggup makan lagi, lantaran melimpahnya snack buat fasilitator.

Shalat zuhur sedikit terganggu oleh sebuah insiden. Insiden kecil yang berlaku karena kurangnya perawatan maksimal kamar kecil sehingga tersumbatnya lubang paralon saluran air. Saya diarahkan untuk berwudhu di kamar kecil perpustakaan sekolah yang letaknya pas di belakang mushalla sekolah. Tapi saying, perpustakaannya agak berantakan, hehehe. Mungkin karena belum ada program literasi sekolah maka pustakanya terbengkalai.

Ada satu hal yang tak bisa saya lupakan. Makan siangnya sangat menyenangkan. Suasana akrab terjalin seolah seperti keluarga saja. Memang suasana akrab ini mereka pertahankan sejak dulu. Ini membantu para guru untuk tetap fresh dalam bertugas. Maklumlah sekolah ini berada di daerah yang tidak begitu ramai penduduknya. Gedung sekolah dikelilingi oleh kebun milik PTPN. Bu wakasek menyumbangkan tumis ikan cumi (kok dia tau kalo itu ikan kesukaan saya!).

Lewat jam 4 sore. Kami harus menghentikan kegiatan. Bila tidak segera dihentikan, dikhawatirkan guru yang domisili di Kota langsa akan telah pulang ke rumah. Mereka memberikan PR buat saya, "Bapak harus kemari lagi, kami belum faham penilaian". PKG dan Laporan Penilaian Diri pun perlu mendapat priotas. Jadi, sampai jumpa lagi di pertemuan selanjutnya.

Salam Pengawas


Nurdin, S.Pd. M.A.